25.6 C
Medan
Wednesday, May 22, 2024

Tak Ada Uang, Pilih Nikah Siri

60 Pasang Nikah Massal

MEDAN- Sebanyak 60 pasang mengucap akad nikah di hadapan tuan kadi, dalam acara nikah massal di Aula P4TK, Jalan Setia Budi Medan Helvetia, Rabu (9/5) siang.

Tiga pasangan pengantin baru diantaranya Muliadi dengan Asriyani, Muhamad Khairani dengan Annisa, Andi Saputra (30) dan Riska Ramadhani (26), secara simbolis mengucap akad nikah mewakili 60 Andi yang saat itu memakai pakaian adat Melayu berwarna kuning sempat salah mengucapkan ijab kabul dan terpaksa mengulang sampai tiga kali.

Lalu saksi nikah diantaranya General Manager Sub Bisnis Unit III PGN Mugiono dan dari Kementrian Agama Kota Medan diwakili, Impun Siregar MA serentak mengatakan sah.
Sebagian pasangan yang sudah puluhan tahun hidup dalam ikatan nikah siri ini kembali melangsungkan pernikahan. Tujuannya tak lain agar pernikahan mereka bukan hanya sah secara agama, tapi juga sah secara hukum dan mendapatkan buku nikah.

Selain karena kuatnya anggapan di masyarakat bahwa ikatan pernikahan cukup dinyatakan sah secara agama, kondisi faktor ekonomi dan tingkat pendidikan juga menjadi penyebab banyaknya pasangan nikah siri.

Namun, nyatanya pasangan yang hanya menikah siri ini justru mengalami banyak hambatan saat proses di birokrasi seperti kepengurusan akte kelahiran anak mereka.

Seperti hal nya yang dialami Amyun Chan (50) dan Siti Mahanum (43), warga Tanjung Mulia Medan. Setelah 20 tahun lamanya membina rumah tangga, proses kepengurusan akte kelahiran anak mereka sangat sulit diperoleh. Beruntung, pasangan suami istri ini memiliki saudara yang bisa mengurus akta kelahiran.

“Ternyata sangat repot dan banyak rintangannya. Seperti saat ingin menyekolahkan anak saya, akta kelahiran itu diperlukan ketika mau masuk sekolah. Tapi, untuk mengurus akta kelahiran itu, harus memakai buku nikah. Sempat bingung dibuatnya. Untung saja, ada saudara saya yang bisa mengurusnya,” ujar Siti Mahanum yang memiliki 5 orang anak ini.

Siti Mahanum mengaku, akibat tidak memiliki dana yang cukup, pasangan suami istri ini lebih memilih melangsungkan pernikahan secara siri yang hanya disaksikan sanak famili mereka.

“Nikahnya sangat sederhana. Nggak ada pesta, cuma disaksikan saudara dekat aja. Setelah itu, kita coba ngurus surat nikah, tapi saya nggak ngerti, suratnya nggak juga keluar. Malah ketika kita coba tanya lagi, ternyata orang yang menikahkan kami sudah meninggal,” ucap wanita yang bekerja sebagai pedagang asongan ini.

Setelah 20 tahun lamanya membina bahtera keluarga, Siti Mahanum merasa buku nikah sangat diperlukan agar status pernikahan mereka legal secara hukum.
Untuk itulah, mereka mengikuti acara nikah massal yang diadakan PGN dan Rumah Zakat. Selain karena tidak dipungut biaya, mencatatkan nikah secara hukum sama sekali tidak mereka bayangkan.

“Untuk mengurus sendiri, tentunya membutuhkan biaya yang besar serta proses berbelit-belit. Begitu dengar, ada nikah gratis ini, saya dan suami langsung daftar. Prosesnya sangat mudah. Nggak seperti yang dibayangkan. Saya sangat bersyukur, rasanya seperti kembali muda,” ungkap Siti Mahanum sumringah.

Pakaian adat Jawa berwarna hitam mereka kenakan. Pasangan suami istri ini sangat senang, tidak ada perasaan malu. Meski kelima anak mereka tidak hadir siang itu.
“Sebenarnya anak saya mau datang melihat pernikahan kami. Tapi saya bilang nggak usah, cukup saya dan suami aja. Mereka kan harus sekolah. Anak saya juga sempat nanya, apa nggak malu? Tapi saya jawab, ngapain harus malu, kita nikah juga untuk kepentingan anak-anak kok,” jelasnya lagi.

Dalam acara nikah massal tersebut, pasangan tertua yakni Mariono (56) dengan Nuraini Saragih (45), warga Jalan Asoka Gang Dian No 97 Medan Selayang. Sedangkan, pasangan termuda Ari Suseno (17) dengan Vivi Anggraini (17), warga Jalan Panglima Denai Lingkungan V. Setelah nikah massal dilakukan, seluruh pasangan diarak dengan menggunakan becak motor dari Jalan Karya, Jalan Adam Malik dan kembali lagi ke Aula P4TK Jalan Setia Budi Medan Helvetia.

