MEDAN DELI- Puluhan ibu-ibu di Jalan Platina I, Lingkungan IX, Kelurahan Titipapan, Medan Deli bentrok dengan puluhan pemuda yang hendak merobohkan tembok seng di lahan seluas 4 hektar. Aksi saling dorong untuk merubuhkan tembok akhirnya berhasil rubuh, Rabu (11/1) sekitar pukul 14.30 WIB.
Puluhan ibu-ibu yang terlibat aksi itu mencibir bahwa aksi puluhan pemuda tersebut murni atas perintah seorang mafia tanah, yang menyerobot tanah milik warga di Jalan Platina I. “Kami sudah puluhan tahun hidup disini, berapa kalian dibayar mafia itu, kalian tak tahu apa – apa dengan tanah ini, ini tanah kami,” jerit seorang ibu sambil menarik pria yang mencoba merubuhkan tembok seng yang telah dipagari masyarakat.
Di tengah aksi pembongkaran itu, seorang perwira TNI AL mengaku tidak terima terhadap apa yang dilakukan oleh puluhan pemuda tersebut, yang merobohkan pagar seng lahan rumah orang tuanya. “Jangan seng ini dibongkar ya, ini tanah kami, kalau yang lain suka kalian, bisa kalian dibilangi,” teriak perwira berpangkat satu balok emas sambil mendorong pemuda yang mau melakukan pembongkaran.
Permintaan perwira itu tak digubris oleh para pemuda tersebut, akhirnya perubuhan dan pembongkaran pagar yang berlangsung selama satu jam berhasil dilakukan puluhan pemuda. Namun, puluhan ibu-ibu tetap tak terima lahan seluas 4 hektar diambil seorang pengusaha yang disebut-sebut Mukijo.
“Ingat ya, ini tanah ada sejarahnya dari orang tua kami, jangan diambil seng kami, dasar maling kalian semua,” teriak ibu-ibu kepada puluhan pemuda.
Seorang perwakilan masyarakat, Edi Purwanto mengatakan, awalnya tanah itu adalah hak dari masyarakat penggarap yang diberikan kepada 11 kepala keluarga (KK) dengan surat suguhan yang diberikan pada tahun 1943.
Camat Medan Deli, Yusdarlina membantah ada mengeluarkan SK camat tentang tanah tersebut. (ril/smg)
“Kita tidak ada keluarkan SK tentang tanah tersebut, tapi yang jelas sejarah tanah itu adalah milik Polda yang telah dibayarinya terhadap 11 KK dengan ganti rugi, kemudian pihak Mukijo melakukan gugatan di Mahkamah Agung atas tanah itu, akhirnya menang pada tahun 1994 dan terjadi perdamaian pihak Mukijo dengan Polda, jadi kita tidak ada mengeluarkan surat tapi hanya melihat dasar bukti atas tanah itu untuk proses sertifikat,” terangnya.muncul dalam 4 bulan belakangan mengklaim lahan itu adalah lahannya. Pasalnya, pada tahun 1963 Mukijo selaku pengacara memenangkan lahan di belakang tanah 4 hektar tersebut dengan status tanah landerform yang dipercayakan seorang pengusaha etnis tionghoa.
Disinggung apakah masyarakat memiliki hak sah atas tanah itu, dia menjelaskan, surat yang mereka miliki atas dasar penggarap yaitu surat suguhan. “Warga tak punya hak sah atas tanah, tapi kami punya bukti sesuai sejarah dari orang tua,” sebutnya.
Terpisah, Edi Susanto selaku pihak pembeli lahan dari Mukijo mengaku, mereka memiliki surat bukti atas hak tanah itu dengan SK camat yang dibelinya dengan Mukijo pada tahun 2011.
Camat Medan Deli, Yusdarlina membantah ada mengeluarkan SK camat tentang tanah tersebut. “Kita tidak ada keluarkan SK tentang tanah tersebut, tapi yang jelas sejarah tanah itu adalah milik Polda yang telah dibayarinya terhadap 11 KK dengan ganti rugi, kemudian pihak Mukijo melakukan gugatan di Mahkamah Agung atas tanah itu, akhirnya menang pada tahun 1994 dan terjadi perdamaian pihak Mukijo dengan Polda, jadi kita tidak ada mengeluarkan surat tapi hanya melihat dasar bukti atas tanah itu untuk proses sertifikat,” terangnya.