29 C
Medan
Friday, May 17, 2024

Obatnya Paling Sedikit Pesan Sepuluh Butir Bang…

Menelusuri Lokasi Hiburan Malam di Medan, Diskotik Entrance (10)

Penelusuran tim kami di diskotik Entrance Hotel Grand Aston mendapati fakta kalau ada penari striptease di situ. Sedangkan penelurusan kami di KTV karaoke Entrance di lantai dua, juga mendapati adanya peredaran ekstasi.

Tim Sumut Pos, Medan

STRIPTEASE: Suasana  sebuah tempat hiburan malam  menampilkan striptease, beberapa waktu lalu.
STRIPTEASE: Suasana di sebuah tempat hiburan malam yang menampilkan striptease, beberapa waktu lalu.

Bagi para pengujung berkantong tebal, karaoke Entrance menjadi pilihan. Pasalnya, karaoke ini membanderol harga minuman sedikit lebih mahal dibanding dengan KTV di tempat hiburan malam lainnya. Sedangkan ruangan KTV-nya sedikit lebih lebih kecil.

Perbedaan harga ini memang ditelusuri tim kami. Dengan memesan salah satu KTV di Entrance, kami memesan minuman atau makanan kecil yang harganya sedikit lebih mahal. Tapi tentu harga menjadi tak persoalan bagi berkantong tebal. Ini karena ada kebanggaan sendiri bagi pengunjung bila masuk ke Entrance karena perbedaan harga tadi.

Beberapa pengunjung mengakui hal ini. Seperti dikatakan Rina, warga Kompleks Taman Setia Budi Indah Medan ini, mereka lebih memilih masuk ke karaoke Entrance untuk berdugem ria bersama teman-temannya karena lebih dianggap keren dibanding ke tempat hiburan malam lainnyan
“Banggalah kalau masuk ke Entrance, soalnya harga minumannya mahal, ya jadi pandangan teman-teman jadi kerenlah, gitu,” ujar Rina saat diwawancarai tim kami di luar KTV-nya.

Meski harga minumannya mahal, tapi karaoke Entrace selalu full bookingan di tiap libur akhir pekan. Seperti Malam Minggu kami melakukan investigasi ini, ruangan KTV seluruhnya sudah berpenghuni. Padahal, masih pukul delapan malam. Untung saja kami sudah pesan KTV di siang harinya dengan menggunakan jasa kolega baik kami; kolega kali ini ikut serta.

Kami menempati salah satu ruangan standar di karaoke Entrace. Kami juga memesan beberapa minuman serta makanan kecil. Sambil bernyanyi karaoke, kolega berupaya memesan pil ekstasi kepada salah satu pelayan di situ. “Ada obat? Kami mau party nih, tolong ambilkan empat butir ya,” besik kolega kepada salah satu pelayan pria di situ.

Awalnya sih, pelayan sempat ragu dan takut kalau-kalau kolega adalah aparat polisi.  Meski awalnya mengelak tak ada, tapi setelah kolega mengeluarkan uang Rp300 ribu sebagai uang jasa, akhirnya si pelanan mau menuruti permintaan kolega. “Bentar ya Bang, saya panggilkan orangnya,” ujar si pelayan berkulit hitam dan bertubuh kurus itu.

Lumayan lama kolega dan kami menunggu datangnya pesanan ekstasi itu. Hampir setengah jam. Hingga akhirnya si pelayan tadi kembali masuk ke ruangan KTV kami. “Bang, di sini (Entrance,Red) tak bisa pesan sedikit Bang, paling sedikit pesan 10 butir punya orang dalam. Kalau Abang mau nunggu agak lama, ada orang dari luar yang biasa pasok kemari, tapi belum datang,” kata si pelayan itu kepada kolega.

Kolega tak langsung setuju dengan penawaran yang diberikan si pelayan, bahkan sempat protes. “Wah, banyak kali sepuluh butir, bisa mati nanti. Pesan sama orang dalam siapa? Kok ‘gak bisa beli empat atau lima butir saja,” tanya kolega ke pelayan itu. Sedangkan kami hanya menyimak percakapan kolega dan si pelayan itu. “Memang gitu Bang biasanya,” jawab si pelayan itu lagi.

