24.6 C
Medan
Sunday, January 19, 2025

Kembali Layani Rute Jakarta-Silangit, Garuda Siapkan Boeing Gede

knaviation.net
KABIN PESAWAT: Kabin pesawat Boeing 737 800 berkapasitas 162 penumpang. Maskapai Garuda Indonesia menyiapkan pesawat Boeing 737 800 untuk melayani rute Bandara Soekarno-Hatta-Bandara Silangit, dalam waktu dekat.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Sempat menutup rute penerbangannya ke Silangit Internasional Airport, Kabupaten Tapanuli Utara (Taput) per 13 Januari 2019 lalu, maskapai penerbangan nasional Garuda Indonesia akan kembali melayani rute Bandara Soekarno-Hatta ke Bandara Silangit. Kali ini, pesawat yang disiapkan lebih gede dari sebelumnya.

“PENUTUPAN kemarin itu hanya sementara, sifatnya technical operasional. Lagipula, kita sudah lama buka rute ke Silangit, persisnya sejak tahun 2016 lalu,” ucap Vice President Corporate Secretary Garuda Indonesia, Ikhsan Rosan kepada Sumut Pos, Minggu (10/2).

Tidak tanggung-tanggung, manajemen Garuda Indonesia Airlines akan melayani penumpang Silangit-Jakarta dengan pesawat jenis Boeing 737 800 berkapasitas 162 penumpang. Kapasitas ini lebih besar dibanding pesawat Bombardier CRJ-1000 berkapasitas 96 penumpang, yang sebelumnya melayani rute ini.

“Ya pesawat lebih besar, Boeing 737 800. Kita mengecek seluruh aspek. Untuk pesawat besar, kita perlu persiapan-persiapan,” sebut Ikhsan.

Ia mengatakan, secara bisnis aktivitas penumpang rute Jakarta-Silangit sangat bagus. Apalagi maskapai Garuda juga melayani masyarakat sekitar Kabupaten Taput, termasuk wisatawan yang akan berkunjung ke kawasan wisata Danau Toba.

“Kalau ke Medan ‘kan jauh. Kalau ke Sibolga, perlu beberapa jam lagi. Nah, kita mencakup wilayah Tapanuli sekitarnya, dan lebih dekat ke kawasan Danau Toba,” pungkasnya.

Direktur Utama (Dirut) Badan Pelaksana Otoritas Danau Toba (BPODT), Arie Prasetyo, menyambut baik penerbangan pesawat Garuda Indonesia dengan pesawat berdaya angkut penumpang lebih besar. “Pastinya, akan memberikan pelayanan baik kepada penumpang dan wisatawan ke Danau Toba,” ucap Arie.

Wisatawan Butuh Food Halal

Sementara itu, terkait perkembangan fasilitas wisata di kawasan Danau Toba, saat ini terdapat 102 hotel yang beroperasi. Namun dari jumlah itu, belum satupun hotel yang berstatus bintang 5. Kebanyakan hotel berbintang 3 dan 4. Karena itu, pemerintah pusat berencana menjaring investor untuk membangun 7 hotel mewah berbintang 5 pada tahun ini.

“Tahun ini kuartal ketiga, akan ada ground breaking tujuh hotel berbintang di kawasan otorita Danau Toba. Sekarang investor sedang melengkapi dokumennya,” ucap Direktur Pemasaran Badan Pelaksana Otorita Danau Toba (BPODT), Basar Simanjuntak, Sabtu (9/2).

Basar menilai, Danau Toba sudah selayaknya memiliki hotel berstandar internasional atau berbintang 5. Karena, wisatawan asing (wisman) lebih suka menginap di hotel berbintang 5, dengan fasilitas sesuai dengan kebutuhan turis asing tersebut.

“Kami sangat mengapresiasi rencana pembangunan hotel-hotel berbintang tersebut, berangkat dari pengalaman melakukan promosi pariwisata ke dunia internasional,” ucap Basar.

