25 C
Medan
Monday, July 1, 2024

KPPU Soroti Dugaan Persekongkolan Tender

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) kini ikut menyoroti proyek ‘lampu pocong’. Karena diduga ada persengkongkolan dalam proyek gagal yang menelan APBD Kota Medan mencapai Rp25 miliar tersebut. Namun, proses pembayaran kepada pihak kontraktor baru senilai Rp21 miliar. Wali Kota Medan Bobby Nasution, pun meminta kepada kontraktor yang menangani proyek tersebut, untuk mengembalikan dananya 100 persen.

Kepala KPPU Kantor Wilayah (Kanwil) 1, Ridho Pamungkas mengungkapkan, Pemkoa Medan menilai tidak ada perencanaan dengan baik yang dilakukan pihak kontraktor. Sehingga menghasilkan proyek gagal dalam pembangunan lampu penerangan jalan umum itu.

Namun, dia menjelaskan, persoalan kegagalan pelaksanaan pekerjaan suatu proyek, dapat disebabkan berbagai faktor.

“Seperti kurangnya perencanaan yang matang, kurangnya pengawasan, ketidakmampuan pelaksanaan, kesalahan manajemen, kekurangan sumber daya, perubahan regulasi, ataupun juga dapat terjadi karena adanya persekongkolan dalam tender,” ungkap Ridho, Jumat (12/5).

Ridho pun menjelaskan, ada beberapa indikasi yang dapat dicermati terkait adanya dugaan persekongkolan dalam satu proses tender, seperti ketidaksesuaian antara pemenang tender dan kapabilitasnya.

“Pemenang tender tidak memiliki pengalaman atau kapabilitas yang memadai untuk menyelesaikan proyek yang diberikan,” tuturnya.

Lebih lanjut dia mengatakan, adanya pelanggaran prosedur dalam tender, pokja mengabaikan proses evaluasi yang objektif, sehingga menghasilkan pemenang yang tidak qualified. Dan selanjutnya, menurut Ridho, adanya kelemahan dalam pengawasan pelaksanaan pekerjaan di lapangan.

Dari penelusuran di Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) terkait Proyek Penataan Lansekap pada Satker Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Medan, diketahui terdapat 8 paket pekerjaan sejenis untuk 8 ruas jalan yang ditenderkan dan dikerjakan oleh 6 kontraktor.

Terkait persoalan adanya pemecahan paket untuk pekerjaan sejenis, Ridho menilai, hal tersebut tidak menjadi persoalan, demi mengakomodir pelaku usaha kecil, sepanjang pemecahan paket tersebut bukan bertujuan untuk menghindari tender dengan cara penunjukkan langsung.

Namun demikian, dia menemukan adanya kejanggalan dalam proses pelaksanaan tender yang tayang di LPSE. Pada masing-masing paket pekerjaan hanya ada satu perusahaan yang memasukkan dokumen penawaran.

“Secara detail, kami belum mengetahui mengapa hanya ada satu penawaran dari masing-masing paket. Bahkan pemenang pada satu paket, tidak memasukkan penawaran pada paket yang lain. Atau dapat dikatakan, tidak terjadi persaingan dalam tender tersebut, seolah-olah tender telah dikondisikan,” jelas Ridho.

Ridho pun menjelaskan, semestinya di akhir 2022 sudah bisa putus kontrak dengan alasan satu pihak tidak memenuhi kewajibannya yang telah disepakati dalam kontrak tender. Seperti tidak memenuhi tenggat waktu yang ditetapkan, tidak menyediakan kualitas yang diharapkan, dan tidak mampu atau tidak dapat melaksanakan pekerjaan sesuai dengan persyaratan kontrak.

“Termasuk ketidakmampuan finansial, masalah keahlian teknis, atau pelanggaran peraturan atau persyaratan hukum lain,” pungkasnya. (gus/saz)

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) kini ikut menyoroti proyek ‘lampu pocong’. Karena diduga ada persengkongkolan dalam proyek gagal yang menelan APBD Kota Medan mencapai Rp25 miliar tersebut. Namun, proses pembayaran kepada pihak kontraktor baru senilai Rp21 miliar. Wali Kota Medan Bobby Nasution, pun meminta kepada kontraktor yang menangani proyek tersebut, untuk mengembalikan dananya 100 persen.

Kepala KPPU Kantor Wilayah (Kanwil) 1, Ridho Pamungkas mengungkapkan, Pemkoa Medan menilai tidak ada perencanaan dengan baik yang dilakukan pihak kontraktor. Sehingga menghasilkan proyek gagal dalam pembangunan lampu penerangan jalan umum itu.

Namun, dia menjelaskan, persoalan kegagalan pelaksanaan pekerjaan suatu proyek, dapat disebabkan berbagai faktor.

“Seperti kurangnya perencanaan yang matang, kurangnya pengawasan, ketidakmampuan pelaksanaan, kesalahan manajemen, kekurangan sumber daya, perubahan regulasi, ataupun juga dapat terjadi karena adanya persekongkolan dalam tender,” ungkap Ridho, Jumat (12/5).

Ridho pun menjelaskan, ada beberapa indikasi yang dapat dicermati terkait adanya dugaan persekongkolan dalam satu proses tender, seperti ketidaksesuaian antara pemenang tender dan kapabilitasnya.

“Pemenang tender tidak memiliki pengalaman atau kapabilitas yang memadai untuk menyelesaikan proyek yang diberikan,” tuturnya.

Lebih lanjut dia mengatakan, adanya pelanggaran prosedur dalam tender, pokja mengabaikan proses evaluasi yang objektif, sehingga menghasilkan pemenang yang tidak qualified. Dan selanjutnya, menurut Ridho, adanya kelemahan dalam pengawasan pelaksanaan pekerjaan di lapangan.

Dari penelusuran di Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) terkait Proyek Penataan Lansekap pada Satker Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Medan, diketahui terdapat 8 paket pekerjaan sejenis untuk 8 ruas jalan yang ditenderkan dan dikerjakan oleh 6 kontraktor.

Terkait persoalan adanya pemecahan paket untuk pekerjaan sejenis, Ridho menilai, hal tersebut tidak menjadi persoalan, demi mengakomodir pelaku usaha kecil, sepanjang pemecahan paket tersebut bukan bertujuan untuk menghindari tender dengan cara penunjukkan langsung.

Namun demikian, dia menemukan adanya kejanggalan dalam proses pelaksanaan tender yang tayang di LPSE. Pada masing-masing paket pekerjaan hanya ada satu perusahaan yang memasukkan dokumen penawaran.

“Secara detail, kami belum mengetahui mengapa hanya ada satu penawaran dari masing-masing paket. Bahkan pemenang pada satu paket, tidak memasukkan penawaran pada paket yang lain. Atau dapat dikatakan, tidak terjadi persaingan dalam tender tersebut, seolah-olah tender telah dikondisikan,” jelas Ridho.

Ridho pun menjelaskan, semestinya di akhir 2022 sudah bisa putus kontrak dengan alasan satu pihak tidak memenuhi kewajibannya yang telah disepakati dalam kontrak tender. Seperti tidak memenuhi tenggat waktu yang ditetapkan, tidak menyediakan kualitas yang diharapkan, dan tidak mampu atau tidak dapat melaksanakan pekerjaan sesuai dengan persyaratan kontrak.

“Termasuk ketidakmampuan finansial, masalah keahlian teknis, atau pelanggaran peraturan atau persyaratan hukum lain,” pungkasnya. (gus/saz)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/