29 C
Medan
Wednesday, June 26, 2024

Dirut PT ACK Tersangka Penyerobotan Lahan PT KAI

MEDAN-Penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung) secara resmi menetapkan tiga tersangka kasus pengalihan hak atas tanah Negara yang dikelola PT Kereta Api Indonesia (PT KAI) menjadi milik Pemerintah Kota Medan. Selain Wali Kota Medan nonaktif Rahudman Harahap dan mantan Wali Kota Medan Abdillah, penyidik juga menetapkan status tersangka pada Direktur Utama (Dirut) PT PT Agra Citra Kharisma (ACK), Handoko Lien
Handoko Lie yang merupakan anak dari Ishak Charlie ini ditetapkan sebagai tersangka karena sebagai pemimpin dari perusahaan swasta yang kini mengusai lahan PT KAI.

GEMERLAP: Kenderaan bermotor melintas di depan gedung Centre Point Jalan Jawa Medan, Rabu (12/3). Sengketa lahan PTKAI dengan PT Agra Citra Kharisma (ACK) menyeret Dirut PT ACK Handoko Lie ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejagung.//aminoer rasyid/sumut pos
GEMERLAP: Kenderaan bermotor melintas di depan gedung Centre Point Jalan Jawa Medan, Rabu (12/3). Sengketa lahan PTKAI dengan PT Agra Citra Kharisma (ACK) menyeret Dirut PT ACK Handoko Lie ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejagung.//aminoer rasyid/sumut pos

Sebagaimana diketahui, lahan tersebut kini telah menjadi pusat perbelanjaan, Centre Point. “Telah ditemukan bukti permulaan yang cukup tentang terjadinya dugaan tindak pidana korupsi. Sehingga tim penyelidik pada bidang tindak pidana khusus Kejaksaan Agung akhirnya meningkatkannya ke tahap penyidikan dengan menetapkan tiga orang sebagai tersangka,” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Setia Untung Arimuladi, di gedung Kejagung, Jakarta, Rabu (12/3).

Menurut Untung, status tersangka terhadap ketiganya telah diterbitkan sejak 20 Januari 2014 lalu. Masing-masing Rahudman ditetapkan berdasarkan surat perintah penyidikan nomor Print – 08/F.2/Fd.1/01/2014, Abdillah berdasarkan surat perintah penyidikan Nomor Print – 09/F.2/Fd.1/01/2014 dan Handoko Lie berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor: Print – 10/F.2/Fd.1/01/2014.

Ketiganya diduga mengalihkan lahan perusahaan Jawatan Kereta Api (sekarang PT KAI) menjadi hak pengelolaan tanah Pemda Tingkat II Medan tahun 1982. Para tersangka juga diduga melakukan tindak pidana penerbitan hak guna bangunan atas lahan tersebut tahun 1994 lalu, pengalihan hak guna bangunan tahun 2004 dan perpanjangan hak guna bangunan tahun 2011.

“Saat ini tim penyidik masih membuat rencana pemanggilan dan tindakan hukum lainnya guna pengumpulan bukti,” katanya.

Informasi ini sejalan dengan kabar yang Sumut Pos dapat ketika beberapa penyidik Kejagung datang ke Medan. Ya, medio Febuari silam Kejagung memperintahkan tim kecil untuk melakukan penyidikan terhadap aset Rahudman Harahap, Abdillah, dan Handoko Lie yang merupakan anak Ishak Charlie. Ketiganya diduga terlibat dalam pengalihan aset milik PT KAI. Tim Kejagung tersebut menginap di Hotel Swissbell Medan.

Sebelum melacak aset para tokoh yang diduga terlibat kasus aset milik PT KA berupa tanah sekitar 7 hektare ke PT ACK, tim tersebut melakukan koordinasi dengan Kejaksaan Negeri Medan. Hampir sepekan penuh tim itu mencari serta menelisik aset para tokoh tersebut.

Satu per satu lokasi berupa rumah dan tanah didatangi tim tersebut. Mulai mendatangi rumah Rahudman Harahap, kediaman mantan Wali Kota Medan Abdillah, dan kediaman Handoko.

