25 C
Medan
Saturday, November 23, 2024
spot_img

Johan Pesan Tempat Tidur di Bengkel Las

MEDAN-Rudolf Benyamin Barus dari pihak swasta mengatakan dirinya diminta oleh Johan Winata mencarikan empat perusahaan untuk ikut dalam proyek pengadaan Alat Kesehatan (Alkes) Kedokteran di Dinas Kesehatan (Dinkes) Labuhanbatu Selatan (Labusel). Namun dirinya hanya bisa mencari dua perusahaan diantaranya CV Cahaya dan CV GMS. Tetapi, CV Cahaya yang tidak berpengalaman atas proyek kesehatan, dimenangkan dalam proyek itu.

“Saya dengan Johan Winata sudah berteman lama. Peran saya hanya diminta mencarikan perusahaan untuk ikut proyek itu. Tapi saya hanya bisa nyari dua perusahaan saja. Pengalaman CV Cahaya untuk pengadaan Alkes belum ada. Tapi Pak Winata sudah banyak,” kata Benyamin saat menjadi saksi, Senin (9/12) dalam persidangan Tindak Pidana Korupsi dan Tindak Pidana Pencucian Uang sebesar Rp12,275 miliar dari pengadaan Alkes Kedokteran di Dinkes Labusel dengan terdakwa Johan Winata selaku Direktur PT General Medical Supplier dan Johan Tancho selaku Wakil Direktur I CV Cahaya.

Dikatakan saksi Budi Jul Ashar diminta membuat penawaran CV Cahaya untuk ikut proyek itu. Dari mengurus proyek itu, kemudian, Johan Winata mentransfer uang total Rp75 juta secara bertahap ke rekening saksi. “Uang itu ditransfer Pak Winata untuk membuat penawaran. Kemudian Pak Johan Winata yang memperkenalkan saya dengan Johan Tancho. Sebenarnya Johan Tancho pernah minta nyarikan perusahaan juga sama saya. Jadi saya bilang nunggu perintah Bos (Johan Winata) lah,” jelasnya.

Menurut saksi, selanjutnya di CV Cahaya ada perubahan akta susunan pengurus. Dimana Fadel Harahap yang menjadi Dirut CV Cahaya. Dirinya sempat diminta Johan Winata mencarikan notaris. Pak Winata menelpon saya. Dia nanya kira-kira notaris yang saya kenal dimana? Belakangan, saat Andi Syahputra selaku Wakil Direktur II CV Cahaya meneken kontrak, baru saya tahu ada perubahan akta itu,” sebutnya.

Saksi yang berpengalaman mengurus tender ini mengaku pengadaan Alkes wajib mempunyai surat dari distributor resmi. Namun pengadaan Alkes Kedokteran di Dinkes Labusel ternyata tidak sesuai kontrak pekerjaan. Terdakwa Johan Winata selaku Direktur PT General Medical Supplier melakukan pengadaan barang seperti tempat tidur kesehatan bukan melalui distributor resmi. Melainkan menempahnya dari bengkel las.

“Saya tahunya dari Pak Johan Winata sendiri. Dia bilang tempat tidur tidak bisa di suplai dari Jakarta. Winata inisiatif sendiri mengambil barang itu dari distributor lain. Kalau masalah pengadaan tempat tidur ini memang selalu dialami banyak perusahaan. Karna dari distributor resmi nya itu tidak tersedia barang. Jadi tempat tidur itu di tempahkan oleh Johan Winata dari distributor lain,” kata Benyamin dihadapan majelis hakim.

Jaksa sempat mempertanyakan apakah terdakwa Johan Winata menempahkan tempat tidur itu di bengkel las, namun saksi mengaku tidak tahu. Setelah didesak, saksi mengaku dirinya mengetahui hal tersebut setelah pihak penyidik di Poldasu menunjukkan barang bukti. “Saya baru tahu dari penyidik kalau tempat tidur itu di tempah di bengkel las,” ucap saksi yang merupakan teman dekat Johan Winata itu.

