Site icon SumutPos

Arogansi Lurah dan Camat Hancurkan Harapan PKL

Perubuhan Warung di Sisingamangaraja Buah Konflik UISU Pimpinan Sariani dan Helmy (1)

Dengan menghunus pisau, Elvita Agustina (35) membuat heboh warga sekitar kampus Universitas Islam Sumatera Utara (UISU). Rasa putus asa, ternyata awal pemicu kehebohan itu. Warung yang dibangunnya baru sebulan, dirubuhkan oleh kepling yang dikoordinir oleh J Purba, Lurah Kelurahan Teladan Barat. Apa penyebab aksi perubuhan warung yang didanai oleh oknum Yayasan UISU dan di-backup Camat Medan Kota itu?

Zulkifli Tanjung, Medan

Konflik antara kubu Hj Sariani dan Ir Helmy, 2006 lalu, menyisakan segudang persoalan hukum yang tak kunjung selesai. Korban teranyar adalah Zul Amri alias Buyung Kacang, Sabtu (4/3) ia dijemput polisi dan dijebeloskan ke penjara. Setelah diproses di kantor Polsekta Medan Kota, lelaki bertubuh gempal ini pun dikirim ke Rumah Tahanan Tanjung Gusta.

Ya, Buyung Kacang masuk terali besi atas pengaduan Helmy atas tuduhan pengrusakan yang dilakukan Buyung Kacang dan tiga rekannya. Padahal, Buyung Kacang adalah satu dari puluhan pemuda setempat, yang nyaris mengorbankan nyawanya saat konflik UISU berdarah terjadi beberapa tahun silam.

Apa hubungan Buyung Kacang dengan penghancuran warung milik Elvita? Ternyata, sebelum diadukan oleh Helmy dan dijebloskan ke penjara, Buyung Kacang adalah salah satu dari beberapa pemuda setempat (PS) yang dipercaya mengelola tanah luas yang berada di samping Fakultas Pertanian UISU.
“Mungkin sejarahlah, kami dianggap membantu dalam persoalan konflik antara Hj Sariani dengan Pak Helmy ketika itu. Jadi kami dipercaya mengelola tanah ini dan kami sewakanlah ke orang-orang yang mau buka usaha, termasuk kakak itu,” ujar Edy, yang ketika itu dipercaya sebagai koordinatornya.

Adalah Iwan Bahrum Jamil, abang kandung Helmy, yang memberikan mandat dan kepercayaan itu. Melalui Iwanlah, pihak yayasan UISU menyewakan pertapakan tanah tersebut kepada para pedagang kaki lima (PKL). Sayangnya, tak ada perjanjian kuat berdasarkan hukum dalam sewa menyewa tersebut.
Harga sewapun tak ada bandrol, bahkan bila saling kenal bisa lebih murah dari pedagang yang sama sekali tak ada hubungan perkawanan. Semua itu terjadi dan berlangsung hampir tujuh tahun, sejak kasus berdarah konflik UISU yang hingga kini tak berujung.

“Karena selama ini memang orang-orang nyewa dengan PS dan tak ada masalah, makanya kami juga nyewa dengan PS lah,” ujar Rudy, suami Elvita, menceritakan asal muasal dia berani menyewa pertapakan tanah tersebut untuk membuka usahanya.

Petaka menimpa pasangan suami istri ini terjadi akhir Februari lalu, ketika ia menerima surat yang dikeluarkan oleh J Purba, Lurah Kelurahan Teladan Barat, yang berisi agar dia mengosongkan tanah tersebut dari barang dagangannya. Padahal, dia baru saja mengeluarkan Rp30 juta untuk menyewa tempat itu.

“Kami sudah menghabiskan cukup banyak, untuk sewa saja segitu, untuk membangun warung ini kami juga sudah mengeluarkan lebih dari Rp40 juta. Sekarang dengan mudahnya mau dibongkar,” keluh Rudy dengan wajah sedih.

Yang paling memilukan para pedagang di sekitar tempat itu adalah, ulah oknum lurah dan camat, yang memihak ke yayasan UISU. “Kami pernah dipertemukan dengan pihak yayasan di kantor camat. Di sana kami dikasih ganti rugi, dan camat malah sepertinya mendesak kami agar mau menerima berapa saja yang dikasih pihak yayasan,” ujar Rudy lagi.

Apa yg dikatakan Rudy, bahwa lurah dan camat berpihak, ternyata tak hanya isapan jempol. Kepada Sumut Pos, ketika meminta agar pihak kelurahan tidak melakukan pembongkaran dengan alasan kemanusiaan, Camat Medan Kota Parlindungan Nasution, ngotot. Bahkan tanpa sengaja ia mengaku mendapatkan bantuan dari pihak yayasan UISU. “Kita kan perlu bantuan dari UISU, jadi pembongkaran memang harus kita jalankan. Karena tanah itu memang tanah UISU dan bukan hak PS atau pun pemilik warung untuk menguasainya,” ujar Parlindungan.

Apa yang dikatakan Parlindungan tak salah, mungkin walau masih dalam perdebatan kepemilikan yang sah antara Hj Sariani dan Helmy soal UISU, namun yang pasti tak ada hak PS menguasai pertapakan tanah tersebut untuk disewakan. “Tapi, kami ada kesepakatan dengan dengan Bang Iwan (Iwan Bahrum Jamil, Red) dan uangnya juga sebagian kami serahkan ke dia. Jadi kami tidak menyewakan tanah sesuka kami,” ujar Edy.

Ternyata, konflik UISU benar-benar panjang, tak hanya antara Hj Sariani dan Helmy, juga dirasakan oleh Rudy dan Elvita. Namun tak hanya pasangan suami istri ini, tapi Helmy pun selaku ketua yayasan UISU merasa jadi korban atas berdirinya warung-warung di seputar tanah kosong tersebut. Siapakah yang menjadi korban sesungguhnya? (bersambung)

Exit mobile version