Selain menyidik aset berupa bangunan serta tanah, tim tersebut menyidik benda bergerak. Untuk Handoko, tim menemukan selain bangunan gedung berbentuk ruko juga menemukan kendaran berupa sepeda motor Honda Supra keluaran 1997. Dalam kartu keluarga (KK) Handoko disebutkan tidak memiliki istri, namun memiliki seorang anak laki-laki.

“Handoko ini lihai untuk mengelabui. Dalam KK-nya Istrinya tak ada tetapi miliki anak. Apakah istrinya diceraikan atau anaknya anak angkat, lihai betul ini,” bilang seorang anggota tim kepada Sumut Pos ketika dihubungi melalui via ponsel.

Sebagaimana diketahui, meski perkara perdatanya masih menunggu putusan PK dari MA, PT KAI secara resmi mengadukan kasus pidana terkait dugaan penggelapan sebagian lahan negara seluas 7,3 hektare ke Kejagung. Langkah menempuh jalur pidana diambil, demi penyelamatan aset di Stasiun Kereta Api, Kota Medan tersebut, karena PT ACK dalam kasus perdata selama ini terus menang di pengadilan.

“Kalau ternyata ada pejabat PT KAI yang dipanggil sebagai saksi atau bahkan hingga ditetapkan sebagai tersangka, kita tentu tidak akan menutup mata,” ujar Sugeng beberapa waktu lalu.

Meski belum berani menyebut secara pasti siapa saja oknum dalam tubuh PT KAI yang terlibat dalam kasus ini, namun Sugeng meyakini proses pengambilalihan aset milik negara yang dikelola PT KAI banyak melibatkan oknum-oknum mafia. Dan tentunya tanpa ada legitimasi dari orang dalam, hal tersebut tidak mungkin dapat terjadi.

“Memang dalam kasus ini cukup kuat ada indikasi mafia. Baik itu mafia hukum, peradilan atau yang lain-lain. Karena contohnya secara kelengkapan surat-surat itu kan semua ada catatannya mana saja yang masuk aset negara. Tapi mengapa di pengadilan bisa dimenangkan? Jadi saya yakin memang ada dugaan keterlibatan internal untuk melegitimasi. Kalau tidak bagaimana bisa ada sertifikat (pihak swasta),” katanya.

PT ACK Akui Setor Dana

Di sisi lain, pihak PT ACK mengaku menggunakan lahan tersebut berdasarkan Hak Guna Bangunan (HGB) yang dimiliki. Hal itu disampaikan Kuasa Hukum PT ACK, Hakim Tua Harahap ketika ditemui Sumut Pos di kantornya, Jalan Prof HM Yamin, Rabu (12/3). Dikatakan Hakim Tua Harahap, penerbitan HGB yang dimiliki pihaknya itu, berdasarkan Hak Pengelolahan Lahan (HPL) yang dimiliki Pemko Medan.

Lebih lanjut dikatakannya, untuk dapat menggunakan lahan dan mendapat HGB tersebut, pihaknya memberikan dana kepada pihak terkait yang saat itu mengeluarkan surat keputusan. Lebih rinci, Hakim Tua Harahap mengaku kalau pihaknya sudah mengeluarkan ganti rugi Rp55 miliar untuk pemukim di lahan tersebut. Begitu juga kepada pihak PT KAI, pihaknya memberikan dana sebesar Rp13 miliar. Hal itu disebutnya berdasarkan surat keputusan Menteri BUMN yang saat itu dijabat Laksamana Sukardi. Namun, disebutnya kalau dana itu tidak diterima oleh PT KAI, hingga akhirnya pihaknya menitipkan ke Pengadilan Negeri Medan. “Sebenarnya, kompensasi yang kami titipkan ke Pengadilan Negeri Medan itu bisa kami gugat untuk kami ambil lagi karena PT KAI tidak memiliki HPL. Namun kami mempertimbangkan akan ribet untuk mengurus kembali sertifikatnya, “ tambahnya.

Disinggung laporan pidana terhadap kedua orang yang pernah memimpin kota Medan itu, Hakim Tua Harahap mengaku tidak dapat mengomentarinya. Disebutnya, dirinya hanya dikuasakan untuk menangani perkara perdata lahan tersebut. Namun, Hakim Tua mengaku sangat menyayangkan sikap Kejaksaan Agung, bila menetapkan Rahudman Harahap dan Abdillah sebagai tersangka atas kasus itu. Disebutnya, hal itu merupakan sikap mencari-cari kesalahan orang lain.

