25 C
Medan
Saturday, September 28, 2024

Curiga ‘Cincai-cincai’ Irham Buana & Golkar

Irham Buana Nst.dok
Irham Buana Nst.dok

IRHAM Buana Nasution dicurigai sudah membangun komitmen saling menguntungkan dengan Partai Golkar sejak dirinya menjadi ketua KPUD Sumut. Merasa sudah mendapatkan keuntungan dari peran Irham, Partai Golkar membalas jasanya dengan menjadikannya sebagai calon anggota legislatif (caleg).
Demikian ditegaskan Koordinator Komite untuk Pemilih Indonesia (TePI), Jeirry Sumampow, menanggapi kabar bahwa Irham punya peran penting memenangkan pasangan calon bupati-wakil bupati dari Partai Golkar di sejumlah Pilkada Sumut tatkala bersengketa di Mahkamah Konstitusi (MK). Ini lantaran Irham disebut-sebut dekat dengan Akil Mochtarn
yang juga mantan politisi Partai Golkar.
“Saya lihat indikasinya kuat sehingga dia bisa menjadi caleg dari Golkar. Deal pasti sudah terjadi sejak dia duduk di KPUD Sumut. Ini hanya soal pembuktian saja,” cetus Jeirry kepada koran ini di Jakarta, kemarin (10/10).
Aktivis yang konsen mengamati masalah pemilu dan pilkada itu mengatakan, deal berbau politik  biasanya sudah terbangun saat proses rekrutmen anggota KPU Daerah. KPU Daerah, proses seleksinya oleh KPU Pusat. Sementara, KPU Pusat, proses seleksinya di DPR, yang juga membawa kepentingan politik masing-masing ketika menjatuhkan pilihan siapa yang akan menjadi anggota KPU Pusat.

Nah, anggota KPU Pusat yang terpilih ini, sudah punya komitmen dengan partai-partai tertentu. Ketika KPU Pusat melakukan seleksi calon anggota KPU Provinsi, maka dia berpotensi besar untuk mendapatkan nama titipan dari partai.

“Dilihat dari indikasinya yang dia menjadi caleg Golkar, bisa jadi Irham ini bisa terpilih karena titipan dari Golkar,” ujar Jeirry.

Dia mengatakan, jabatan ketua KPU Daerah memang sangat menentukan dalam proses pilkada, termasuk dalam proses persidangan sengketa pilkada di MK. Dijelaskan, yang digugat ke MK adalah penetapan KPU Daerah tentang perolehan hasil penghitungan suara. Jadi, yang digugat KPU Daerah.

Namun, kata Jeirry, sejatinya yang digugat adalah pasangan calon yang menang. Peluang ini pun bisa ‘dimainkan’ KPU Daerah di persidangan di MK.

“Ketika KPU Daerah mendukung calon yang menggugat, maka bukti-bukti dan data-data yang disodorkan KPU Daerah ke persidangan, ya bukan bukti valid agar gugatan dimenangkan. Sebaliknya, jika KPU Daerah mendukung calon yang menang, KPU Daerah akan mati-matian melakukan pembelaan atas keputusannya. Jadi, tergantung kepentingan,” beber dia.

Sebelumnya, Wakil Sekjen DPP Partai Golkar, Leo Nababan, dengan tegas membantah jika ada anggapan Irham dijadikan caleg lantaran punya jasa membantu memenangkan pasangan calon yang diusung Golkar di sejumlah pilkada di wilayah Sumut, yang sengketanya dibawa ke MK.

Leo mengatakan, dijadikannya Irham sebagai caleg bukan karena ada jasa-jasa tertentu yang diberikan Irham ke Golkar. “Tapi karena dia melamar menjadi caleg Partai Golkar. Kami seleksi karena kapasitas pribadinya bagus, ya lolos. Tapi dia nomor urut tujuh, tak mungkin di atas Leo Nababan,” cetus Leo, yang juga caleg di dapil Sumut 1, itu.

Jeirry mentertawakan alasan Leo. Menurut pria asal Manado itu, fenomena seperti Irham sudah sering terjadi. “Irham jadi caleg pasti ada hubungannya dengan posisinya saat masih menjadi ketua KPUD Sumut,” cetusnya.

Bahkan, lanjut Jeirry, Golkar tetap akan mendapatkan keuntungan jika nantinya Irham terpilih menjadi anggota DPR. “Karena sebagai mantan ketua KPU Sumut, pasti lah Irham masih punya jaringan di internal KPUD Sumut. Ini nantinya jika dia terpilih jadi DPR, akan tetap dimanfaatkan,” kata Jeirry.

Dijelaskan, untuk saat ini dan ke depan, anggota KPU dan KPU Daerah sudah tidak bisa leluasa lagi memainkan kepentingan politiknya. Alasannya, sudah ada Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKKP), yang cukup galak. Anggota penyelenggara pemilu yang dicopot oleh DKPP hingga kini sudah mendekati angka 100 orang.

“Kalau eranya Irham kan belum ada DKPP, tapi hanya Dewan Kehormatan, yang masih sangat subyektif putusannya,” pungkas Jeirry.

Diberitakan koran ini sebelumnya, seorang pengacara yang biasa beracara di MK, menceritakan, dirinya pernah dibisiki seseorang yang mengingatkan agar jangan berharap banyak kliennya bisa menang di persidangan di MK jika Irham Buana sudah turun tangan. Pasalnya, menurut sumber, Irham dekat dengan Hakim MK Akil Mochtar, yang juga mantan anggota DPR dari Partai Golkar.

