MEDAN, SUMUTPOS.CO โ Lembaga Advokasi dan Perlindungan Konsumen (LAPK) bersama Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mendesak Pemerintah agar Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK) segera diterapkan cukainya.
Hal ini disampaikan Bidang Penelitian YLKI, Rafika Zulfa didampingi Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi, Ketua LAPK, Padian Adi S Siregar kepada sejumlah wartawan, usai menggelar Focus Group Discussion (FGD) Trainning, dengan tema, โMembuat Peta Jalan dari Earmarking Cukai MBDKโ, di Hotel Le Polonia Medan, Selasa (11/2) sore.
โYLKI dan koalisi di Jakarta ada menemukan fakta dan telah mengadvokasi terkait penerapan cukai MBDK ini. Kami sudah berkoalisi sejak dua tahun lalu. Kegiatan ini paralel dan sudah yang ketiga, karena tahun lalu sudah melakukan survei dengan mitra daerah,โ ujarnya.
Pihaknya juga sudah melakukan edukasi serta sosialisasi, kemudian telah melakukan FGD dengan Pemerintah Daerah (Pemda) untuk membuat perpanjangan terkait bea cukai MBDK.
โKami juga sudah melibatkan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Medan, Bea Cukai, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Medan dan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLHI),โ ungkapnya.
Ia berharap, hal ini agar bisa lebih spesifik membahas dan mengawal earmarking dari cukai MBDK ini supaya tepat sasaran.
โKita belajar dari kejadian cukai tembakau, bahwa cukai dari rokok ini, kok pendapatan justru kelihatannya sasaran tidak tepat. Ke depannya kami juga berharap bisa lebih baik, masih banyak kok yang bisa didanai, seperti di Dinkes bisa diarahkan ke pembelian skrining ke penyakit tertentu. Seperti itulah tujuannya,โ bebernya.
Rafika juga meminta agar Pemda dapat berperan aktif untuk menyuarakan ke pusat, sebab jumlah minuman berpemanis ini jumlahnya banyak sekali.
โDari hasil survei, mayoritas pengonsumsi adalah anak-anak, sehingga awalnya masyarakat menolak akhirnya setuju dengan sosialisasi ini, karena demi menyelamatkan anak bangsa,โ tegasnya.
Apalagi, menurut Rafika, Medan adalah tingkat konsumsi yang tertinggi untuk MBDK tersebut, tetapi enggan untuk skrining.
โKami telah melakukan survei ke Posyandu dan Puskesmas malah sepi peminatnya. Masyarakat kita cenderung mengubah kebiasaannya jika dipaksa dengan sebuah kebijakan fiskal,โ pungkasnya. (dwi/han)