“Hukum karma masih ada. Kena karma mereka nanti (Kejagung). Jangan terlalu mencari kesalahan orang lain. Siapa di dunia ini tidak punya salah rupanya. Lagi pula, seharusnya diselesaikan dulu gugatan perdata lahan itu. Setelah ditetapkan pemiliknya, baru diketahui kerugian negara untuk selanjutnya menetapkan tersangkanya, “ tegas.

Sebelumnya, Hakim Tua menyatakan tak bermasalah ketika kliennya ditetapkan tersangka. “Itu hak mereka (Kejagung,Red) dalam menetapkan status, yang penting kami punya bukti bahwasannya lahan tersebut sudah  diganti rugi,” ujarnya, Selasa (12/3) malam lalu.

PPATK Ogah Beber Aliran Dana

Sementara itu, petinggi Pusat Pelaporan dan Transaksi Analisis Keuangan (PPATK) tampak sangat hati-hati saat dimintai keterangan terkait aliran dana dari PT ACK yang diduga masuk ke pihak-pihak terkait. Lembaga penelisik aliran dana haram itu juga belum mau mengungkap berapa jumlah aliran dana dimaksud.

Wakil Ketua PPATK Agus Santoso malah meminta Sumut Pos bertanya saja ke jaksa yang menyidik sengketa lahan antara PT KAI dengan PT ACK. “Coba teman (wartawan) di Medan apakah bisa mendapat data dari jaksanya ya,” ujar Wakil Ketua PPATK Agus Santoso kepada Sumut Pos kemarin.

Kemarin, Sumut Pos mencoba menemui Agus di Jakarta untuk meminta keterangan perkara ini. Hanya saja, dia sedang tidak ada di kantor. Rupanya, orang kedua di PPATK itu sedang tugas di Bandung.

Dengan dalih sedang di luar kantor itulah, Agus mengaku tidak tahu persis datanya. Lewat BlackBerry Messenger (BBM), Agus memberikan jawaban singkat. Saat ditanya apa benar PPATK sudah menelisik aliran dana kasus tersebut, Agus tidak langsung menjawab iya atau tidak.

Dia hanya menjelaskan bahwa PPATK bergerak jika ada permintaan penyidik yang sedang menangani dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU), atau bisa juga PPATK secara proaktif mengendus aliran dana seseorang yang mencurigakan.

Bagaimana dengan kasus PT ACK ini? Apakah ada permintaan jaksa penyidik? Dia memberi sinyal bahwa memang ada permintaan itu. “Kalau lihat pelakunya, kemungkinan besar itu inqury (ada permintaan penyidik, Red),” ujar Agus mulai agak terbuka.Namun, tidak ada penjelasan lebih gamblang lagi dari Agus.

Seperti diberitakan, sumber Sumut Pos di Kejaksaan Tinggi Sumut menyebut bahwa Kejagung telah melimpahkan perkara dugaan TPPU ke Kejati Sumut. Sumber itu juga menyebutkan bahwa PPATK telah menemukan adanya aliran dana mencurigakan dari PT ACK yang masuk ke rekening Rahudman.

Kembali ke Medan, Kepala Seksi Penyidik (Kasidik) Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejatisu) LM Nusrim, malah mengaku belum menerima pelimpah penyidikan kasus komplek Centre Point yang dikelola PT Agra Citra Karisma (ACK).

“Sudah saya cek data atas pelimbahan itu belum ada menerima,”ungkap LM Nusrim, kemarin.

Hal senada juga, disampaikan Kepala seksi penerangan hukum (Kasi Penkum) Kejatisu, Chandra Purnama. “Belum ada itu, kalau ada saya infolah. Saat ini kita belum ada menerima itu. Kalau gak ada kita adakan, bahaya lah,”ungkap Chandra Purnama. (gir/sam/ain/gus/rbb)

PT KAI Tunggu Hasil PK

PT Kereta Api Indonesia (KAI) masih menunggu uji materi tentang peninjauan kembali (PK) di Mahkamah Agung (MA) atas kasus sengketa lahann
milik PT KAI yang sekarang diduduki PT Arga Citra Kharisma (ACK). Lahan yang terletak di Jalan Jawa tersebut kini menjadi kawasan bisnis Centre Point.

