MEDAN, SUMUTPOS.CO – Kabar duka tersebut diketahui melalui media sosial @nisaabilla yang menuliskan “Inna lillahi wa inna ilaihi raaji’un Telah berpulang ke Rahmatullah anak kami Khayra Hanifah Al Magfirah pagi ini pukul 07:40. Alamat rumah duka Jl Jangka Gg. Sehat No 44C. Mohon doanya agar anak kami Husnul Khatimah,” tulisnya dalam media sosial tersebut.
Seperti diketahui, bayi tersebut bukan hanya sempat ‘dicovidkan’ oleh pihak RS, tapi bayi tersebut juga meninggal setelah tidak mendapatkan perawatan dari pihak RSUD Pirngadi. Pasalnya, bayi yang didiagnosa tidak bisa buang air besar tersebut tidak jadi dioperasi oleh pihak RS dengan berbagai alasan, sehingga pihak keluarga terpaksa membawanya pulang dan merawatnya secara mandiri hingga meninggal dunia.
Annisa, orangtua bayi idak terima anak keduanya itu didiagnosis positif Covid-19. Apalagi, pemeriksaan rapid test terhadap anaknya tidak ada konfirmasi sebelumnya, tetapi dinyatakan reaktif. Sebab, sebelum dibawa ke RSUD dr Pirngadi Medan telah dinyatakan negatif Covid-19 usai dilakukan swab test di RS Stella Maris.
“Dokter bilang, ibu dari hasil rapid test anak ini bahwasanya reaktif Covid-19. Di situ puncaknya mulai kita ribut dengan rumah sakit, dari mana jalannya anak saya Covid-19. Saya sebelum masuk rumah sakit itu (Pirngadi), pertama kali di RS Stella Maris dan anak saya di-swab dengan hasil negatif,” ungkapnya.
Annisa merasa sangat kecewa dengan pelayanan di rumah sakit milik Pemko Medan tersebut. Terlebih, operasi anaknya batal dilakukan karena tidak ada stok selang infus untuk digunakan di pembuluh dara vena. “Para tim medis menjelaskan kepada saya, bahwasanya mohon maaf anak ibu tidak jadi dilakukan operasinya karena infusnya tidak jalan secara normal karena ada bengkak dan obatnya itu tidak masuk ke dalam infus tersebut. Sebab kalau dioperasi itu infusnya harus jalan secara normal. Jadi, harus dimasukkan melalui (pembuluh darah) vena besar (di bagian dada) dengan menggunakan selang. Tapi, selang yang akan kita pakai lagi kosong stoknya,” terang dia.
Annisa pun kecewa dan dia merasa tak yakin selang itu tidak ada stoknya di rumah sakit ketika itu. “Saya terdiam, masa sih rumah sakit seperti sebesar ini tidak stok selang,” ujarnya.
Karena kecewa berat dengan pelayanan rumah sakit, Annisa lalu memutuskan membawa pulang anaknya pada 9 Juni. Setelah itu, esok hari sekitar pukul 08.00 WIB anaknya meninggal dunia karena kondisinya terus memburuk. Selanjutnya, disemayamkan di rumah duka Jalan Jangka, Medan Petisah dan kemudian dimakamkan di Pemakaman Muslim Sei Sikambing sekitar pukul 11.00 WIB.
Wali Kota Berikan Teguran Keras
Kejadian ini membuat Wali Kota Medan, Bobby Nasution akhirnya angkat suara. Bobby Nasution memberikan teguran keras kepada manajemen RSUD Pirngadi Medan. Sebab hal itu dinilai sebagai bentuk buruknya pelayanan yang diberikan kepada masyarakat. “Sudah selalu saya sampaikan, rumah sakit Pirngadi ini rumah sakit masyarakat. Ini harus ada perbaikan, mulai dari fasilitas nya dari kemarin juga disampaikan, mulai dari fasilitas kesehatan, tenaga kesehatan dan alat-alat kesehatannya,” ucap Bobby Nasution, Kamis (10/6).
Bobby Nasution pun mengaku telah meminta Direktur Utama RSUD Pirngadi Medan, Suryadi Panjaitan untuk memperbaiki pelayanan RS tersebut.
“Saya sudah minta kepada Direktur Pirngadi, tolong dilihat lagi tahun ini, jangan cuma buang-buang anggaran. Anggaran itu harus tepat guna, tepat sasaran. Kalau fasilitas kurang, perbaiki. Kalau alat-alat kesehatan kurang, beli yang baru,” tegasnya.
Untuk mencapai pelayanan yang baik, Bobby pun menegaskan, bahwa seluruh tenaga kesehatan dan manajamen di RSUD Pirngadi harus bergerak beriringan.
