23.1 C
Medan
Sunday, January 19, 2025

Tunggakan PBB Capai Rp400 M

MEDAN, SUMUTPOS.CO- Pemerintah Kota (Pemko) Medan dibebankan tanggung jawab untuk mengelola Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) menjadi pajak daerah sejak 2012 silam. Namun, pada saat proses peralihan itu, Pemko Medan juga diwarisi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama piutang PBB yang belum tertagih sebesar Rp400 miliar lebih.

“Kalau dihitung-hitung, sampai saat ini total tunggakan PBB yang belum mampu tertagih ada Rp400 miliar, akan tetapi kami hanya fokus tunggakan lima tahun terakhir yang jumlahnya berkisar Rp230 miliar,” jelas Kepala Dinas Pendapatan Medan, M Husni melalui Kepala Bidang Bagi Hasil Pajak, Zakaria, akhir pekan lalu.

Setelah dilakukan pendataan, kata Zakaria, pihaknya mengklasifikasikan tunggakan pembayaran PBB menjadi tiga. Pertama, kategori mampu namun tidak membayar. Kedua, Kategori sedang yang juga tidak membayar. Dan Kategori ketiga, tidak mampu sehingga tidak mampu membayar.

“Persentase kategori mampu yang tidak membayar PBB mencapai 65 persen, dan itu cukup besar sehingga kami akan terus berupaya mengejar agar kategori mampu melunasi tunggakan PBB,” jelas Zakaria.

Dari kategori mampu, Dispenda kembali melakukan pengklasifikasian menjadi dua yakni perusahaan dan perorangan yang bandal serta tidak bersedia melakukan pembayaran PBB.

Diakuinya, data yang diwariskan KPP Pratama ke Dispenda Medan tidak sepenuhnya valid (benar). Maka dari itu, pihaknya tetap berupaya melakukan verifikasi terhadap data tunggakan PBB.

Keluhan beberapa camat mengenai tumpang tindihnya data wajib pajak (WP) pun dibenarkan Zakaria. “Itu yang saya bilang, perlu dilakukan pendataan ulang, ada tumpang tindih. Contoh wajib pajak Induk yang sudah dipecah tidak dihapuskan, atau wajib pajak yang dahulu tanah kosong kini sudah berubah menjadi bangunan,” urainya.

Lebih lanjut, diakui Zakaria, Dispenda sudah berkonsultasi dengan Kementrian Hukum dan HAM mengenai sanksi kepada wajib pajak yang menunggak pembayaran PBB. Dimana Kemenkumham memperbolehkan adanya sanksi kepada perusahaan atau perorangan yang menunggak pembayaran PBB dilakukan pencekalan, pembekuan rekening, penyitaan aset dan sebagainya asal tidak melanggar hukum.

“Proses penagihan PBB mulai dari surat peringatan sebayak tiga kali, surat tagihan paksa tiga kali, dan surat penyitaan dan pelelangan 2×24 jam dilakukan. Kalau itu semua dipenuhi, maka tidak ada tindakan yang melanggar hukum,” paparnya.

Pendataan ulang data wajib pajak, kata dia, akan kembali dilakukan pada 2015 dan melibatkan unsur muspida plus baik dari aparat kepolisian, kejaksaan, dan sebagainya. “Jadi kemungkinan tunggakan piutang PBB  bertambah atau berkurang masih fifty-fifty,” ucapnya.

Karena tidak ada perubahan data yang mencolok, Zakaria mengaku saat ini pihaknya sedang maraton mencetak Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) PBB. Sehingga awal Februari, SPPT PBB dapat dikembalikan kepada masyarakat.

“Tim tersebut yang akan melakukan verifikasi akan ikut dalam pembagian SPPT PBB dalam waktu yang bersamaan. Proses verifikasi dilakukan mulai dari WP sampai objek pajak,” bebernya.

Wali Kota Medan, Dzulmi Eldin mengungkapkan kekecewaannya terhadap sejumlah camat yang mengkambing hitamkan NJOP dalam realisasi penerimaan PBB. “Jangan mencari kambing hitam dalam upaya menutupi kesalahan sendiri,” sindir Eldin.