Akhirnya kolega menolak untuk memesan sepuluh butir pil ekstasi, seperti yang ditawarkan si pelayan tadi. Tapi kolega memilih menunggu pesanan obat sedikit lama karena dibawa dari orang luar. “Ya sudahlah, aku tunggu obat dari orang luar seperti yang kau bilang tadi. Tapi jangan terlalu lama ya,” kata kolega.

Si pelayanan pun kemudian bergegas pergi keluar dari ruangan KTV kami.  Sambil menunggu kedatangan pesanan pil ekstasi itu, kami melanjutkan dengan bernyanyi karaoke. Sesekali, kolega juga ngobrol kepada kami. “Saya akui, kalau di Entrance, agak susah kita beli ekstasi dari dalam sini, tapi saya tahu siapa yang menjualnya. Ya, penjualnya bertugas di bagian musik. Beli pilnya pun memang harus partai banyak, paling sedikit sepuluh. Saya tahu kok. Kalau dari pemasok dari luar yang jual di Entrance, saya juga tahu orangnya. Dia sering pakai topi. Kita lihat nanti kalau tidak percaya,” ujar kolega kepada kami.

Lumayan lama kami menunggu datangnya pesanan pil ekstasi itu. Hampir satu jam. Tapi akhirnya yang ditunggu datang juga. Si pelayan itu datang bersama seorang pria bertopi, tubuhnya tinggi tegap dan memakai tas yang diselempangkan di dadanya.

Ternyata, apa yang dikatakan kolega benar. Si orang luar yang memasok pil ekstasi ke Entrance memang memakai topi berwarna kream, bertubuh tinggi tegap dan berkulit sawo matang, tapi tidak terlalu hitam. Si pria tadi lalu mendekati kolega dan berbisik, lalu menyerahkan empat butir pil ekstasi pesanan kolega. Lagi-lagi, pil ekstasinya berwarna unggu.

Transaksi jual beli itu sangat cepat. Si pria nampak sedikit gusar dan salah tingkah ketika mata kami semuanya tertuju kepadanya. Dia tak mau mengangkat wajahnya dan lebih banyak menunduk, seperti menyembunyikan wajahnya di balik topinya.

Usai bertransaksi, si pria bertopi bersama pelayan tadi langsung keluar dari KTV kami.  Sedangkan beberapa di antara kami coba menguntit si pria itu. Tapi langkah si pria bertopi tampak terburu-buru. Dia turun dari lantai dua menuju lantai satu, dan hilang entah kemana. Mungkin berbaur dengan pengunjung lainnya yang ada di diskotik Entrance di lantai satu. Kami yang kehilangan jejak si pria bertopi itu akhirnya kembali masuk ke KTV. Sedangkan empat butir ekstasi itu berada di dalam ruangan kami.

Investigasi ini rasanya tak sia-sia. Paling tidak, kami bisa membuktikannya kalau pil ekstasi juga bisa kami dapatkan di Entrance. Ya, kami juga bisa melakukan transaksi narkoba di dalam KTV.

Seperti kata kolega, si pria bertopi itu memang ‘dipelihara’ orang dalam Entrance untuk memasok narkoba. “Entrance memang sedikit lebih berhati-hati soal pil ekstasi, makanya Entrance pakai pengedar dari luar,” kata kolega kepada kami.

Ya, keberadaan narkoba di Entrance memang tak bisa dipungkiri. Apalagi, beberapa pengunjung Entrance yang menggunakan narkoba pernah terjaring polisi. Di antara, pada Minggu, 3 Juni 2012 sekitar pukul 01. 00 WIB lalu, polisi mengamankan enam pengujung keturunan Tianghoa karena mendapati 4 butir ekstasi dari mereka dalam razia. Selain itu di lantai II Entrance petugas berhasil mengamankan pengunjung yang sedang berada di KTV III dan menemukan 10 butir pil happy five.

