MEDAN, SUMUTPOS.CO – Sabam Sirait adalah pejuang keadilan dan humanisme dalam proses demokrasi yang tumbuh dan berkembang di Indonesia. Dia menjadi bagian dari segelintir tokoh politik yang teguh memperjuangkan hak-hak asasi manusia dan memperjuangkan penegakan demokrasi.
“Tahun 1971 pada kasus pembangunan Taman Mini dia ditahan, pada tahun 1972 pada masa pembatasan masa jabatan Presiden 2 kali, pada tahun 1980 yang menggagas UU Anti Monopoli, pada tahun 1984 saat berempati terhadap Kasus A.M. Fatwa, dan Sabam Sirait adalah juga pionir penggunaan hak interpelasi pada 1993,” ungkap penggiat media dan jurnalis peminat masalah-masalah sejarah, J Anto.
Di depan Seminar Nasional ‘Pengusulan Sabam Sirait Menjadi Pahlawam Nasional’ di aula FK Universitas HKBP Nommensen, Selasa (8/2/2022), Anto mengatakan, cukup banyak warisan politik (legacy) yang diturunkan kepada generasi-generasi berikutnya tentang makna berpolitik yang sesungguhnya.
“Perjuangan menegakkan integritas diri adalah bagian dari konsistensi berpolitik dari Sabam Sirait. Selain bergeming melawan teror dan intimidasi, Sabam Sirait juga teguh mempertahankan kritisme untuk melayani kepentingan rakyat,” kata Anto dalam seminar yang dihadiri Direktur Kepahlawanan, Keperintisan, Kesetiakawanan dan Restorasi Sosial Kementerian Sosial RI, Nurharjani, dan Gubernur Sumut yang diwakili oleh Kaban Kesbanglinmas Provsu Safruddin.
Hadir pula Wali Kota Medan Bobby Nasution via zoom, Ketua MUI Medan Prof M. Hatta yang juga penasehat panitia, Sejarahwan Prof Suprayitno, DR Abdul Syukur, Akademisi Prof DR Robert Sibarani, dan lainnya.
Anto mengungkapkan banyak argumentasi yang dapat disampaikan untuk meyakinkan pemerintah bahwa Sabam Sirait layak diangkat menjadi pahlawan nasional.
Sabam Sirait, menurut dia, adalah politisi yang berjuang mengubah sistem politik yang tidak demokratis untuk kepentingan rakyat. Bahkan dia bergeming terhadap godaan bujukan kekuasaan dan kelimpahan duniawi. “Sabam Sirait juga dikenang sebagai politisi yang menjauhi politik rente dan menjaga jarak dengan kekuasaan,” katanya.
Anto mengaku kagum dengan sosok Sabam Sirait yang konsisten menjaga pikiran sketisme, dimana dia melihat harta bukanlah sesuatu yang luar biasa. Begitu pula pemikiran politiknya yang inklusif dan keluar dari ekslusivisme agama.
“Sabam Sirait adalah sedikit politik yang tumbuh dalam budaya inklusif. Beliau adalah antitesa politik identitas. Bisa kita lihat jejak rekam beliau yang ternyata ikut bersama A.M. Fatwa untuk demo bersama massa PKS untuk menentang penjajahan bangsa Palestina,” tukasnya. (adz)