Ia menjelaskan, hotel berbintang 5 sudah menjadi kebutuhan yang harus dipenuhi, untuk menarik kunjungan wisman ke danau vulkanik terbesar di Asia ini. “Belum lama ini saya ketemu wisatawan-wisatawan Malaysia. Mereka hari pertama akan ke Parapat. Tetapi hari kedua dan ketiga, mereka memilih ke Simalem Resort yang bintang empat,” kata Basar.

Selain itu, kebutuhan beragam kuliner khas lokal dengan sajian halal atau Food Halal, juga dinilai urgen. Karena wisman yang berkunjung ke Danau Toba didominasi turis Malaysia.

“Pastinya, ketersediaan kuliner sehat, bersih, dan halal, menjadi sesuatu yang sangat penting dalam penyelenggaraan setiap event pariwisata,” jelas Basar.

Untuk itu, kuliner halal akan terus digalakkan BPODT dalam menggelar berbagai event pariwisata di kawasan Danau Toba, sekali dua minggu. Event yang baru digelar yakni Lake Toba Chinese New Year Splendor di Pantai Bebas, Parapat pada 6-9 Februari 2019.

“Kuliner akan menjadi perhatian kami dalam setiap event. Bukan hanya dari nusantara, juga membuka pintu hadirnya kuliner-kuliner dari dunia internasional dalam pelaksanaan setiap even,” sebut Basar.

Menurut Basar, terobosan kuliner ini merupakan salah satu kebaruan yang digagas BPODT pada tahun ini dalam pengembangan pariwisata Danau Toba. “Belum lama ini saya bertemu dengan beberapa wisatawan Malaysia. Mereka sudah tahu dan pernah datang ke Parapat 30 tahun lalu. Dan setelah sekian lama, mereka datang lagi karena mendengar sudah ada yang baru dan banyak yang mulai dibangun. Mereka tahunya dari media massa, media sosial dan blog-blog. Padahal ini baru dimulai, masih pemanasan. Tetapi mereka melihat ada perubahan,” pungkas Basar.

Monkey Forest Jadi Wisata Unggulan

Selain membenahi hotel dan kuliner halal, Monkey Forest diprediksi menjadi salah satu geosite unggulan di Danau Toba. Monyet-monyet dari Monkey Forest Sibaganding itu kerap terlihat di pinggir jalan menuju Parapat, Kabupaten Simalungun.

Jika datang sekarang, kondisinya memang sedikit memprihatinkan. Tidak tertata dengan apik seperti Monkey Forest di Ubud, Bali.

Nama Monkey Forest belum sepopuler tempat wisata lain sekelas Batu Gantung, Tomok di Samosir, ataupun Air terjun Sipiso-piso di Karo. Padahal wisata monyet ini sudah ada sejak era 1980-an.

Kementerian Pariwisata lewat Badan Pelaksana Otorita Danau Toba (BPODT) berencana akan kembali mempopulerkan Monkey Forest ini. Kawasan ini juga menjadi fokus pembangunan kawasan akan direvitalisasi. “Akan kita re-branding. Masuk dalam program tahun ini. Master plan-nya sudah ada,” ujar Direktur Utama BPODT Arie Prasetyo, Minggu (10/2).

Menurutnya, saat ini kementerian terus menggenjot pembangunan di Danau Toba. Apalagi sudah masuk menjadi satu dari sepuluh Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN).

Pembangunannya mulai dari fisik hingga sistem tata kelola lokasi wisata. Keduanya perlu dilakukan secara beriringan sehingga begitu pembangunan fisik selesai, lokasi tersebut sudah memiliki sistem manajemen pengelolaan dan dapat langsung menerima kunjungan wisatawan.

Terkait dengan pembangunan fisik, BPODT sepertinya tidak terlalu menemui kendala. Meski Arie belum dapat merinci jumlah alokasi dana yang tersedia, tetapi dia memastikan bahwa kebutuhan biaya untuk pembangunan fisiknya sudah dianggarkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK)

Perhatian lebih besar lebih dibutuhkan dalam pembuatan sistem manajemen pengelolaan yang dapat menjamin keberlangsungan lokasi wisata tersebut. Dalam hal ini, selain KLHK, BPODT serta pihak keluarga yang mendiami lokasi itu, Arie meyakini cara terbaik adalah dengan ikut melibatkan Pemprov Sumut dan Pemkab Simalungun.