“Ini kita pastikan harus berjalan beriringan. Tidak cukup jika dokternya saja yang baik. Kita tahu dokter di sana banyak yang spesialis bagus-bagus, tapi kalau nakes dan alat-alat kesehatannya tidak mensupport, ini juga menjadi salah satu yang kurang baik,” tegasnya.
Sementara itu, manajemen RSUD dr Pirngadi Medan membantah telah menetapkan diagnosis Covid-19 terhadap bayi perempuan bernama Khayra Hanifah Al Maghfirah.
Direktur Utama RSUD dr Pirngadi Medan, Suryadi Panjaitan mengaku, keluarga pasien salah pemahaman mengenai hasil rapid test antigen yang reaktif terhadap bayi tersebut. “Enggak ada kami meng-covid-kan bayi, itu hanya salah pemahaman saja,” kata Suryadi melalui sambungan seluler, Kamis (10/6).
Menurut Suryadi, semula bayi berjenis kelamin perempuan akan dilakukan operasi karena mengalami masalah pencernaan. Sesuai prosedur, tindakan operasi medis pada masa pandemi Covid-19 harus dilakukan rapid test antigen. “Jadi, bayi itu dilakukan rapid test antigen karena akan dioperasi. Hasil rapid test tersebut reaktif, sehingga belum bisa dilakukan operasi,” akunya.
Namun, keluarga pasien tidak yakin dengan hasil rapid test itu lantaran sebelumnya sempat dilakukan swab test PCR di RS Stella Maris dan hasilnya negatif. Karena itu, dilakukan kembali rapid test antigen kedua kalinya dengan hasil negatif. “Kemudian akan dilakukan operasi, tetapi keluarga pasien tidak mau,” kata Suryadi.
Oleh sebab itu, Suryadi membantah keluhan orangtua bayi atas batal anaknya dioperasi karena tidak ada selang (infus di saluran pembuluh darah vena). “Karena terlalu lama menunggu, keluarga pasien akhirnya tidak mau dioperasi. Bukan lantaran selang tidak ada, selang sudah terpasang. Jadi, enggak benar tuduhan kepada kami meng-covid-kan bayi tersebut,” tegasnya lagi.
Kasubbag Hukum dan Humas RSUD dr Pirngadi Medan Edison Peranginangin menyatakan hal yang sama. Edison menyatakan, keluarga pasien salah memahami arti reaktif dari hasil rapid test antigen. “Keluarga mengira anaknya positif Covid-19 dari hasil rapid test yang reaktif. Padahal, reaktif itu belum tentu positif,” ujar Edison yang juga dihubungi via seluler.
Edison mengatakan, seorang pasien yang dinyatakan terinfeksi positif corona harus melalui proses. Seperti pemeriksaan rapid test antigen, swab test PCR dan lainnya. “Tidak benar kita meng-covid-kan pasien itu dan bisa dibuktikan dengan data-data. Jadi, oke lah mungkin (mereka) tidak begitu paham secara teknis prosesnya (diagnosis pasien dinyatakan positif Corona),” kata dia.
Dijelaskan Edison, pasien mulai masuk sejak tanggal 7 Juni, setelah sempat dirawat di rumah sakit swasta (RS Stella Maris). Setelah ditangani, kemudian akan dilakukan operasi oleh tim medis keesokan harinya (8 Juni) sekitar pukul 14.30 WIB. Karena itu, harus dilakukan rapid test terlebih dahulu sebelum dioperasi.
“Hasilnya (rapid test) reaktif, sehingga belum bisa dioperasi. Inilah pemicunya, pemahaman reaktif itu dianggap sudah positif Covid-19, padahal bukan. Tapi, karena kondisi pasien yang harus dioperasi, maka dilakukan rapid test kembali malam harinya pada hari itu juga dengan hasil negatif. Setelah itu, dilakukan rencana operasi tetapi keluarga tidak mau hingga akhirnya dibawa pulang (pada 9 Juni),” paparnya.
Edison menambahkan, manajemen rumah sakit turut berduka cita yang sedalam-dalamnya atas meninggalnya pasien tersebut. Untuk rencana memberikan tali asih atau datang ke rumah keluarga pasien, menunggu kebijakan manajemen. “Kita turut berduka cita. Kalau itu, menunggu kebijakan direksi,” pungkasnya.
Panggil Dirut RSU Pirngadi
Atas kejadian itu, DPRD Medan kembali bereaksi keras. Apabila kabar tersebut terbukti kebenarannya, maka Ketua DPRD Kota Medan, Hasyim SE meminta kepada Dirut RS Pirngadi Medan untuk segera mengevaluasi total para tenaga kesehatan yang ada dilingkungan RSUD Pirngadi.
“Ya kalau tidak bisa kerja, tidak ada tanggungjawab kerja, tidak adanya profesionalnya untuk bekerja, lebih bagus diganti saja. Terutama bagi suster/perawat dan dokter yang tidak bekerja secara profesional,” ucap Hasyim, Kamis (10/6).