Dia mengatakan selain tempat tidur, Johan Winata juga menempah stiker merek gromen yang kemudian di tempelkan di tempat tidur itu. Agar pengadaan tempat tidur kesehatan itu seolah-olah memang di peroleh dari distributor resmi. “Penyidik kepolisian juga menunjukkan bukti-bukti itu kepada saya,” bebernya. (far)

MEDAN-Rudolf Benyamin Barus dari pihak swasta mengatakan dirinya diminta oleh Johan Winata mencarikan empat perusahaan untuk ikut dalam proyek pengadaan Alat Kesehatan (Alkes) Kedokteran di Dinas Kesehatan (Dinkes) Labuhanbatu Selatan (Labusel). Namun dirinya hanya bisa mencari dua perusahaan diantaranya CV Cahaya dan CV GMS. Tetapi, CV Cahaya yang tidak berpengalaman atas proyek kesehatan, dimenangkan dalam proyek itu.

“Saya dengan Johan Winata sudah berteman lama. Peran saya hanya diminta mencarikan perusahaan untuk ikut proyek itu. Tapi saya hanya bisa nyari dua perusahaan saja. Pengalaman CV Cahaya untuk pengadaan Alkes belum ada. Tapi Pak Winata sudah banyak,” kata Benyamin saat menjadi saksi, Senin (9/12) dalam persidangan Tindak Pidana Korupsi dan Tindak Pidana Pencucian Uang sebesar Rp12,275 miliar dari pengadaan Alkes Kedokteran di Dinkes Labusel dengan terdakwa Johan Winata selaku Direktur PT General Medical Supplier dan Johan Tancho selaku Wakil Direktur I CV Cahaya.

Dikatakan saksi Budi Jul Ashar diminta membuat penawaran CV Cahaya untuk ikut proyek itu. Dari mengurus proyek itu, kemudian, Johan Winata mentransfer uang total Rp75 juta secara bertahap ke rekening saksi. “Uang itu ditransfer Pak Winata untuk membuat penawaran. Kemudian Pak Johan Winata yang memperkenalkan saya dengan Johan Tancho. Sebenarnya Johan Tancho pernah minta nyarikan perusahaan juga sama saya. Jadi saya bilang nunggu perintah Bos (Johan Winata) lah,” jelasnya.

Menurut saksi, selanjutnya di CV Cahaya ada perubahan akta susunan pengurus. Dimana Fadel Harahap yang menjadi Dirut CV Cahaya. Dirinya sempat diminta Johan Winata mencarikan notaris. Pak Winata menelpon saya. Dia nanya kira-kira notaris yang saya kenal dimana? Belakangan, saat Andi Syahputra selaku Wakil Direktur II CV Cahaya meneken kontrak, baru saya tahu ada perubahan akta itu,” sebutnya.

Saksi yang berpengalaman mengurus tender ini mengaku pengadaan Alkes wajib mempunyai surat dari distributor resmi. Namun pengadaan Alkes Kedokteran di Dinkes Labusel ternyata tidak sesuai kontrak pekerjaan. Terdakwa Johan Winata selaku Direktur PT General Medical Supplier melakukan pengadaan barang seperti tempat tidur kesehatan bukan melalui distributor resmi. Melainkan menempahnya dari bengkel las.

“Saya tahunya dari Pak Johan Winata sendiri. Dia bilang tempat tidur tidak bisa di suplai dari Jakarta. Winata inisiatif sendiri mengambil barang itu dari distributor lain. Kalau masalah pengadaan tempat tidur ini memang selalu dialami banyak perusahaan. Karna dari distributor resmi nya itu tidak tersedia barang. Jadi tempat tidur itu di tempahkan oleh Johan Winata dari distributor lain,” kata Benyamin dihadapan majelis hakim.

Jaksa sempat mempertanyakan apakah terdakwa Johan Winata menempahkan tempat tidur itu di bengkel las, namun saksi mengaku tidak tahu. Setelah didesak, saksi mengaku dirinya mengetahui hal tersebut setelah pihak penyidik di Poldasu menunjukkan barang bukti. “Saya baru tahu dari penyidik kalau tempat tidur itu di tempah di bengkel las,” ucap saksi yang merupakan teman dekat Johan Winata itu.

Dia mengatakan selain tempat tidur, Johan Winata juga menempah stiker merek gromen yang kemudian di tempelkan di tempat tidur itu. Agar pengadaan tempat tidur kesehatan itu seolah-olah memang di peroleh dari distributor resmi. “Penyidik kepolisian juga menunjukkan bukti-bukti itu kepada saya,” bebernya. (far)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/