Hal itu dikatakan Public Relation PT KAI Regional I Sumut-Aceh, Jaka Jarkasih kepada Sumut Pos, Rabu (12/3). “Kita (PT KAI, Red) masih menunggu hasil putusan PK  terhadap sengketa lahan tersebut,” katanya.

Kasus sengketa lahan itu, sebut Jaka, sudah diambil alih kantor pusat melalui direktur bagian aset. “Jadi masalah ini sudah kami serahkan sepenuhnya ke sana (kantor pusat),” jelas pria yang baru bertugas di Medan ini.

Dia mengaku, sekarang ini pihaknya sedang fokus dalam mengamankan aset-aset negara yang dikuasakan kepada PT KAI, di mana salah satunya berjuang menyelamatkan tanah yang diklaim milik PT PT Agra Citra Kharisma (ACK).

“Harapannya agar aset tersebut bisa kembali lagi. Jadi saat ini kami sedang gencar-gencarnya untuk mengamankan aset negara termasuk salah satunya yang bersengketa itu (Centre Point),” ucapnya.

Peralihan lahan milik PT KAI ini menurut dia sudah lama terjadi. Artinya sudah sejak lama pula diincar pihak-pihak tertentu. Sayang ia tidak menyebut siapa pihak yang turut andil menggeser aset negara itu.

“Aset negara tentunya tidak bisa berpindah tangan begitu saja. Di mana dalam hal ini, KAI diberi kuasa memelihara salah satu aset negara tersebut. Kuat dugaan ada oknum yang bermain untuk menyerobot lahan milik KAI,” katanya.

Pihaknya berharap, kiranya aset milik negara itu dapat kembali sebagaimana mestinya. “Mudah-mudahan melalui proses PK ini, lahan tersebut kembali menjadi milik PT KAI, dan kami masih berjuang untuk itu,” tegasnya. (mag-6)

MEDAN-Penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung) secara resmi menetapkan tiga tersangka kasus pengalihan hak atas tanah Negara yang dikelola PT Kereta Api Indonesia (PT KAI) menjadi milik Pemerintah Kota Medan. Selain Wali Kota Medan nonaktif Rahudman Harahap dan mantan Wali Kota Medan Abdillah, penyidik juga menetapkan status tersangka pada Direktur Utama (Dirut) PT PT Agra Citra Kharisma (ACK), Handoko Lien
Handoko Lie yang merupakan anak dari Ishak Charlie ini ditetapkan sebagai tersangka karena sebagai pemimpin dari perusahaan swasta yang kini mengusai lahan PT KAI.

GEMERLAP: Kenderaan bermotor melintas di depan gedung Centre Point Jalan Jawa Medan, Rabu (12/3). Sengketa lahan PTKAI dengan PT Agra Citra Kharisma (ACK) menyeret Dirut PT ACK Handoko Lie ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejagung.//aminoer rasyid/sumut pos
GEMERLAP: Kenderaan bermotor melintas di depan gedung Centre Point Jalan Jawa Medan, Rabu (12/3). Sengketa lahan PTKAI dengan PT Agra Citra Kharisma (ACK) menyeret Dirut PT ACK Handoko Lie ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejagung.//aminoer rasyid/sumut pos

Sebagaimana diketahui, lahan tersebut kini telah menjadi pusat perbelanjaan, Centre Point. “Telah ditemukan bukti permulaan yang cukup tentang terjadinya dugaan tindak pidana korupsi. Sehingga tim penyelidik pada bidang tindak pidana khusus Kejaksaan Agung akhirnya meningkatkannya ke tahap penyidikan dengan menetapkan tiga orang sebagai tersangka,” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Setia Untung Arimuladi, di gedung Kejagung, Jakarta, Rabu (12/3).

