25 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Penerapan Regulasi Rekrutmen PPPK Belum Berjalan di Pemprovsu

.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Pemerintah Provinsi Sumatera Utara belum melakukan pemetaan paskaterbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).

“Regulasi itu belum ada apa-apa (diterapkan). Kita belum mapping (petakan) dan belum ada instansi yang mengajukan untuk itu,” kata Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Setdaprovsu, Kaiman Turnip menjawab Sumut Pos, Kamis (10/1)

Menurut Kaiman, regulasi dimaksud nantinya diserahkan kepada kementerian/lembaga yang memang dimungkinkan merekrut pegawai pemerintah dengan sistem perjanjian kerja. Ia juga menegaskan terkhusus di lingkungan Pemprovsu, penerapan atas regulasi itu memang belum ada alias belum berjalan.

“Jadi gak ada lagi harus menunggu juknis maupun juklak. Seperti yang saya katakan tadi, aturan ini dimungkinkan bagi kementerian atau lembaga yang ingin merekrut pegawai pemerintah memakai pola perjanjian kerja,” katanya.

Penerapan PPPK ini, sambung dia, akan berlaku di suatu instansi atau organisasi perangkat daerah apabila tidak ada yang dipersyaratkan untuk suatu jabatan tertentu. Sebagai contoh, sebutnya, di BKD Setdaprovsu tidak ada dokter psikologi klinis, maka pihaknya bisa melakukan perekrutan untuk PPPK pada posisi atau jabatan dimaksud. “Contoh lain misalkan di Bappeda tidak ada sarjana planologi dan lainnya untuk pemetaan, maka disitu dicarilah (direkrut) melalui sistem PPPK,” katanya.

Menyikapi penolakan keras Forum Honorer Sumut atas PP 49/2018 ini, Kaiman menyebut bahwa komunitas tersebut belum memahami secara utuh regulasi yang ditandatangani langsung Presiden Joko Widodo itu. “Silahkan saja kalau memang mereka mau protes. Kami maklum mungkin mereka gak ngerti mekanisme PPPK itu. Menjadi PPPK itu adalah orang-orang yang kompeten menduduki bidang masing-masing, bukan hanya menjadi guru,” ungkapnya.

Sebelumnya, Andi Subakti selaku Ketua Forum Honorer Sumut mengatakan berdasarkan telaah yang mereka lakukan, PP tersebut sama sekali tidak menjadi solusi bagi honorer K2, tapi malah sebaliknya menambah masalah bagi honorer K2.

“Harapan Presiden Jokowi agar PP 49 Tahun 2018 ini bisa menuntaskan masalah honorer di Indonesia, jauh api dari panggang,” katanya.

Menurutnya pemerintah tampaknya tidak benar-benar ingin menuntaskan masalah honorer. Ini terbukti dengan terbitnya PP 49/2018 ini. Di dalam PP tersebut, kata Andi, PPPK ini hanya menampung dua jenis posisi pekerjaan yakni, pekerjaan bagi pejabat tinggi dan pejabat fungsional. Pejabat fungsional ini seperti guru, pengawas penyuluh dan lainnya.

“Dengan begitu, secara otomatis mereka tidak bisa diangkat menjadi PPPK. Sementara honorer yang ada di Indonesia inikan ada yang tenaga teknis juga. Jadi dengan PPPK ini, pegawai-pegawai honor tenaga teknis di OPD, kantor-kantor camat, statusnya ilegal, karena tidak diatur dalam PP 49/2018,” ungkapnya.

Diberitakan, PP No.49/2018 tentang PPPK resmi dirilis. Regulasi baru ini diharapkan agar tidak ada lagi proses rekrutmen tenaga honorer dalam bentuk apapun. Dalam PP tersebut, Presiden Jokowi meminta agar instansi terkait memastikan skema kebijakan PPPK dapat diterima semua kalangan. “Dengan skema PPPK, saya tegaskan kepada seluruh instansi pusat dan daerah bahwa rekrutmen tenaga honorer tidak boleh lagi dilakukan dalam bentuk apapun,” ujar Jokowi.

Presiden menuturkan bahwa aturan ini membuka peluang seleksi dan pengangkatan bagi berbagai kalangan profesional, termasuk tenaga honorer yang telah melampaui batas usia pelamar PNS, untuk menjadi ASN dengan status PPPK.

