Site icon SumutPos

PN Medan Tolak Prapid Tersangka Dwelling Time

Foto: SUTAN SIREGAR/SUMUT POS Petugas tempat Pemeriksaan Fisik Terpadu (TPFT) melakukan proses penyusunan peti kemas di Pelabuhan Belawan Medan, Selasa (20/9) lalu. Layanan TPFT yang sudah terpadu dan terintegirtas dengan pihak terkait di Pelabuhan termasuk dengan perbankan, untuk memangkas masa waktu "dwelling time" di Pelabuhan Belawan.

MEDAN, SUMUTPOS.CO -Hakim tunggal Pengadilan Negeri (PN) Medan Morgan Simanjuntak menolak pengajuan gugatan pra peradilan (prapid) yang diajukan oleh Herbin Polin Marpaung melalui kuasa hukumnya dalam sidang yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Medan, Rabu (9/11) sore.

‎Dalam amar putusannya hakim yakin, penetapan status tersangka dan penahanan tersangka Herbin yang dilakukan oleh termohon Polda Sumatera Utara telah sesuai dengan kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

“Memutuskan menolak permohonan praperadilan yang diajukan oleh pemohon Erwin polin Marpaung melalui Kuasa hukumnya seluruhnya. Menyatakan proses penyidikan dan penetapan status tersangka oleh termohon Polda Sumatera Utara telah sesuai dengan kitab undang-undang hukum acara pidana,” ucap Morgan dihadapan kuasa pemohon Maya Manurung dan kuasa termohon Kompol Ramles Napitupulu dan AKP Mila Mufida.

Di luar sidang, Hakim Morgan mengatakan meskipun kedua pihak telah mengajukan saksi-saksi ahli baik saksi ahli pidana maupun perdata namun ia mengesampingkan keterangan saksi tersebut. Alasannya karena seluruh keterangan saksi sudah masuk ke materi pokok perkara.

“Kalau permohonan prapid itu, yang dibahas soal tata cara persidangan prapid. Sementara para saksi mengulas materi perkara. Jadi kalau soal materi perkara yang dibahas, sebaiknya dalam persidangan perkara itu saja nanti diulas,” ucap Morgan sembari mengatakan dalam kasus ini 2 alat bukti yang diajukan oleh pihak penyidik sudah cukup.

Sementara itu kuasa hukum pemohon Maya Manurung mengatakan, pihaknya keberatan dengan putusan hakim tunggal Morgan. Menurutnya putusan tersebut tidaklah tepat. “Kita keberatan dengan putusan itu, karena seharusnya hakim melihat bagaimana mungkin seseorang bisa ditahan sementara perbuatan yang dilakukan adalah perbuatan perdata,” ucap Maya usai sidang.

Sebelumnya kuasa hukum Polda Sumut, Kompol Ramles Napitupulu SH dan AKP Mila Mufida SH menyatakan, tindakan penyidik Polda Sumut dalam menetapkan status tersangka terhadap pemohon sudah dalam koridor hukum dan peraturan perundang-undangan.

Menurut Ramles dalam jawabannya, penetapan status tersangka terhadap pemohon dengan mengenakan pasal 368 KUHP pidana tentang pemerasan sudah sesuai dengan unsur-unsur pidananya. “Pada intinya pemohon tidak melakukan pekerjaan tetapi dia dibayar sebesar Rp141 Juta. Hal tersebut jadi jelas unsur pemerasannya sudah terbukti,” ucap Ramles seusai sidang.

Dalam permohonan gugatan pemohon dijelaskan, termohon telah melakukan tindakan-tindakan dan upaya paksa yang tidak sah menurut hukum. Penetapan pemohon sebagai tersangka oleh termohon akibat pengabaian fakta dan bukti serta regulasi yang berlaku oleh termohon. Penetapan termohon sebagai tersangka bertentangan dengan asas kepastian hukum.

“Kasus ini awalnya ketika pemilik barang berupa batu split atas nama D Moran alias Deny yang telah membongkar barang miliknya di dermaga Lantamal Belawan yang tidak sesuai dengan peruntukkannya. Seharusnya pemilik barang tersebut membongkar muatannya di pelabuhan yang diperuntukan untuk umum,” ucap pemohon melalui kuasa hukumnya Yudikasi Waruwu didampingi Maya Manurung dan Agam Iskranen Sandan.

Menurut Waruwu, sebelum penangkapan, pemohon yang juga Direktur PT Paramitra Cemerlang,  selaku penyedia jasa bongkar muat telah sepakat dengan D Moran alias Deny. Tarif biaya bongkar muat batu splite sekitar Rp 141 juta.

Setelah kata sepakat itu, lanjut Waruwu, Herbin bertemu dengan Oktavianus di D’Foffe, salah satu kafe di Kompleks Cemara Asri 3 Oktober 2016 sekitar pukul 16.30 WIB.

Pertemuan sesuai kesepakatan. D Moran melalui pesan Whatsapp menyuruh Oktavianus membayar semua biaya bongkar muat sesuai kesepakatan. Namun Oktavianus hanya menyerahkan uang Rp10 juta dan giro Rp30 juta.

Herbin menolak uang itu dan menunjukkan pesan Whatsapp D Moran yang berisi sudah menyerahkan uang Rp141 juta kepada Oktavianus. Kemudian Oktavianus bingung dan mendesak-desak agar Herbin menerimanya.

Sambil menunggu kemungkinan adanya negosiasi, Herbin mencoba mencari solusi dengan mengusulkan bagaimana kalau bayar Rp75 juta sebagai panjar, sedangkan sisanya dilunasi setelah barang tunai dibongkar muat.

Atas usulan itu, Oktavianus pamit mengambil uang. Lalu, 30 menit kemudian, ia kembali dengan membawa uang Rp75 juta. Saat Herbin menghitung uang dan Oktavianus membuat kwitansi, polisi datang menangkap Herbin.

Selanjutnya Herbin dibawa ke Polres Belawan dan ditetapkan sebagai tersangka. Setelah dilakukan gelar perkara, Herbin kemudian dibawa ke Poldasu dan ditetapkan sebagai tahanan.”Jadi ini murni urusan bisnis. Bukan dwelling time. Bukan pemerasan. Tapi laporan ke Presiden dan Kapolri dwelling time, sehingga warga sipil dikriminalisasi,” kata Waruwu.

Sementara itu, Dalam operasi tangkap tangan (OTT) pertama yang dilakukan Polda Sumut terhadap Herbin Polin Marpaung (HPM), Ketua Asosiasi Pengusaha Bongkar Muat Indonesia (APBMI) di Kafe D’Coffee Komplek Cemara Asri, Desa Sampali, Percut Seituan, Deliserdang pada Senin (3/10), berkas pemeriksaannya sudah dikirim ke Jaksa. Meski sempat mendapat tudingan salah tangkap lantaran polisi mengklaim HPM merupakan penyebab dwelling time, berkas pemeriksaannya tetap maju.

Dir Reskrimum Polda Sumut, Kombes Pol Nurfallah menyatakan, HPM ditangkap dalam OTT saat menerima uang Rp75 juta untuk membayar buruh tenaga kerja bongkar muat (TKBM) ini, duduk kasusnya dalam dugaan pemerasan.”Sejak dua minggu lalu sudah kami kirim berkasnya ke jaksa. Saat ini, masih menunggu petunjuk dari jaksa,” singkat Fallah.(gus/ted/ila)

 

Exit mobile version