Irham sendiri membantah pernyataan tersebut. Dia mengakui hubungan dengan Akil Mukhtar hanya sebatas hubungan antar lembaga. (sam)

Irham Buana Nst.dok
Irham Buana Nst.dok

IRHAM Buana Nasution dicurigai sudah membangun komitmen saling menguntungkan dengan Partai Golkar sejak dirinya menjadi ketua KPUD Sumut. Merasa sudah mendapatkan keuntungan dari peran Irham, Partai Golkar membalas jasanya dengan menjadikannya sebagai calon anggota legislatif (caleg).
Demikian ditegaskan Koordinator Komite untuk Pemilih Indonesia (TePI), Jeirry Sumampow, menanggapi kabar bahwa Irham punya peran penting memenangkan pasangan calon bupati-wakil bupati dari Partai Golkar di sejumlah Pilkada Sumut tatkala bersengketa di Mahkamah Konstitusi (MK). Ini lantaran Irham disebut-sebut dekat dengan Akil Mochtarn
yang juga mantan politisi Partai Golkar.
“Saya lihat indikasinya kuat sehingga dia bisa menjadi caleg dari Golkar. Deal pasti sudah terjadi sejak dia duduk di KPUD Sumut. Ini hanya soal pembuktian saja,” cetus Jeirry kepada koran ini di Jakarta, kemarin (10/10).
Aktivis yang konsen mengamati masalah pemilu dan pilkada itu mengatakan, deal berbau politik  biasanya sudah terbangun saat proses rekrutmen anggota KPU Daerah. KPU Daerah, proses seleksinya oleh KPU Pusat. Sementara, KPU Pusat, proses seleksinya di DPR, yang juga membawa kepentingan politik masing-masing ketika menjatuhkan pilihan siapa yang akan menjadi anggota KPU Pusat.

Nah, anggota KPU Pusat yang terpilih ini, sudah punya komitmen dengan partai-partai tertentu. Ketika KPU Pusat melakukan seleksi calon anggota KPU Provinsi, maka dia berpotensi besar untuk mendapatkan nama titipan dari partai.

“Dilihat dari indikasinya yang dia menjadi caleg Golkar, bisa jadi Irham ini bisa terpilih karena titipan dari Golkar,” ujar Jeirry.

Dia mengatakan, jabatan ketua KPU Daerah memang sangat menentukan dalam proses pilkada, termasuk dalam proses persidangan sengketa pilkada di MK. Dijelaskan, yang digugat ke MK adalah penetapan KPU Daerah tentang perolehan hasil penghitungan suara. Jadi, yang digugat KPU Daerah.

Namun, kata Jeirry, sejatinya yang digugat adalah pasangan calon yang menang. Peluang ini pun bisa ‘dimainkan’ KPU Daerah di persidangan di MK.

“Ketika KPU Daerah mendukung calon yang menggugat, maka bukti-bukti dan data-data yang disodorkan KPU Daerah ke persidangan, ya bukan bukti valid agar gugatan dimenangkan. Sebaliknya, jika KPU Daerah mendukung calon yang menang, KPU Daerah akan mati-matian melakukan pembelaan atas keputusannya. Jadi, tergantung kepentingan,” beber dia.

Sebelumnya, Wakil Sekjen DPP Partai Golkar, Leo Nababan, dengan tegas membantah jika ada anggapan Irham dijadikan caleg lantaran punya jasa membantu memenangkan pasangan calon yang diusung Golkar di sejumlah pilkada di wilayah Sumut, yang sengketanya dibawa ke MK.

Leo mengatakan, dijadikannya Irham sebagai caleg bukan karena ada jasa-jasa tertentu yang diberikan Irham ke Golkar. “Tapi karena dia melamar menjadi caleg Partai Golkar. Kami seleksi karena kapasitas pribadinya bagus, ya lolos. Tapi dia nomor urut tujuh, tak mungkin di atas Leo Nababan,” cetus Leo, yang juga caleg di dapil Sumut 1, itu.

Jeirry mentertawakan alasan Leo. Menurut pria asal Manado itu, fenomena seperti Irham sudah sering terjadi. “Irham jadi caleg pasti ada hubungannya dengan posisinya saat masih menjadi ketua KPUD Sumut,” cetusnya.

Bahkan, lanjut Jeirry, Golkar tetap akan mendapatkan keuntungan jika nantinya Irham terpilih menjadi anggota DPR. “Karena sebagai mantan ketua KPU Sumut, pasti lah Irham masih punya jaringan di internal KPUD Sumut. Ini nantinya jika dia terpilih jadi DPR, akan tetap dimanfaatkan,” kata Jeirry.

Dijelaskan, untuk saat ini dan ke depan, anggota KPU dan KPU Daerah sudah tidak bisa leluasa lagi memainkan kepentingan politiknya. Alasannya, sudah ada Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKKP), yang cukup galak. Anggota penyelenggara pemilu yang dicopot oleh DKPP hingga kini sudah mendekati angka 100 orang.

“Kalau eranya Irham kan belum ada DKPP, tapi hanya Dewan Kehormatan, yang masih sangat subyektif putusannya,” pungkas Jeirry.

Diberitakan koran ini sebelumnya, seorang pengacara yang biasa beracara di MK, menceritakan, dirinya pernah dibisiki seseorang yang mengingatkan agar jangan berharap banyak kliennya bisa menang di persidangan di MK jika Irham Buana sudah turun tangan. Pasalnya, menurut sumber, Irham dekat dengan Hakim MK Akil Mochtar, yang juga mantan anggota DPR dari Partai Golkar.

Irham sendiri membantah pernyataan tersebut. Dia mengakui hubungan dengan Akil Mukhtar hanya sebatas hubungan antar lembaga. (sam)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/