Ia juga berpesan bahwa PPPK secara prinsip rekrutmennya, harus berjalan bagus, profesional, dan memiliki kualitas yang baik. (prn/ila)

.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Pemerintah Provinsi Sumatera Utara belum melakukan pemetaan paskaterbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).

“Regulasi itu belum ada apa-apa (diterapkan). Kita belum mapping (petakan) dan belum ada instansi yang mengajukan untuk itu,” kata Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Setdaprovsu, Kaiman Turnip menjawab Sumut Pos, Kamis (10/1)

Menurut Kaiman, regulasi dimaksud nantinya diserahkan kepada kementerian/lembaga yang memang dimungkinkan merekrut pegawai pemerintah dengan sistem perjanjian kerja. Ia juga menegaskan terkhusus di lingkungan Pemprovsu, penerapan atas regulasi itu memang belum ada alias belum berjalan.

“Jadi gak ada lagi harus menunggu juknis maupun juklak. Seperti yang saya katakan tadi, aturan ini dimungkinkan bagi kementerian atau lembaga yang ingin merekrut pegawai pemerintah memakai pola perjanjian kerja,” katanya.

Penerapan PPPK ini, sambung dia, akan berlaku di suatu instansi atau organisasi perangkat daerah apabila tidak ada yang dipersyaratkan untuk suatu jabatan tertentu. Sebagai contoh, sebutnya, di BKD Setdaprovsu tidak ada dokter psikologi klinis, maka pihaknya bisa melakukan perekrutan untuk PPPK pada posisi atau jabatan dimaksud. “Contoh lain misalkan di Bappeda tidak ada sarjana planologi dan lainnya untuk pemetaan, maka disitu dicarilah (direkrut) melalui sistem PPPK,” katanya.

Menyikapi penolakan keras Forum Honorer Sumut atas PP 49/2018 ini, Kaiman menyebut bahwa komunitas tersebut belum memahami secara utuh regulasi yang ditandatangani langsung Presiden Joko Widodo itu. “Silahkan saja kalau memang mereka mau protes. Kami maklum mungkin mereka gak ngerti mekanisme PPPK itu. Menjadi PPPK itu adalah orang-orang yang kompeten menduduki bidang masing-masing, bukan hanya menjadi guru,” ungkapnya.

Sebelumnya, Andi Subakti selaku Ketua Forum Honorer Sumut mengatakan berdasarkan telaah yang mereka lakukan, PP tersebut sama sekali tidak menjadi solusi bagi honorer K2, tapi malah sebaliknya menambah masalah bagi honorer K2.

“Harapan Presiden Jokowi agar PP 49 Tahun 2018 ini bisa menuntaskan masalah honorer di Indonesia, jauh api dari panggang,” katanya.

Menurutnya pemerintah tampaknya tidak benar-benar ingin menuntaskan masalah honorer. Ini terbukti dengan terbitnya PP 49/2018 ini. Di dalam PP tersebut, kata Andi, PPPK ini hanya menampung dua jenis posisi pekerjaan yakni, pekerjaan bagi pejabat tinggi dan pejabat fungsional. Pejabat fungsional ini seperti guru, pengawas penyuluh dan lainnya.

“Dengan begitu, secara otomatis mereka tidak bisa diangkat menjadi PPPK. Sementara honorer yang ada di Indonesia inikan ada yang tenaga teknis juga. Jadi dengan PPPK ini, pegawai-pegawai honor tenaga teknis di OPD, kantor-kantor camat, statusnya ilegal, karena tidak diatur dalam PP 49/2018,” ungkapnya.

Diberitakan, PP No.49/2018 tentang PPPK resmi dirilis. Regulasi baru ini diharapkan agar tidak ada lagi proses rekrutmen tenaga honorer dalam bentuk apapun. Dalam PP tersebut, Presiden Jokowi meminta agar instansi terkait memastikan skema kebijakan PPPK dapat diterima semua kalangan. “Dengan skema PPPK, saya tegaskan kepada seluruh instansi pusat dan daerah bahwa rekrutmen tenaga honorer tidak boleh lagi dilakukan dalam bentuk apapun,” ujar Jokowi.

Presiden menuturkan bahwa aturan ini membuka peluang seleksi dan pengangkatan bagi berbagai kalangan profesional, termasuk tenaga honorer yang telah melampaui batas usia pelamar PNS, untuk menjadi ASN dengan status PPPK.

Ia juga berpesan bahwa PPPK secara prinsip rekrutmennya, harus berjalan bagus, profesional, dan memiliki kualitas yang baik. (prn/ila)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/