Pria yang pernah menjabat Kepala Dinas Pendapatan Medan itu menegaskan, penetapan NJOP sudah sesuai dengan ketetapan.

“Harusnya camat dan Dispenda tidak boleh saling menyalahkan, kita semua berada di bawah rumah yang sama. Kalau memang ada tunggakan dari wajib pajak, Dispenda dan Camat harus bersinergi melakukan penagihan,” urainya.

Anggota Komisi C DPRD Medan, Rajudin Sagala meminta kepada Dispenda Medan untuk bersikap tegas kepada wajib pajak yang menunggak pembayaran PBB. Sebab, PBB merupakan bagian penting dari percepatan pembangunan di Kota Medan. “Kalau memang diperbolehkan untuk melakukan penyitaan aset, kenapa tidak segera dilakukan,” tanya Rajudin.

Apalagi, wajib pajak yang menunggak pembayaran PBB itu mayoritas berasal dari kategori mampu. “Kalau perlu dipublis saja datanya di media masa, biar WP yang merupakan perorangan atau perusahaan malu karena dosanya diketahui publik, sehingga bersedia membayar PBB,” urainya.

Sanksi tegas, kata dia, juga dapat menimbulkan efek jera kepada wajib pajak agar tidak menunggak pembayaran PBB. “Ada dua kemungkinan memang, pertama wajib pajak yang memang bandal, atau ini jadi ajang mencari keuntungan oleh segelintir oknum di Dispenda Medan. Bisa saja perusahaan terjadi deal antara dispenda dan oknum penunggak PBB, biar publik tidak salah menilai, Dispenda Medan perlu melakukan tindakan tegas,”jelas Politisi PKS itu.

Mengenai rencana pemutihan denda PBB, Rajudin menyarankan agar point tersebut diberlakukan khusus untuk wajib pajak kategori tidak mampu. “Yang tidak mampu harus diprioritaskan, wacana tersebut bagus, tapi jangan sampai dimanfaatkan segelintir orang saja,” bebernya.(dik/adz)

MEDAN, SUMUTPOS.CO- Pemerintah Kota (Pemko) Medan dibebankan tanggung jawab untuk mengelola Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) menjadi pajak daerah sejak 2012 silam. Namun, pada saat proses peralihan itu, Pemko Medan juga diwarisi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama piutang PBB yang belum tertagih sebesar Rp400 miliar lebih.

“Kalau dihitung-hitung, sampai saat ini total tunggakan PBB yang belum mampu tertagih ada Rp400 miliar, akan tetapi kami hanya fokus tunggakan lima tahun terakhir yang jumlahnya berkisar Rp230 miliar,” jelas Kepala Dinas Pendapatan Medan, M Husni melalui Kepala Bidang Bagi Hasil Pajak, Zakaria, akhir pekan lalu.

Setelah dilakukan pendataan, kata Zakaria, pihaknya mengklasifikasikan tunggakan pembayaran PBB menjadi tiga. Pertama, kategori mampu namun tidak membayar. Kedua, Kategori sedang yang juga tidak membayar. Dan Kategori ketiga, tidak mampu sehingga tidak mampu membayar.

“Persentase kategori mampu yang tidak membayar PBB mencapai 65 persen, dan itu cukup besar sehingga kami akan terus berupaya mengejar agar kategori mampu melunasi tunggakan PBB,” jelas Zakaria.

Dari kategori mampu, Dispenda kembali melakukan pengklasifikasian menjadi dua yakni perusahaan dan perorangan yang bandal serta tidak bersedia melakukan pembayaran PBB.

Diakuinya, data yang diwariskan KPP Pratama ke Dispenda Medan tidak sepenuhnya valid (benar). Maka dari itu, pihaknya tetap berupaya melakukan verifikasi terhadap data tunggakan PBB.

Keluhan beberapa camat mengenai tumpang tindihnya data wajib pajak (WP) pun dibenarkan Zakaria. “Itu yang saya bilang, perlu dilakukan pendataan ulang, ada tumpang tindih. Contoh wajib pajak Induk yang sudah dipecah tidak dihapuskan, atau wajib pajak yang dahulu tanah kosong kini sudah berubah menjadi bangunan,” urainya.