“Sebenarnya sekitar bulan 6 lalu kami sudah menikah di Mesjid. Tapi hanya secara agama dan disaksikan keluarga. Orangtua mendaftarkan kami untuk ikut di acara nikah massal ini,” ujar Vivi Anggraini didampingi suaminya Ari Suseno.

Pasangan yang mengenakan pakaian adat Minang ini mengaku sudah siap membina bahtera keluarga meski usia tergolong masih sangat muda.
“Saya udah nggak sekolah lagi. Pacaran dengan dia (Ari Suseno) sudah dua tahun. Kalau memang sudah siap menikah kenapa harus ditunda lagi? Kita juga udah saling kenal,” ujar Vivi malu-malu.

Sementara itu, General Manager Sub Bisnis Unit III PGN, Mugiono mengatakan acara nikah massal ini merupakan tahun ketiga dalam rangka Milad PGN yang ke 47. Acara serupa juga pernah dilaksanakan pada 2010 dengan 50 pasangan nikah massal, dan 2011 sebanyak 50 pasangan.
“Untuk tahun ini ada 60 pasangan yang kita nikahkan secara massal dan gratis tanpa dipungut biaya,” terangnya.

Selain nikah massal, sambungnya, rangkaian acara yang telah dilaksanakan diantaranya sunatan massal, serta bantuan makanan bergizi untuk keluarga kurang mampu.
“Kegiatan ini akan tetap kita lakukan dan merupakan agenda rutin. Tujuannya untuk membantu masyarakat kurang mampu dan mendapatkan legalitas perkawinan,” sebutnya.

Kementrian Agama Kota Medan, diwakili Impun Siregar MA menambahkan nikah secara agama yang kebanyakan dilakukan pasangan suami istri tersebut sebenarnya sah secara agama namun tidak memiliki kekuatan hukum. Dirinya berharap, pasangan yang dinikahkan tersebut menjadi keluarga sakinah mawaddah warahmah.

“Nikah siri memang sah secara agama, tapi legalitas secara hukum itu perlu. Karena buku nikah memiliki kekuatan hukum agar nantinya tidak ada masalah dikemudian hari. Kantor KUA sendiri akan mempermudah pernikahan tapi mempersulit perceraian. Mudah-mudahan pasangan yang dinikahkan hari ini menjadi keluarga yang lebih bahagia,” bebernya. (mag-11)

60 Pasang Nikah Massal

MEDAN- Sebanyak 60 pasang mengucap akad nikah di hadapan tuan kadi, dalam acara nikah massal di Aula P4TK, Jalan Setia Budi Medan Helvetia, Rabu (9/5) siang.

Tiga pasangan pengantin baru diantaranya Muliadi dengan Asriyani, Muhamad Khairani dengan Annisa, Andi Saputra (30) dan Riska Ramadhani (26), secara simbolis mengucap akad nikah mewakili 60 Andi yang saat itu memakai pakaian adat Melayu berwarna kuning sempat salah mengucapkan ijab kabul dan terpaksa mengulang sampai tiga kali.

Lalu saksi nikah diantaranya General Manager Sub Bisnis Unit III PGN Mugiono dan dari Kementrian Agama Kota Medan diwakili, Impun Siregar MA serentak mengatakan sah.
Sebagian pasangan yang sudah puluhan tahun hidup dalam ikatan nikah siri ini kembali melangsungkan pernikahan. Tujuannya tak lain agar pernikahan mereka bukan hanya sah secara agama, tapi juga sah secara hukum dan mendapatkan buku nikah.

Selain karena kuatnya anggapan di masyarakat bahwa ikatan pernikahan cukup dinyatakan sah secara agama, kondisi faktor ekonomi dan tingkat pendidikan juga menjadi penyebab banyaknya pasangan nikah siri.

Namun, nyatanya pasangan yang hanya menikah siri ini justru mengalami banyak hambatan saat proses di birokrasi seperti kepengurusan akte kelahiran anak mereka.

Seperti hal nya yang dialami Amyun Chan (50) dan Siti Mahanum (43), warga Tanjung Mulia Medan. Setelah 20 tahun lamanya membina rumah tangga, proses kepengurusan akte kelahiran anak mereka sangat sulit diperoleh. Beruntung, pasangan suami istri ini memiliki saudara yang bisa mengurus akta kelahiran.

“Ternyata sangat repot dan banyak rintangannya. Seperti saat ingin menyekolahkan anak saya, akta kelahiran itu diperlukan ketika mau masuk sekolah. Tapi, untuk mengurus akta kelahiran itu, harus memakai buku nikah. Sempat bingung dibuatnya. Untung saja, ada saudara saya yang bisa mengurusnya,” ujar Siti Mahanum yang memiliki 5 orang anak ini.