“Tinggal bagaimana mencari formulasi yang tepat untuk membatasi tugas dan fungsi masing-masing pihak,” ujarnya.

Wisata atraktif memang perlu terus dikembangkan di kawasan Danau Toba. Karena memang itu yang dinilai masih minim. Bila dikemas dengan baik monkey forest bisa menjadi lokasi wisata atraktif tanpa membutuhkan biaya pengembangan yang besar.

Parapat Monkey Forest dapat meniru Mandala Suci Wenara Wana atau Monkey Forest Ubud. Sebuah tempat cagar alam dan kompleks candi di desa Padangtegal Ubud, Bali, yang mempunyai kurang lebih 749 ekor monyet ekor panjang.

Di Ubud, manajemennya sudah terbilang bagus. Sehingga masyarakat juga yang menerima dampak ekonominya. Mulai dari tiket masuk, penjualan suvenir, hingga biaya pemeliharaan fasilitas semuanya bisa ditanggulangi.

Parapat Monkey Forest sebenarnya didiami jumlah monyet jauh lebih banyak dari di Ubud. KLHK mencatat tempat itu menjadi kawasan bernaung 13 kelompok Kera, Beruk dan Siamang. Satu kelompok terdiri dari sekitar 100 ekor dan di dalam setiap kelompok terdapat 5 ekor babon (induk) atau sebagai pemimpin kelompok.

Ketika pengunjung datang langsung dimanjakan dengan suasana hutan lindung yang masih sangat asri. Udaranya begitu segar.

Lalu seorang pawang meniup sebuah terompet dari tanduk kerbau. Tujuannya memanggil monyet-monyet yang ada di hutan.

Selang sesaat, kelompok beruk datang. Sang pawang dan pengunjung bisa memberi makan dengan kacang atau pun pisang yang sudah disediakan. Lalu sang pawang kembali meniup terompet. Memanggil kawanan kera berekor panjang.

Ini yang bisa menjadi atraksi sekaligus edukasi. Langkah pelestarian monkey forest ini juga mengurangi populasi monyet yang turun ke jalan. (gus/yugo/jpc)

knaviation.net
KABIN PESAWAT: Kabin pesawat Boeing 737 800 berkapasitas 162 penumpang. Maskapai Garuda Indonesia menyiapkan pesawat Boeing 737 800 untuk melayani rute Bandara Soekarno-Hatta-Bandara Silangit, dalam waktu dekat.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Sempat menutup rute penerbangannya ke Silangit Internasional Airport, Kabupaten Tapanuli Utara (Taput) per 13 Januari 2019 lalu, maskapai penerbangan nasional Garuda Indonesia akan kembali melayani rute Bandara Soekarno-Hatta ke Bandara Silangit. Kali ini, pesawat yang disiapkan lebih gede dari sebelumnya.

“PENUTUPAN kemarin itu hanya sementara, sifatnya technical operasional. Lagipula, kita sudah lama buka rute ke Silangit, persisnya sejak tahun 2016 lalu,” ucap Vice President Corporate Secretary Garuda Indonesia, Ikhsan Rosan kepada Sumut Pos, Minggu (10/2).

Tidak tanggung-tanggung, manajemen Garuda Indonesia Airlines akan melayani penumpang Silangit-Jakarta dengan pesawat jenis Boeing 737 800 berkapasitas 162 penumpang. Kapasitas ini lebih besar dibanding pesawat Bombardier CRJ-1000 berkapasitas 96 penumpang, yang sebelumnya melayani rute ini.

“Ya pesawat lebih besar, Boeing 737 800. Kita mengecek seluruh aspek. Untuk pesawat besar, kita perlu persiapan-persiapan,” sebut Ikhsan.

Ia mengatakan, secara bisnis aktivitas penumpang rute Jakarta-Silangit sangat bagus. Apalagi maskapai Garuda juga melayani masyarakat sekitar Kabupaten Taput, termasuk wisatawan yang akan berkunjung ke kawasan wisata Danau Toba.