Diingatkan Hasyim, para tenaga kesehatan jangan pernah membuat masalah di RS Pirngadi, sebab RS Pirngadi merupakan icon Kota Medan. Ia pun menegaskan agar para tenaga kesehatan RSUD Pirngadi dapat memberikan pelayanan yang terbaik kepada setiap pasiennya, siapapun pasien itu dan apapun latar belakangnya.
“Baik itu memberikan yang terbaik dari sisi pelayanan tenaga kesehatan, dari peralatannya, pengobatannya, dan ini semua harus profesional serta benar-benar tidak mengecewakan masyarakat Medan. Hal ini dilakukan agar RS Pirngadi sebagai icon Kota Medan bisa terangakat menjadi RS yang terbaik,” ujarnya.
Sebaliknya, kata Hasyim, bila Dirut RS Pirngadi tidak melakukan evaluasi total kepada para tenaga kesehatannya, maka kejadian-kejadian miring seperti ini akan terus membuat citra RS Pirngadi memburuk. “Dampaknya juga nantinya kalau seperti ini terus diterpa isu miring, siapa yang nanti mau berobat ke situ atau opname ke situ. Kan isu miring ini membuat orang takut berobat ke situ jadinya,” terangnya.
Oleh karena itu, Hasyim mendesak agar Dirut RS Pirngadi harus lebih cepat mengevaluasi total para tenaga kesehatannya. “Kalau tidak bisa bekerja dengan baik, ya baiknya diganti saja supaya tidak merusak citra buruk RS Pirngadi dan visi misi Wali Kota Medan,” tuturnya.
Hasyim juga mengusulkan agar Dirut RS Pirngadi harus berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan Kota Medan jika melakukan evaluasi total kepada para tenaga kesehatannya. “Jika perlu Dirut RS Pirngadi rekrut aja lagi tenaga kesehatan yang masih muda dan profesional dan yang mau bekerja dengan baik serta mau melayani masyarakat,” jelasnya.
Ia juga menyampaikan, jika isu miring ini terbukti bahkan terulang kembali, serta terdapat kebenaran adanya tenaga kesehatan RS Pirngadi yang bekerja tidak profesional dan tidak melayani masyarakat, maka harus ada tindakan yang betul-betul tegas dari pihak RSUD Pirngadi.
Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Kota Medan Rajudin Sagala, menegaskan, jika bayi yang diduga ‘dicovidkan’ RSUD Pringadi tidak jadi dioperasi karena ketiadaan dokter. Hal itu ditegaskan Rajudin usai berkunjung ke rumah duka di Jalan Jangka, Gang Sehat, Kecamatan Medan Petisah, Kamis (10/6).
Awalnya, ia menceritakan soal bayi tersebut sempat yang sempat menunggu di ruang operasi pada Selasa (8/6) sekitar pukul 22.00 WIB sampai 00.30 WIB. Rajuddin pun menjelaskan alasan dari pihak RSUD Pirngadi yang sangat beragam, sehingga bayi tersebut tidak jadi dioperasi.
“Masalah pertama itu, bayinya sempat dicovidkan. Kedua buat alasan baru, selang infusnya tidak ada. Nah padahal saat masuk ke ruang yang lama, kok selang infusnya sudah ada dan berjalan normal kembali. Setelah itu, bibi bayi itu bertanya sama petugas rumah sakit. Si bibi bilang rumah sakit tolong jujur soal alasannya. Terakhir dibilang lah, dokter yang mau mengoperasi tidak ada,” cerita Rajuddin.
Ia pun menyayangkan kejadian tersebut bisa terjadi dan berujung adanya pasien yang meninggal dunia. Rajudin pun merasa sangat kesal terhadap tindakan tenaga kesehatan di RSUD Pringadi.
“Ya kita evaluasi dan dalam waktu dekat, kita akan memanggil pihak management rumah sakit untuk rapat dengar pendapat. Saya yakin ini bukan kesalahan managemen, pasti oknum petugas medis dan ini perlu dievaluasi, bila perlu dikasih sanksi agar tidak mengorbankan orang,” tegasnya.
Politisi PKS ini juga mengaku telah mendapatkan informasi tentang beberapa warga yang kecewa dengan RSUD Pringadi. “Ini baru saja ada yang memberi pesan dari warga Kota Medan, bahwa ada yang pernah mengalami masalah yang hampir serupa,” katanya.
Berangkat dari situ, lanjut Rajuddin, pihaknya pun tengah mengumpulkan bukti-bukti. Kemudian, bukti-bukti tersebut akan dibawa sewaktu memanggil Direktur RSUD Pirngadi dalam rapat dengar pendapat. (ris/map/ila)