Siti Mahanum mengaku, akibat tidak memiliki dana yang cukup, pasangan suami istri ini lebih memilih melangsungkan pernikahan secara siri yang hanya disaksikan sanak famili mereka.

“Nikahnya sangat sederhana. Nggak ada pesta, cuma disaksikan saudara dekat aja. Setelah itu, kita coba ngurus surat nikah, tapi saya nggak ngerti, suratnya nggak juga keluar. Malah ketika kita coba tanya lagi, ternyata orang yang menikahkan kami sudah meninggal,” ucap wanita yang bekerja sebagai pedagang asongan ini.

Setelah 20 tahun lamanya membina bahtera keluarga, Siti Mahanum merasa buku nikah sangat diperlukan agar status pernikahan mereka legal secara hukum.
Untuk itulah, mereka mengikuti acara nikah massal yang diadakan PGN dan Rumah Zakat. Selain karena tidak dipungut biaya, mencatatkan nikah secara hukum sama sekali tidak mereka bayangkan.

“Untuk mengurus sendiri, tentunya membutuhkan biaya yang besar serta proses berbelit-belit. Begitu dengar, ada nikah gratis ini, saya dan suami langsung daftar. Prosesnya sangat mudah. Nggak seperti yang dibayangkan. Saya sangat bersyukur, rasanya seperti kembali muda,” ungkap Siti Mahanum sumringah.

Pakaian adat Jawa berwarna hitam mereka kenakan. Pasangan suami istri ini sangat senang, tidak ada perasaan malu. Meski kelima anak mereka tidak hadir siang itu.
“Sebenarnya anak saya mau datang melihat pernikahan kami. Tapi saya bilang nggak usah, cukup saya dan suami aja. Mereka kan harus sekolah. Anak saya juga sempat nanya, apa nggak malu? Tapi saya jawab, ngapain harus malu, kita nikah juga untuk kepentingan anak-anak kok,” jelasnya lagi.

Dalam acara nikah massal tersebut, pasangan tertua yakni Mariono (56) dengan Nuraini Saragih (45), warga Jalan Asoka Gang Dian No 97 Medan Selayang. Sedangkan, pasangan termuda Ari Suseno (17) dengan Vivi Anggraini (17), warga Jalan Panglima Denai Lingkungan V. Setelah nikah massal dilakukan, seluruh pasangan diarak dengan menggunakan becak motor dari Jalan Karya, Jalan Adam Malik dan kembali lagi ke Aula P4TK Jalan Setia Budi Medan Helvetia.

“Sebenarnya sekitar bulan 6 lalu kami sudah menikah di Mesjid. Tapi hanya secara agama dan disaksikan keluarga. Orangtua mendaftarkan kami untuk ikut di acara nikah massal ini,” ujar Vivi Anggraini didampingi suaminya Ari Suseno.

Pasangan yang mengenakan pakaian adat Minang ini mengaku sudah siap membina bahtera keluarga meski usia tergolong masih sangat muda.
“Saya udah nggak sekolah lagi. Pacaran dengan dia (Ari Suseno) sudah dua tahun. Kalau memang sudah siap menikah kenapa harus ditunda lagi? Kita juga udah saling kenal,” ujar Vivi malu-malu.

Sementara itu, General Manager Sub Bisnis Unit III PGN, Mugiono mengatakan acara nikah massal ini merupakan tahun ketiga dalam rangka Milad PGN yang ke 47. Acara serupa juga pernah dilaksanakan pada 2010 dengan 50 pasangan nikah massal, dan 2011 sebanyak 50 pasangan.
“Untuk tahun ini ada 60 pasangan yang kita nikahkan secara massal dan gratis tanpa dipungut biaya,” terangnya.

Selain nikah massal, sambungnya, rangkaian acara yang telah dilaksanakan diantaranya sunatan massal, serta bantuan makanan bergizi untuk keluarga kurang mampu.
“Kegiatan ini akan tetap kita lakukan dan merupakan agenda rutin. Tujuannya untuk membantu masyarakat kurang mampu dan mendapatkan legalitas perkawinan,” sebutnya.

Kementrian Agama Kota Medan, diwakili Impun Siregar MA menambahkan nikah secara agama yang kebanyakan dilakukan pasangan suami istri tersebut sebenarnya sah secara agama namun tidak memiliki kekuatan hukum. Dirinya berharap, pasangan yang dinikahkan tersebut menjadi keluarga sakinah mawaddah warahmah.

“Nikah siri memang sah secara agama, tapi legalitas secara hukum itu perlu. Karena buku nikah memiliki kekuatan hukum agar nantinya tidak ada masalah dikemudian hari. Kantor KUA sendiri akan mempermudah pernikahan tapi mempersulit perceraian. Mudah-mudahan pasangan yang dinikahkan hari ini menjadi keluarga yang lebih bahagia,” bebernya. (mag-11)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/