“Kalau ke Medan ‘kan jauh. Kalau ke Sibolga, perlu beberapa jam lagi. Nah, kita mencakup wilayah Tapanuli sekitarnya, dan lebih dekat ke kawasan Danau Toba,” pungkasnya.

Direktur Utama (Dirut) Badan Pelaksana Otoritas Danau Toba (BPODT), Arie Prasetyo, menyambut baik penerbangan pesawat Garuda Indonesia dengan pesawat berdaya angkut penumpang lebih besar. “Pastinya, akan memberikan pelayanan baik kepada penumpang dan wisatawan ke Danau Toba,” ucap Arie.

Wisatawan Butuh Food Halal

Sementara itu, terkait perkembangan fasilitas wisata di kawasan Danau Toba, saat ini terdapat 102 hotel yang beroperasi. Namun dari jumlah itu, belum satupun hotel yang berstatus bintang 5. Kebanyakan hotel berbintang 3 dan 4. Karena itu, pemerintah pusat berencana menjaring investor untuk membangun 7 hotel mewah berbintang 5 pada tahun ini.

“Tahun ini kuartal ketiga, akan ada ground breaking tujuh hotel berbintang di kawasan otorita Danau Toba. Sekarang investor sedang melengkapi dokumennya,” ucap Direktur Pemasaran Badan Pelaksana Otorita Danau Toba (BPODT), Basar Simanjuntak, Sabtu (9/2).

Basar menilai, Danau Toba sudah selayaknya memiliki hotel berstandar internasional atau berbintang 5. Karena, wisatawan asing (wisman) lebih suka menginap di hotel berbintang 5, dengan fasilitas sesuai dengan kebutuhan turis asing tersebut.

“Kami sangat mengapresiasi rencana pembangunan hotel-hotel berbintang tersebut, berangkat dari pengalaman melakukan promosi pariwisata ke dunia internasional,” ucap Basar.

Ia menjelaskan, hotel berbintang 5 sudah menjadi kebutuhan yang harus dipenuhi, untuk menarik kunjungan wisman ke danau vulkanik terbesar di Asia ini. “Belum lama ini saya ketemu wisatawan-wisatawan Malaysia. Mereka hari pertama akan ke Parapat. Tetapi hari kedua dan ketiga, mereka memilih ke Simalem Resort yang bintang empat,” kata Basar.

Selain itu, kebutuhan beragam kuliner khas lokal dengan sajian halal atau Food Halal, juga dinilai urgen. Karena wisman yang berkunjung ke Danau Toba didominasi turis Malaysia.

“Pastinya, ketersediaan kuliner sehat, bersih, dan halal, menjadi sesuatu yang sangat penting dalam penyelenggaraan setiap event pariwisata,” jelas Basar.

Untuk itu, kuliner halal akan terus digalakkan BPODT dalam menggelar berbagai event pariwisata di kawasan Danau Toba, sekali dua minggu. Event yang baru digelar yakni Lake Toba Chinese New Year Splendor di Pantai Bebas, Parapat pada 6-9 Februari 2019.

“Kuliner akan menjadi perhatian kami dalam setiap event. Bukan hanya dari nusantara, juga membuka pintu hadirnya kuliner-kuliner dari dunia internasional dalam pelaksanaan setiap even,” sebut Basar.

Menurut Basar, terobosan kuliner ini merupakan salah satu kebaruan yang digagas BPODT pada tahun ini dalam pengembangan pariwisata Danau Toba. “Belum lama ini saya bertemu dengan beberapa wisatawan Malaysia. Mereka sudah tahu dan pernah datang ke Parapat 30 tahun lalu. Dan setelah sekian lama, mereka datang lagi karena mendengar sudah ada yang baru dan banyak yang mulai dibangun. Mereka tahunya dari media massa, media sosial dan blog-blog. Padahal ini baru dimulai, masih pemanasan. Tetapi mereka melihat ada perubahan,” pungkas Basar.

Monkey Forest Jadi Wisata Unggulan

Selain membenahi hotel dan kuliner halal, Monkey Forest diprediksi menjadi salah satu geosite unggulan di Danau Toba. Monyet-monyet dari Monkey Forest Sibaganding itu kerap terlihat di pinggir jalan menuju Parapat, Kabupaten Simalungun.

