MEDAN, SUMUTPOS.CO- Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Demokrat Sumut menyurati Ketua Mahkamah Agung (MA) Republik Indonesia untuk memohon perlindungan hukum dan keadilan. Surat termohonan tersebut disampaikan Plt Ketua DPD Partai Demokrat Sumut Herri Zulkarnain Hutajulu dan Sekretaris Meilizar melalui Ketua Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negeri (PTTUN) Medan yang diterima Ketua PTTUN Medan melalui Panitera Kustimah SH dan Erianur SH MHum, Jumat (12/11/2021).
Dalam suratnya, DPD Partai Demokrat Sumut mengungkapkan, sehubungan dengan rangkaian tindakan dari beberapa orang yang mengaku dan mengatasnamakan anggota Partai Demokrat untuk mengambil alih kepengurusan DPP Partai Demokrat dengan cara-cara kotor dan tidak elegan, Partai Demokrat Sumut sebagai kader dan pengurus partai di daerah ikut terdampak, baik secara politis, sosiologis, maupun psikologis.
Disebutkan, ada pihak yang mengklaim berhak menyelenggarakan Kongres Luar Biasa (KLB) di Sibolangit, Deliserdang, Sumut, dan menyatakan telah membentuk kepengurusan DPP hasil KLB tersebut serta mengubah Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Partai Demokrat (AD/ART). Namun demikian, negara tidak mengakui tindakan tersebut, sebagaimana Menteri Hukum dan HAM telah menolak permohonan pengesahan hasil KLB pada 31 Maret 2021 lalu.
Melalui berbagai cara, pihak yang mengklaim berupaya agar hasil KLB mendapat pengakuan. Pertama, melalui cara Jhonni Allen Marbun yang mengaku terpilih sebagai Sekjen DPP KLB menggugat pemecatannya melalui Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, yang telah diputus oleh pengadilan pada tingkat pertama dan tingkat banding, dengan amar putusan tidak dapat diterima.
Kedua, melalui cara gugatan Tata Usaha Negara (TUN) di PTUN Jakarta atas penolakan negara terhadap permohonan pengesahan kepengurusan hasil KLB dan perubahan AD/ART, yang diajukan atas nama Moeldoko selaku yang mengaku Ketua Umum dan Jhonni Allen Marbun selaku yang mengaku Sekjen.
Ketiga, melalui cara gugatan TUN di PTUN Jakarta terhadap dua SK Menkumham yang mengesahkan hasil Kongres Partai Demokrat 15 Maret 2020, yang diajukan Ajrin Duwila mantan Ketua DPC Partai Demokrat Kabupaten Kepulauan Sula dan Hasyim Husein mantan anggota Partai Demokrat.
Keempat, meskipun telah meminta pembatalan kedua SK Menkumham tentang pengesahan Kepengurusan DPP Partai Demokrat pimpinan Agus Harimurti Yudhoyono dan Teuku Riefky Harsya di PTUN Jakarta, namun terhadap salah satu objek yang sama, yakni Keputusan Menkumham tentang pengesahan AD/ART, mereka mengajukan uji materiil terhadap SK Menkumham tentang Pengesahan AD/ART Partai Demokrat dan juga ditolak MA.
“Langkah melalui berbagai lembaga peradilan tersebut yang sepintas lalu tidak dilarang, namun bagi kami kader Partai Demokrat yang di daerah adalah tidak masuk akal, karena penyelenggaraan KLB itu sendiri telah jauh menyimpang dari AD/ART Partai Demokrat,” kata Herri Zulkarnain Hutajulu.
Dikatakan menyimpang, sebut Herri, karena tidak dipenuhinya syarat pokok kongres ataupun KLB, yakni bukan diselenggarakan oleh DPP, dan tidak melalui proses pengusulan dari sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah DPD Partai Demokrat dan 1/2 dari jumlah DPC serta tidak disetujui oleh Ketua Majelis Tinggi.
Pemahaman seluruh kader, lanjut Herri, hasil yang diperoleh dari proses yang cacat hukum adalah tidak sah. Demikian pula, AD/ART yang merupakan keputusan dari forum tertinggi yang diambil dalam kongres 2020, bukan produk peraturan perundang-undangan yang dapat diuji materiil di Mahkamah Agung.
Sebagai kader yang diberi amanah memimpin DPD Partai Demokrat Sumut, Herri Zulkarnain bersama Sekretaris Meilizar Latif dan pengurus lainnya seperti Direktur Eksekutif Partai Demokrat Sumut Masdar Limbong, Ketua Perempuan Demokrat Republik Indonesia (PDRI) Sumut, Dahliana Sinulingga dan lainnya tergerak untuk ikut secara aktif menyelamatkan Partai Demokrat dari tindakan para peserta dan penyelenggara KLB yang ilegal.
Apalagi sebagai Plt Ketua DPD Partai Demokrat Sumut yang sah dan terdaftar dalam SIPOL KPU RI, Herri Zulkarnain Hutajulu mengaku tidak pernah meminta diselenggarakan KLB, tidak pernah hadir dalam KLB, dan tidak pernah menerbitkan surat tugas (mandat) kepada orang-orang yang menghadiri KLB dengan mengatasnamakan sebagai perwakilan DPD dan/atau DPC Partai Demokrat.
“Karenanya perkenankan kami memohon perlindungan hukum dan keadilan bagi atau untuk Partai Demokrat dari tindakan-tindakan merebut kepengurusan partai yang secara kasat mata dilakukan dengan cara-cara yang melanggar hukum, moral dan etika politik,” tandas Herri. (adz)