Site icon SumutPos

Pandai Melukis sampai Sahabat Polisi

Foto: Arya Dhitya/Jawa Pos Erwin Sibarani (dua kanan) bersama murid-murid Rumah Gadara setelah berdoa.
Foto: Arya Dhitya/Jawa Pos
Erwin Sibarani (dua kanan) bersama murid-murid Rumah Gadara setelah berdoa.

SELAIN intens berinteraksi dan berjalan-jalan, Erwin Sibarani berusaha agar beberapa murid mendapatkan aktivitas. Beberapa diperbantukan untuk membersihkan lingkungan dan balai RW.


Ada yang dikirim khusus ke kantor Polsek Tenggilis Mejoyo untuk diperbantukan. Kanit Intelkam Polsek Tenggilis Mejoyo Suwito bercerita, dulu Erwin mengantarkan Wahyu, salah seorang murid Rumah Gadara, untuk dipekerjakan di kantor polsek.

Tujuannya bukan uang. Tetapi agar Wahyu mendapatkan pelajaran, bisa berinteraksi dengan dunia luar, dan mendapatkan kemampuannya kembali sebagai manusia. ’’Tujuannya agar Pak Wahyu bisa mendapat pelajaran hidup,’’ kata Suwito.

Wahyu akhirnya resmi jadi mitra kepolisian. Setiap pagi atau sore, lanjut Suwito, Wahyu tidak pernah absen datang dengan diantar para mentor. Wahyu menyapu halaman polsek dari ujung pom bensin Raya Rungkut Industri sampai ujung barat halaman polsek. ’’Dia rajin, tidak pernah membuat masalah,’’ tutur Suwito.

Selain Wahyu, ada beberapa murid Rumah Gadara yang luar biasa. Ada Heri yang jago melukis dengan cat air. Dia dulunya adalah mahasiswa Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya.

Lukisan bikinannya bertumpuk. ’’Berkali-kali masuk majalah Bobo juga,’’ kata Erwin. Tujuan utama Erwin sebenarnya mengantarkan para murid untuk kembali ke keluarganya.

Karena itu, ketika seorang murid mengingat kembali rumahnya, Erwin sedapat mungkin segera bergerak mengantarkan. Misalnya, Wahyu. Setiap kali ditanya rumahnya, Wahyu selalu memberikan jawaban yang sama. ’’Sidoarjo, Bangunrejo, dekat alun-alun,’’ katanya.

Begitu mendapat jawaban tersebut untuk kali pertama pada 2014, Erwin segera bergerak menuju lokasi sesuai petunjuk kabur Wahyu. Namun, setelah seharian berputar-putar di Sidoarjo, rumah Wahyu belum juga ditemukan. Saat semua sudah lelah, Erwin kembali bertanya pada Wahyu soal alamat rumahnya.

Jawaban Wahyu berubah menjadi Kutisari, letak Rumah Gadara. ’’Akhirnya, kami bawa pulang lagi,’’ ungkap Erwin.

Metode penyembuhan penderita gangguan jiwa beragam. Proses yang dibutuhkan dalam penyembuhan juga berbeda-beda setiap pasien. Hal tersebut bergantung pada kondisi pasien dan tingkat gangguan jiwa yang dialaminya. Menurut dr Ketut Tirka Nandaka SpKJ MMKes, yang dilakukan Erwin Sibarani patut mendapatkan apresiasi.

Tidak banyak orang yang peduli pada pasien gangguan jiwa. Apalagi bisa memberikan pertolongan. Tirka menerangkan, ada empat tahap dalam penyembuhan pasien gangguan jiwa.

Yakni, secara biologis (obat-obatan), psikologis (terapi yang dilakukan dokter, misalnya), pendekatan sosial (dukungan dari orang sekitar pasien), dan pendekatan spiritual.

’’Kalau dokter, fokusnya ke secara bilogis dan psikologis. Tapi, masyarakat ya dapat membantu,” ujar Kepala Departemen Saraf, Jiwa, dan Rehabilitasi Medis RSAL dr Ramelan Surabaya tersebut.

Dengan begitu, metode penyembuhan oleh Erwin, lanjut Tirka, adalah hal yang wajar. Dokter asal Tabanan, Bali, tersebut menilai Erwin menggunakan metode jenis ketiga dan keempat.

Yakni, pendekatan sosial dan spiritual. Tanpa adanya bantuan obat-obatan dan psikoterapi yang umumnya dilakukan tenaga medis.

’’Itu dilandasi Erwin yang memang bukan seorang dokter,” kata dokter kelahiran 13 April 1967 itu. Pendekatan sosial dan spiritual mungkin saja bisa membantu penyembuhan pasien gangguan jiwa.

Tirka menjelaskan, dua metode tersebut manjur diberikan kepada pasien gangguan jiwa ringan. Misalnya, depresi ringan dan kecemasan.

’’Itu mungkin saja dapat dilakukan hanya dengan dua metode tersebut,” kata laki-laki 49 tahun itu. Dukungan sosial dianggap penting. Sebab, pasien gangguan jiwa umumnya merasa dirinya terasingkan.

Karena itu, penerimaan masyarakat maupun kerabat dekat bisa membantu penyembuhan pasien. ’’Yang dilakukan Erwin ini saya rasa dapat menjadi teladan yang lainnya,” ujar Tirka.

Tapi, khusus pasien gangguan jiwa berat, seperti skizofrenia, perlu penanganan khusus oleh ahlinya. Sebab, gangguan mental kronis baru bisa disembuhkan dengan gabungan empat metode.

’’Ya butuh obat-obatan, psikoterapi, pendekatan sosial, dan spiritual. Mereka butuh semuanya itu,” jelas Tirka. Meski begitu, proses penanganan semuanya kembali pada kondisi pasien.

Lama atau tidaknya juga bergantung pada bagaimana keinginan pasien untuk sembuh. Tentu seluruh proses penyembuhan itu perlu dilakukan secara berulang dan terus-menerus.

Tidak dapat diberikan dalam satu-dua kali saja. Sebab, pasien gangguan jiwa memiliki peluang kambuh lagi. Kondisi tersebut berlaku untuk pasien dengan gangguan jiwa berat maupun ringan. (jpg/rbb)

Exit mobile version