MEDAN, SUMUTPOS.CO – Fraksi PDI Perjuangan DPRD Sumatera Utara memberi sejumlah catatan, evaluasi dan masukan atas setahun kepemimpinan Edy Rahmayadi dan Musa Rajekshah (Eramas) sebagai gubernur dan wakil gubernur Sumut.
Sekretaris Fraksi PDI Perjuangan DPRD Sumut, Sarma Hutajulu mengatakan, terdapat empat kesimpulan pihaknya sebagai bahan evaluasi dan masukan bagi Eramas dalam setahun kepemimpinan mereka di Sumut, sejak dilantik pada 5 September 2018.
Yakni pertama, Eramas belum memahami seutuhnya tentang permasalahan riil. Kedua, pihaknya belum melihat pembagian tugas yang nyata antara gubernur dengan wagub serta sinergitas antara organisasi perangkat daerah (OPD) belum berjalan dan mengakibatkan kebijakan lintas sektor menjadi lemah. Ketiga, belum ada gebrakan nyata selama setahun untuk memenuhi janji mewujudkan Sumut bermartabat.
“Dan terakhir, sampai saat ini kami menilai Sumut bermartabat masih sekadar slogan tanpa bukti,” ujarnya kepada wartawan dalam dialog setahun evaluasi kinerja kepemimpinan Eramas di ruang rapat fraksi, Senin (9/9).
Dalam dialog bertajuk Sumatera Utara Sudahkah Bermartabat tersebut, Fraksi PDI Perjuangan juga menilai setahun kepemimpinan Eramas dirasa telah cukup dalam konteks konsolidasi politik dan pemerintahan. Malah, konsolidasi politik dan pemerintahan itu, kata Sarma, buyar akibat kebijakan dan pernyataan kontroversi selama setahun ini, di mana dalam hal ini soal pajak air permukaan (PAP), penutupan Merdeka Walk, laporan pengerusakan, Stadion Teladan termegah di Indonesia seperti janji kampanye Eramas, dan disharmonisasi DPRD dengan Pemprovsu.
“Selanjutnya kami mencatat dan mengevaluasi setahun Eramas terdapat dua hal krusial yakni tentang tata kelola pemerintahan dan tata kelola keuangan. Untuk tata kelola pemerintahan, kami melihat masih lemah sinergitas antar pemprov dengan pemerintah kabupaten/kota (kebijakan bagi hasil PAP, bantuan keuangan dan lainnya), serta antarpemda dengan pemerintah pusat dalam hal dukungan terhadap program strategis nasional, pendataan kawasan hutan dan lainnya,” katanya.
Sementara untuk tata kelola keuangan, pendapatan asli daerah (PAD) dianggap banyak habis untuk pembiayaan belanja pegawai, lalu tata kelola aset yang salah yang saban tahun merugi yakni mess pemprov. Kemudian keuangan daerah belum mandiri untuk melaksanakan program-program pelayanan dasar, masih bertumpu terhadap DAU dan DAK.
“Pendapatan dari sektor kekayaan daerah yang dipisahkan juga turun dibandingkan tahun ini, berbanding terbalik dengan penyertaan modal yang dilakukan setiap tahun. Buruknya manajemen dan tidak transparan dalam pengelolaan BUMD yang berakibat maraknya terjadi dugaan korupsi, seperti di Bank Sumut,” kata Sarma.
Partai oposisi pasangan Eramas ini juga mengemukakan sejumlah isu krusial dalam setahun kepemimpinan Edy-Ijeck. Yaitu antara lain; status RSJ Prof Ildrem yang semula B menjadi C tidak sejalan dengan janji gubernur yang akan menjadikan RS tersebut bertaraf internasional.
Selain itu kualitas RS di Sumut juga belum memadai mengakibatkan banyak pasien beribat ke luar negeri. Tingginya tingkat inflasi sebesar 5,40 persen jauh diatas rata-rata nasional sebesar 2,48 persen pada Agustus 2019, belum tuntasnya permasalahan eks HGU bahkan gubernur menganulir keputusan pemerintah sebelumnya yang telah mengusulkan penghapusbukuan lahan eks HGU PTPN II seluas 2.216 Ha, serta infrastruktur jalan yang belum memadai dan belum tersedianya jalan bebas hambatan menuju lokasi destinasi wisata.
Wakil Ketua Fraksi PDIP DPRD Sumut, Sutrisno Pangaribuan ikut menyoroti soal transparansi lelang jabatan yang tidak mengacu kepada prinsip in the right man in the right place. “Dan sampai kini lelang jabatan tidak ada formula yang jelas. Apalagi kita tahu sebelumnya Gubsu telah mencopot sejumlah pejabat eselon II, tapi justru posisinya belum diisi lagi karena hasil lelang tidak sesuai keinginan Gubsu,” kata Sutrisno Pangaribuan.
Sutrisno Pangaribuan menegaskan, Gubsu Edy juga terlalu mencampuri urusan Wali Kota Medan dimana banyak pekerjaan yang semestinya dilakukan Pemko Medan, justru diambilalih Pemprovsu. Antara lain seperti pencanangan jalan tol dalam kota, normalisasi Sungai Bedera dalam rangka mewujudkan Medan bebas banjir 2022. “Harusnya Gubsu lebih mendorong pemko melakukan pekerjaan itu. Sehingga tidak mencampuri urusan wali kota Medan,” katanya.
Meski banyak membari masukan dan kritik konstruktif, Fraksi PDIP memberikan dua rekomendasi kepada pasangan Eramas. Antara lain yakni; fokus terhadap penyelesaian isu-isu krusial dan memproduksi kebijakan/pernyataan kontroversial, perbaiki komunikasi politik dan komunikasi publik serta tidak bersikap reaksioner maupun tendensius dan menerima masukan-masukan konstruktif.
Selain itu, membangun sinergitas dan komunikasi intens terhadap kepala daerah kabupaten/kota dan pemerintah pusat demi keselarasan pembangunan. Selanjutnya mendorong Gubsu melibatkan akuntan publik independen untuk mengaudit keuangan BUMD serta mess pemprov dan mendayagunakan aset daerah secara maksimal untuk penyehatan keuangan daerah.
“Melakukan inovasi daerah untuk mencari sumber-sumber yang dapat mendorong peningkatan terhadap PAD maupun pendapatan daerah dan ketentuan tidak merugikan masyarakat, serta menjadikan RPJMD sebagai acuan dalam program pembangunan di Sumut,” katanya.
Hadir dalam pertemuan Ketua Fraksi Baskami Ginting, Wakil Ketua DPRDSU, Ruben Tarigan, dan anggota fraksi lainnya seperti Siti Aminah, Dalmeria, Brilian Moktar, dan Wasner Sianturi. “Perlu dipahami bahwa evaluasi ini kami sampaikan sebagai bentuk tanggung jawab kepada rakyat selama lima tahun periode kami menjadi anggota dewan dari Fraksi PDIP.
Secara umum kami tidak bermusuhan dengan Edy Rahmayadi. Kami hanya ingin meluruskan jalan beliau yang menyimpang. Dan saran kami Gubsu perbanyak komunikasi dengan berbagai pihak sehingga target yang dia inginkan dapat dicapai secara maksimal,” kata Ruben Tarigan. (prn/ila)