Jika datang sekarang, kondisinya memang sedikit memprihatinkan. Tidak tertata dengan apik seperti Monkey Forest di Ubud, Bali.

Nama Monkey Forest belum sepopuler tempat wisata lain sekelas Batu Gantung, Tomok di Samosir, ataupun Air terjun Sipiso-piso di Karo. Padahal wisata monyet ini sudah ada sejak era 1980-an.

Kementerian Pariwisata lewat Badan Pelaksana Otorita Danau Toba (BPODT) berencana akan kembali mempopulerkan Monkey Forest ini. Kawasan ini juga menjadi fokus pembangunan kawasan akan direvitalisasi. “Akan kita re-branding. Masuk dalam program tahun ini. Master plan-nya sudah ada,” ujar Direktur Utama BPODT Arie Prasetyo, Minggu (10/2).

Menurutnya, saat ini kementerian terus menggenjot pembangunan di Danau Toba. Apalagi sudah masuk menjadi satu dari sepuluh Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN).

Pembangunannya mulai dari fisik hingga sistem tata kelola lokasi wisata. Keduanya perlu dilakukan secara beriringan sehingga begitu pembangunan fisik selesai, lokasi tersebut sudah memiliki sistem manajemen pengelolaan dan dapat langsung menerima kunjungan wisatawan.

Terkait dengan pembangunan fisik, BPODT sepertinya tidak terlalu menemui kendala. Meski Arie belum dapat merinci jumlah alokasi dana yang tersedia, tetapi dia memastikan bahwa kebutuhan biaya untuk pembangunan fisiknya sudah dianggarkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK)

Perhatian lebih besar lebih dibutuhkan dalam pembuatan sistem manajemen pengelolaan yang dapat menjamin keberlangsungan lokasi wisata tersebut. Dalam hal ini, selain KLHK, BPODT serta pihak keluarga yang mendiami lokasi itu, Arie meyakini cara terbaik adalah dengan ikut melibatkan Pemprov Sumut dan Pemkab Simalungun.

“Tinggal bagaimana mencari formulasi yang tepat untuk membatasi tugas dan fungsi masing-masing pihak,” ujarnya.

Wisata atraktif memang perlu terus dikembangkan di kawasan Danau Toba. Karena memang itu yang dinilai masih minim. Bila dikemas dengan baik monkey forest bisa menjadi lokasi wisata atraktif tanpa membutuhkan biaya pengembangan yang besar.

Parapat Monkey Forest dapat meniru Mandala Suci Wenara Wana atau Monkey Forest Ubud. Sebuah tempat cagar alam dan kompleks candi di desa Padangtegal Ubud, Bali, yang mempunyai kurang lebih 749 ekor monyet ekor panjang.

Di Ubud, manajemennya sudah terbilang bagus. Sehingga masyarakat juga yang menerima dampak ekonominya. Mulai dari tiket masuk, penjualan suvenir, hingga biaya pemeliharaan fasilitas semuanya bisa ditanggulangi.

Parapat Monkey Forest sebenarnya didiami jumlah monyet jauh lebih banyak dari di Ubud. KLHK mencatat tempat itu menjadi kawasan bernaung 13 kelompok Kera, Beruk dan Siamang. Satu kelompok terdiri dari sekitar 100 ekor dan di dalam setiap kelompok terdapat 5 ekor babon (induk) atau sebagai pemimpin kelompok.

Ketika pengunjung datang langsung dimanjakan dengan suasana hutan lindung yang masih sangat asri. Udaranya begitu segar.

Lalu seorang pawang meniup sebuah terompet dari tanduk kerbau. Tujuannya memanggil monyet-monyet yang ada di hutan.

Selang sesaat, kelompok beruk datang. Sang pawang dan pengunjung bisa memberi makan dengan kacang atau pun pisang yang sudah disediakan. Lalu sang pawang kembali meniup terompet. Memanggil kawanan kera berekor panjang.

Ini yang bisa menjadi atraksi sekaligus edukasi. Langkah pelestarian monkey forest ini juga mengurangi populasi monyet yang turun ke jalan. (gus/yugo/jpc)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/