Lalu pada Minggu dini hari, 29 Juli 2012 lalu, saat polisi merazia Entrance, polisi mengamankan tiga pengujungnya karena kedapatan mengantongi tiga pil Heavy Five. Meski diskotik Entrance sering dikecam ormas, tokoh pemuda maupun tokoh agama karena tarian striptease dan narkoba serta jam operasional yang melanggar ketentuan, tapi tetap saja tempat hiburan malam ini beroperasi. (bersambung)

Menelusuri Lokasi Hiburan Malam di Medan, Diskotik Entrance (10)

Penelusuran tim kami di diskotik Entrance Hotel Grand Aston mendapati fakta kalau ada penari striptease di situ. Sedangkan penelurusan kami di KTV karaoke Entrance di lantai dua, juga mendapati adanya peredaran ekstasi.

Tim Sumut Pos, Medan

STRIPTEASE: Suasana  sebuah tempat hiburan malam  menampilkan striptease, beberapa waktu lalu.
STRIPTEASE: Suasana di sebuah tempat hiburan malam yang menampilkan striptease, beberapa waktu lalu.

Bagi para pengujung berkantong tebal, karaoke Entrance menjadi pilihan. Pasalnya, karaoke ini membanderol harga minuman sedikit lebih mahal dibanding dengan KTV di tempat hiburan malam lainnya. Sedangkan ruangan KTV-nya sedikit lebih lebih kecil.

Perbedaan harga ini memang ditelusuri tim kami. Dengan memesan salah satu KTV di Entrance, kami memesan minuman atau makanan kecil yang harganya sedikit lebih mahal. Tapi tentu harga menjadi tak persoalan bagi berkantong tebal. Ini karena ada kebanggaan sendiri bagi pengunjung bila masuk ke Entrance karena perbedaan harga tadi.

Beberapa pengunjung mengakui hal ini. Seperti dikatakan Rina, warga Kompleks Taman Setia Budi Indah Medan ini, mereka lebih memilih masuk ke karaoke Entrance untuk berdugem ria bersama teman-temannya karena lebih dianggap keren dibanding ke tempat hiburan malam lainnyan
“Banggalah kalau masuk ke Entrance, soalnya harga minumannya mahal, ya jadi pandangan teman-teman jadi kerenlah, gitu,” ujar Rina saat diwawancarai tim kami di luar KTV-nya.

Meski harga minumannya mahal, tapi karaoke Entrace selalu full bookingan di tiap libur akhir pekan. Seperti Malam Minggu kami melakukan investigasi ini, ruangan KTV seluruhnya sudah berpenghuni. Padahal, masih pukul delapan malam. Untung saja kami sudah pesan KTV di siang harinya dengan menggunakan jasa kolega baik kami; kolega kali ini ikut serta.

Kami menempati salah satu ruangan standar di karaoke Entrace. Kami juga memesan beberapa minuman serta makanan kecil. Sambil bernyanyi karaoke, kolega berupaya memesan pil ekstasi kepada salah satu pelayan di situ. “Ada obat? Kami mau party nih, tolong ambilkan empat butir ya,” besik kolega kepada salah satu pelayan pria di situ.

Awalnya sih, pelayan sempat ragu dan takut kalau-kalau kolega adalah aparat polisi.  Meski awalnya mengelak tak ada, tapi setelah kolega mengeluarkan uang Rp300 ribu sebagai uang jasa, akhirnya si pelanan mau menuruti permintaan kolega. “Bentar ya Bang, saya panggilkan orangnya,” ujar si pelayan berkulit hitam dan bertubuh kurus itu.

Lumayan lama kolega dan kami menunggu datangnya pesanan ekstasi itu. Hampir setengah jam. Hingga akhirnya si pelayan tadi kembali masuk ke ruangan KTV kami. “Bang, di sini (Entrance,Red) tak bisa pesan sedikit Bang, paling sedikit pesan 10 butir punya orang dalam. Kalau Abang mau nunggu agak lama, ada orang dari luar yang biasa pasok kemari, tapi belum datang,” kata si pelayan itu kepada kolega.

Kolega tak langsung setuju dengan penawaran yang diberikan si pelayan, bahkan sempat protes. “Wah, banyak kali sepuluh butir, bisa mati nanti. Pesan sama orang dalam siapa? Kok ‘gak bisa beli empat atau lima butir saja,” tanya kolega ke pelayan itu. Sedangkan kami hanya menyimak percakapan kolega dan si pelayan itu. “Memang gitu Bang biasanya,” jawab si pelayan itu lagi.

