Demi Menghidupkan Rel Mati
JAKARTA-Demi memuluskan proyek jalur kereta api (KA) Trans Sumatera Railways, yang antara lain dengan menghidupkan sejumlah jalur KA yang selama ini mati, PT KAI sudah ancang-ancang melakukan penggusuran hunian atau pun bangunan yang berada di pinggir rel mati atau kawasan jalur mati.
Kepala Humas PT KAI Sugeng Priyono kepada Sumut Pos menjelaskan, hunian atau bangunan yang berada di jalur mati KA terbagi menjadi dua kelompok. Pertama, mereka yang mendirikan bangunan dengan disertai kontrak resmi. Kedua, hunian atau pun bangunan yang benar-benar liar, tanpa ada kontrak sewa penggunaan lahan dengan PT KAI.
Untuk yang ada kontraknya, Sugeng menjelaskan penertiban akan lebih mudah lantaran di klausul kontrak selalu disebutkan bahwa jika sewaktu-waktu lahan akan digunakan PT KAI, maka mereka haru pindah dari situ.
Sedang untuk hunian liar, Sugeng mengakui, di beberapa kasus ada perlawanan. “Tapi tetap harus dikosongkan dan PT KAI tidak perlu memberikan uang ganti rugi karena memang liar. Kalau pun ada uang bongkar atau uang boyong (pindahan, Red), itu soal lain,” ujar Sugeng dengan nada tegas.
Nah, di area mana yang harus steril dari hunian? Sugeng menjelaskan, sesuai peraturan perundang-undangan yakni UU Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian, pertama yang harus dikosongkan adalah kawasan yang masuk dalam ruang manfaat jalan (rumaja) sepanjang 6 meter kanan-kiri dari as rel atau tengah-tengah rel.
Yang kedua adalah area sepanjang 11 meter dari rel, yang merupakan ruang milik jalan (rumija). Ketiga, ruang pengawasan jalan (ruwaja) yang bisa menghalangi pandangan masinis.
“Dalam area sepanjang itu harus bersih. Ini semata-mata demi keselamatan kereta api demi keselamatan masyarakat, dan demi keselamatan orang-orang yang mengoperasionalkan kereta api. Kalau dibiarkan saja, jika terjadi kecelakaan, PT KAI yang disalahkan,” cetusnya.
Lebih lanjut dia menjelaskan, fenomena hunian liar di jalur lintas kereta api yang sudah mati, lebih banyak terjadi di perkotaan. Dia menduga, hal ini merupakan dampak dari kemiskinan warga perkotaan, yang tidak punya hunian sendiri, dan lantas membuat hunian liar di lahan PT KAI.
Karenanya, Sugeng juga menyesalkan sikap pemda yang di beberapa tempat tidak bersikap tegas, membiarkan warga menghuni lahan milik PT KAI. “Mestinya dari awal pemda melarangnya, karena kalau PT KAI sendiri, ada keterbatasan jumlah SDM,” ucapnya.
Lantas, kapan PT KAI bergerak melakukan pengosongan jalur KA yang sudah mati? Sugeng menyebutkan, untuk saat ini sudah dimulai di wilayah Jawa Timur, mulai Jember hingga Surabaya.
Kapan untuk wilayah Sumatera? “Pokoknya ini akan jalan terus. Pasti ada perlawanan, tapi ini demi keselamatan,” terangnya. Dia berharap dalam proses ini ada partisipasi positif dari pemda, aparat keamanan, serta masyarakatnya sendiri.
Sugeng meminta semua pihak untuk bisa memahami betapa pentingnya pembangunan dan pengembangan jalur kereta api ini. Menurutnya, dengan nantinya banyak jalur KA yang aktif, maka nantinya jalan darat bisa lebih awet.
“Sebenarnya ini terlambat, jalan-jalan darat sudah terlanjur rusak. Kalau tak segera ditampung KA, jalan akan semakin rusak berat. Angkutan-angkutan batubara misalnya, itu berat, menyebabkan jalan hancur. Nah, solusinya antara lain ya jalur KA,” urainya.
Seperti telah diberitakan Sumut Pos, proyek pembangunan jalur kereta api (KA) Trans Sumatera Railways, yang menghubungkan Lampung-Aceh dan terkoneksi dengan Jawa melalui Jembatan Selat Sunda, tahapan-tahapannya sudah disusun secara rinci oleh Kementerian Perhubungan (Kemenhub). Dalam Rencana Strategi (Renstra) 2010-2014, detil perencanaan tertuang secara gamblang.
Antara lain, hingga 2014 mendatang, sejumlah jalur KA yang selama ini mati, akan dihidupkan lagi. Disebutkan dalam Renstra, bahwa peningkatan jalur KA di Pulau Sumatera termasuk menghidupkan kembali lintas mati serta peningkatan spoor emplasemen (tempat pemberhentian keret api) sepanjang 347 km.
Di antaranya pada lintas Medan-Binjai, Kisaran-Tanjung Balai, Medan-Tebingtinggi-Siantar, Binjai-Besitang, Tebingtinggi-Rantau Prapat, dan lainnya.
Juga menghidupkan kembali jalur KA antara Medan-Belawan, Bandar Tinggi-Kuala Tanjung, Medan-Gabion, dan sebagainya
Sugeng menjelaskan, untuk proyek ini yang menangani adalah Direktorat Jenderal (Ditjen) Perkeretapian, Kemenhub. “Jadi untuk proyek pengembangan ini bukan PT KAI yang menangani,” ujar Sugeng. (sam)