Menurut Untung, status tersangka terhadap ketiganya telah diterbitkan sejak 20 Januari 2014 lalu. Masing-masing Rahudman ditetapkan berdasarkan surat perintah penyidikan nomor Print – 08/F.2/Fd.1/01/2014, Abdillah berdasarkan surat perintah penyidikan Nomor Print – 09/F.2/Fd.1/01/2014 dan Handoko Lie berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor: Print – 10/F.2/Fd.1/01/2014.

Ketiganya diduga mengalihkan lahan perusahaan Jawatan Kereta Api (sekarang PT KAI) menjadi hak pengelolaan tanah Pemda Tingkat II Medan tahun 1982. Para tersangka juga diduga melakukan tindak pidana penerbitan hak guna bangunan atas lahan tersebut tahun 1994 lalu, pengalihan hak guna bangunan tahun 2004 dan perpanjangan hak guna bangunan tahun 2011.

“Saat ini tim penyidik masih membuat rencana pemanggilan dan tindakan hukum lainnya guna pengumpulan bukti,” katanya.

Informasi ini sejalan dengan kabar yang Sumut Pos dapat ketika beberapa penyidik Kejagung datang ke Medan. Ya, medio Febuari silam Kejagung memperintahkan tim kecil untuk melakukan penyidikan terhadap aset Rahudman Harahap, Abdillah, dan Handoko Lie yang merupakan anak Ishak Charlie. Ketiganya diduga terlibat dalam pengalihan aset milik PT KAI. Tim Kejagung tersebut menginap di Hotel Swissbell Medan.

Sebelum melacak aset para tokoh yang diduga terlibat kasus aset milik PT KA berupa tanah sekitar 7 hektare ke PT ACK, tim tersebut melakukan koordinasi dengan Kejaksaan Negeri Medan. Hampir sepekan penuh tim itu mencari serta menelisik aset para tokoh tersebut.

Satu per satu lokasi berupa rumah dan tanah didatangi tim tersebut. Mulai mendatangi rumah Rahudman Harahap, kediaman mantan Wali Kota Medan Abdillah, dan kediaman Handoko.

Selain menyidik aset berupa bangunan serta tanah, tim tersebut menyidik benda bergerak. Untuk Handoko, tim menemukan selain bangunan gedung berbentuk ruko juga menemukan kendaran berupa sepeda motor Honda Supra keluaran 1997. Dalam kartu keluarga (KK) Handoko disebutkan tidak memiliki istri, namun memiliki seorang anak laki-laki.

“Handoko ini lihai untuk mengelabui. Dalam KK-nya Istrinya tak ada tetapi miliki anak. Apakah istrinya diceraikan atau anaknya anak angkat, lihai betul ini,” bilang seorang anggota tim kepada Sumut Pos ketika dihubungi melalui via ponsel.

Sebagaimana diketahui, meski perkara perdatanya masih menunggu putusan PK dari MA, PT KAI secara resmi mengadukan kasus pidana terkait dugaan penggelapan sebagian lahan negara seluas 7,3 hektare ke Kejagung. Langkah menempuh jalur pidana diambil, demi penyelamatan aset di Stasiun Kereta Api, Kota Medan tersebut, karena PT ACK dalam kasus perdata selama ini terus menang di pengadilan.

“Kalau ternyata ada pejabat PT KAI yang dipanggil sebagai saksi atau bahkan hingga ditetapkan sebagai tersangka, kita tentu tidak akan menutup mata,” ujar Sugeng beberapa waktu lalu.

Meski belum berani menyebut secara pasti siapa saja oknum dalam tubuh PT KAI yang terlibat dalam kasus ini, namun Sugeng meyakini proses pengambilalihan aset milik negara yang dikelola PT KAI banyak melibatkan oknum-oknum mafia. Dan tentunya tanpa ada legitimasi dari orang dalam, hal tersebut tidak mungkin dapat terjadi.

“Memang dalam kasus ini cukup kuat ada indikasi mafia. Baik itu mafia hukum, peradilan atau yang lain-lain. Karena contohnya secara kelengkapan surat-surat itu kan semua ada catatannya mana saja yang masuk aset negara. Tapi mengapa di pengadilan bisa dimenangkan? Jadi saya yakin memang ada dugaan keterlibatan internal untuk melegitimasi. Kalau tidak bagaimana bisa ada sertifikat (pihak swasta),” katanya.