Lebih lanjut, diakui Zakaria, Dispenda sudah berkonsultasi dengan Kementrian Hukum dan HAM mengenai sanksi kepada wajib pajak yang menunggak pembayaran PBB. Dimana Kemenkumham memperbolehkan adanya sanksi kepada perusahaan atau perorangan yang menunggak pembayaran PBB dilakukan pencekalan, pembekuan rekening, penyitaan aset dan sebagainya asal tidak melanggar hukum.

“Proses penagihan PBB mulai dari surat peringatan sebayak tiga kali, surat tagihan paksa tiga kali, dan surat penyitaan dan pelelangan 2×24 jam dilakukan. Kalau itu semua dipenuhi, maka tidak ada tindakan yang melanggar hukum,” paparnya.

Pendataan ulang data wajib pajak, kata dia, akan kembali dilakukan pada 2015 dan melibatkan unsur muspida plus baik dari aparat kepolisian, kejaksaan, dan sebagainya. “Jadi kemungkinan tunggakan piutang PBB  bertambah atau berkurang masih fifty-fifty,” ucapnya.

Karena tidak ada perubahan data yang mencolok, Zakaria mengaku saat ini pihaknya sedang maraton mencetak Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) PBB. Sehingga awal Februari, SPPT PBB dapat dikembalikan kepada masyarakat.

“Tim tersebut yang akan melakukan verifikasi akan ikut dalam pembagian SPPT PBB dalam waktu yang bersamaan. Proses verifikasi dilakukan mulai dari WP sampai objek pajak,” bebernya.

Wali Kota Medan, Dzulmi Eldin mengungkapkan kekecewaannya terhadap sejumlah camat yang mengkambing hitamkan NJOP dalam realisasi penerimaan PBB. “Jangan mencari kambing hitam dalam upaya menutupi kesalahan sendiri,” sindir Eldin.

Pria yang pernah menjabat Kepala Dinas Pendapatan Medan itu menegaskan, penetapan NJOP sudah sesuai dengan ketetapan.

“Harusnya camat dan Dispenda tidak boleh saling menyalahkan, kita semua berada di bawah rumah yang sama. Kalau memang ada tunggakan dari wajib pajak, Dispenda dan Camat harus bersinergi melakukan penagihan,” urainya.

Anggota Komisi C DPRD Medan, Rajudin Sagala meminta kepada Dispenda Medan untuk bersikap tegas kepada wajib pajak yang menunggak pembayaran PBB. Sebab, PBB merupakan bagian penting dari percepatan pembangunan di Kota Medan. “Kalau memang diperbolehkan untuk melakukan penyitaan aset, kenapa tidak segera dilakukan,” tanya Rajudin.

Apalagi, wajib pajak yang menunggak pembayaran PBB itu mayoritas berasal dari kategori mampu. “Kalau perlu dipublis saja datanya di media masa, biar WP yang merupakan perorangan atau perusahaan malu karena dosanya diketahui publik, sehingga bersedia membayar PBB,” urainya.

Sanksi tegas, kata dia, juga dapat menimbulkan efek jera kepada wajib pajak agar tidak menunggak pembayaran PBB. “Ada dua kemungkinan memang, pertama wajib pajak yang memang bandal, atau ini jadi ajang mencari keuntungan oleh segelintir oknum di Dispenda Medan. Bisa saja perusahaan terjadi deal antara dispenda dan oknum penunggak PBB, biar publik tidak salah menilai, Dispenda Medan perlu melakukan tindakan tegas,”jelas Politisi PKS itu.

Mengenai rencana pemutihan denda PBB, Rajudin menyarankan agar point tersebut diberlakukan khusus untuk wajib pajak kategori tidak mampu. “Yang tidak mampu harus diprioritaskan, wacana tersebut bagus, tapi jangan sampai dimanfaatkan segelintir orang saja,” bebernya.(dik/adz)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/