Akhirnya kolega menolak untuk memesan sepuluh butir pil ekstasi, seperti yang ditawarkan si pelayan tadi. Tapi kolega memilih menunggu pesanan obat sedikit lama karena dibawa dari orang luar. “Ya sudahlah, aku tunggu obat dari orang luar seperti yang kau bilang tadi. Tapi jangan terlalu lama ya,” kata kolega.

Si pelayanan pun kemudian bergegas pergi keluar dari ruangan KTV kami.  Sambil menunggu kedatangan pesanan pil ekstasi itu, kami melanjutkan dengan bernyanyi karaoke. Sesekali, kolega juga ngobrol kepada kami. “Saya akui, kalau di Entrance, agak susah kita beli ekstasi dari dalam sini, tapi saya tahu siapa yang menjualnya. Ya, penjualnya bertugas di bagian musik. Beli pilnya pun memang harus partai banyak, paling sedikit sepuluh. Saya tahu kok. Kalau dari pemasok dari luar yang jual di Entrance, saya juga tahu orangnya. Dia sering pakai topi. Kita lihat nanti kalau tidak percaya,” ujar kolega kepada kami.

Lumayan lama kami menunggu datangnya pesanan pil ekstasi itu. Hampir satu jam. Tapi akhirnya yang ditunggu datang juga. Si pelayan itu datang bersama seorang pria bertopi, tubuhnya tinggi tegap dan memakai tas yang diselempangkan di dadanya.

Ternyata, apa yang dikatakan kolega benar. Si orang luar yang memasok pil ekstasi ke Entrance memang memakai topi berwarna kream, bertubuh tinggi tegap dan berkulit sawo matang, tapi tidak terlalu hitam. Si pria tadi lalu mendekati kolega dan berbisik, lalu menyerahkan empat butir pil ekstasi pesanan kolega. Lagi-lagi, pil ekstasinya berwarna unggu.

Transaksi jual beli itu sangat cepat. Si pria nampak sedikit gusar dan salah tingkah ketika mata kami semuanya tertuju kepadanya. Dia tak mau mengangkat wajahnya dan lebih banyak menunduk, seperti menyembunyikan wajahnya di balik topinya.

Usai bertransaksi, si pria bertopi bersama pelayan tadi langsung keluar dari KTV kami.  Sedangkan beberapa di antara kami coba menguntit si pria itu. Tapi langkah si pria bertopi tampak terburu-buru. Dia turun dari lantai dua menuju lantai satu, dan hilang entah kemana. Mungkin berbaur dengan pengunjung lainnya yang ada di diskotik Entrance di lantai satu. Kami yang kehilangan jejak si pria bertopi itu akhirnya kembali masuk ke KTV. Sedangkan empat butir ekstasi itu berada di dalam ruangan kami.

Investigasi ini rasanya tak sia-sia. Paling tidak, kami bisa membuktikannya kalau pil ekstasi juga bisa kami dapatkan di Entrance. Ya, kami juga bisa melakukan transaksi narkoba di dalam KTV.

Seperti kata kolega, si pria bertopi itu memang ‘dipelihara’ orang dalam Entrance untuk memasok narkoba. “Entrance memang sedikit lebih berhati-hati soal pil ekstasi, makanya Entrance pakai pengedar dari luar,” kata kolega kepada kami.

Ya, keberadaan narkoba di Entrance memang tak bisa dipungkiri. Apalagi, beberapa pengunjung Entrance yang menggunakan narkoba pernah terjaring polisi. Di antara, pada Minggu, 3 Juni 2012 sekitar pukul 01. 00 WIB lalu, polisi mengamankan enam pengujung keturunan Tianghoa karena mendapati 4 butir ekstasi dari mereka dalam razia. Selain itu di lantai II Entrance petugas berhasil mengamankan pengunjung yang sedang berada di KTV III dan menemukan 10 butir pil happy five.

Lalu pada Minggu dini hari, 29 Juli 2012 lalu, saat polisi merazia Entrance, polisi mengamankan tiga pengujungnya karena kedapatan mengantongi tiga pil Heavy Five. Meski diskotik Entrance sering dikecam ormas, tokoh pemuda maupun tokoh agama karena tarian striptease dan narkoba serta jam operasional yang melanggar ketentuan, tapi tetap saja tempat hiburan malam ini beroperasi. (bersambung)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/