PT ACK Akui Setor Dana

Di sisi lain, pihak PT ACK mengaku menggunakan lahan tersebut berdasarkan Hak Guna Bangunan (HGB) yang dimiliki. Hal itu disampaikan Kuasa Hukum PT ACK, Hakim Tua Harahap ketika ditemui Sumut Pos di kantornya, Jalan Prof HM Yamin, Rabu (12/3). Dikatakan Hakim Tua Harahap, penerbitan HGB yang dimiliki pihaknya itu, berdasarkan Hak Pengelolahan Lahan (HPL) yang dimiliki Pemko Medan.

Lebih lanjut dikatakannya, untuk dapat menggunakan lahan dan mendapat HGB tersebut, pihaknya memberikan dana kepada pihak terkait yang saat itu mengeluarkan surat keputusan. Lebih rinci, Hakim Tua Harahap mengaku kalau pihaknya sudah mengeluarkan ganti rugi Rp55 miliar untuk pemukim di lahan tersebut. Begitu juga kepada pihak PT KAI, pihaknya memberikan dana sebesar Rp13 miliar. Hal itu disebutnya berdasarkan surat keputusan Menteri BUMN yang saat itu dijabat Laksamana Sukardi. Namun, disebutnya kalau dana itu tidak diterima oleh PT KAI, hingga akhirnya pihaknya menitipkan ke Pengadilan Negeri Medan. “Sebenarnya, kompensasi yang kami titipkan ke Pengadilan Negeri Medan itu bisa kami gugat untuk kami ambil lagi karena PT KAI tidak memiliki HPL. Namun kami mempertimbangkan akan ribet untuk mengurus kembali sertifikatnya, “ tambahnya.

Disinggung laporan pidana terhadap kedua orang yang pernah memimpin kota Medan itu, Hakim Tua Harahap mengaku tidak dapat mengomentarinya. Disebutnya, dirinya hanya dikuasakan untuk menangani perkara perdata lahan tersebut. Namun, Hakim Tua mengaku sangat menyayangkan sikap Kejaksaan Agung, bila menetapkan Rahudman Harahap dan Abdillah sebagai tersangka atas kasus itu. Disebutnya, hal itu merupakan sikap mencari-cari kesalahan orang lain.

“Hukum karma masih ada. Kena karma mereka nanti (Kejagung). Jangan terlalu mencari kesalahan orang lain. Siapa di dunia ini tidak punya salah rupanya. Lagi pula, seharusnya diselesaikan dulu gugatan perdata lahan itu. Setelah ditetapkan pemiliknya, baru diketahui kerugian negara untuk selanjutnya menetapkan tersangkanya, “ tegas.

Sebelumnya, Hakim Tua menyatakan tak bermasalah ketika kliennya ditetapkan tersangka. “Itu hak mereka (Kejagung,Red) dalam menetapkan status, yang penting kami punya bukti bahwasannya lahan tersebut sudah  diganti rugi,” ujarnya, Selasa (12/3) malam lalu.

PPATK Ogah Beber Aliran Dana

Sementara itu, petinggi Pusat Pelaporan dan Transaksi Analisis Keuangan (PPATK) tampak sangat hati-hati saat dimintai keterangan terkait aliran dana dari PT ACK yang diduga masuk ke pihak-pihak terkait. Lembaga penelisik aliran dana haram itu juga belum mau mengungkap berapa jumlah aliran dana dimaksud.

Wakil Ketua PPATK Agus Santoso malah meminta Sumut Pos bertanya saja ke jaksa yang menyidik sengketa lahan antara PT KAI dengan PT ACK. “Coba teman (wartawan) di Medan apakah bisa mendapat data dari jaksanya ya,” ujar Wakil Ketua PPATK Agus Santoso kepada Sumut Pos kemarin.

Kemarin, Sumut Pos mencoba menemui Agus di Jakarta untuk meminta keterangan perkara ini. Hanya saja, dia sedang tidak ada di kantor. Rupanya, orang kedua di PPATK itu sedang tugas di Bandung.

Dengan dalih sedang di luar kantor itulah, Agus mengaku tidak tahu persis datanya. Lewat BlackBerry Messenger (BBM), Agus memberikan jawaban singkat. Saat ditanya apa benar PPATK sudah menelisik aliran dana kasus tersebut, Agus tidak langsung menjawab iya atau tidak.

Dia hanya menjelaskan bahwa PPATK bergerak jika ada permintaan penyidik yang sedang menangani dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU), atau bisa juga PPATK secara proaktif mengendus aliran dana seseorang yang mencurigakan.

Bagaimana dengan kasus PT ACK ini? Apakah ada permintaan jaksa penyidik? Dia memberi sinyal bahwa memang ada permintaan itu. “Kalau lihat pelakunya, kemungkinan besar itu inqury (ada permintaan penyidik, Red),” ujar Agus mulai agak terbuka.Namun, tidak ada penjelasan lebih gamblang lagi dari Agus.

Seperti diberitakan, sumber Sumut Pos di Kejaksaan Tinggi Sumut menyebut bahwa Kejagung telah melimpahkan perkara dugaan TPPU ke Kejati Sumut. Sumber itu juga menyebutkan bahwa PPATK telah menemukan adanya aliran dana mencurigakan dari PT ACK yang masuk ke rekening Rahudman.

Kembali ke Medan, Kepala Seksi Penyidik (Kasidik) Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejatisu) LM Nusrim, malah mengaku belum menerima pelimpah penyidikan kasus komplek Centre Point yang dikelola PT Agra Citra Karisma (ACK).

“Sudah saya cek data atas pelimbahan itu belum ada menerima,”ungkap LM Nusrim, kemarin.

Hal senada juga, disampaikan Kepala seksi penerangan hukum (Kasi Penkum) Kejatisu, Chandra Purnama. “Belum ada itu, kalau ada saya infolah. Saat ini kita belum ada menerima itu. Kalau gak ada kita adakan, bahaya lah,”ungkap Chandra Purnama. (gir/sam/ain/gus/rbb)

PT KAI Tunggu Hasil PK

PT Kereta Api Indonesia (KAI) masih menunggu uji materi tentang peninjauan kembali (PK) di Mahkamah Agung (MA) atas kasus sengketa lahann
milik PT KAI yang sekarang diduduki PT Arga Citra Kharisma (ACK). Lahan yang terletak di Jalan Jawa tersebut kini menjadi kawasan bisnis Centre Point.

Hal itu dikatakan Public Relation PT KAI Regional I Sumut-Aceh, Jaka Jarkasih kepada Sumut Pos, Rabu (12/3). “Kita (PT KAI, Red) masih menunggu hasil putusan PK  terhadap sengketa lahan tersebut,” katanya.

Kasus sengketa lahan itu, sebut Jaka, sudah diambil alih kantor pusat melalui direktur bagian aset. “Jadi masalah ini sudah kami serahkan sepenuhnya ke sana (kantor pusat),” jelas pria yang baru bertugas di Medan ini.

Dia mengaku, sekarang ini pihaknya sedang fokus dalam mengamankan aset-aset negara yang dikuasakan kepada PT KAI, di mana salah satunya berjuang menyelamatkan tanah yang diklaim milik PT PT Agra Citra Kharisma (ACK).

“Harapannya agar aset tersebut bisa kembali lagi. Jadi saat ini kami sedang gencar-gencarnya untuk mengamankan aset negara termasuk salah satunya yang bersengketa itu (Centre Point),” ucapnya.

Peralihan lahan milik PT KAI ini menurut dia sudah lama terjadi. Artinya sudah sejak lama pula diincar pihak-pihak tertentu. Sayang ia tidak menyebut siapa pihak yang turut andil menggeser aset negara itu.

“Aset negara tentunya tidak bisa berpindah tangan begitu saja. Di mana dalam hal ini, KAI diberi kuasa memelihara salah satu aset negara tersebut. Kuat dugaan ada oknum yang bermain untuk menyerobot lahan milik KAI,” katanya.

Pihaknya berharap, kiranya aset milik negara itu dapat kembali sebagaimana mestinya. “Mudah-mudahan melalui proses PK ini, lahan tersebut kembali menjadi milik PT KAI, dan kami masih berjuang untuk itu,” tegasnya. (mag-6)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/