30 C
Medan
Thursday, July 4, 2024

Korupsi Alkes Rp38 M Diduga Diendapkan

MEDAN-Slogan dan janji-janji Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejatisu), untuk memberantas kasus-kasus korupsi di Sumatera Utara, ternyata masih belum terbukti. Hingga saat ini banyak kasus korupsi besar yang masih menjadi utang Kejatisu belum tuntas terbayar. Sepeninggal Sution Usman Adji di posisi Kajatisu, dan Erbindo Saragih SH selaku Asisten Tindak Pidana Khusus (Aspidsus), pejabat di dua pos tersebut belum menunjukkan performa yang memuaskan masyarakat, khususnya pemerhati hukum.

Tidak jelas apakah AK Basuni Masyarif selaku Kajatisu dan Mansyur SH selaku Asisten Tindak Pidana Khusus (Aspidsus) masih membutuhkan waktu untuk menguak berbagai kasus korupsi besar di Sumut. Atau memang keduanya tidak berani mengungkap kasus-kasus yang diduga melibatkan sejumlah tokoh di Sumut Sebut saja kasus dugaan korupsi alat-alat kesehatan di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara senilai senilai Rp38 miliar yang dihibahkan dari dana hibah APBD Sumut 2009. Terkait perkembangan kasus ini, pejabat berwenang di Kejatisu di Jalan AH Nasution terkesan bungkam. Padahal bagian Tindak Pidana Khusus Kejatisu sudah memeriksa empat professor di lingkungan USU yakni Prof SYP, Prof DDM, Prof GLN dan Prof CHY, namun hasilnya tetap nihil.

Ketika wartawan koran ini melakukan konfirmasi ke Aspidsus Mansyur SH, beberapa staf di Pidsus tersebut mengatakan Aspidsus lagi sibuk. Wartawan koran ini kemudian mencoba mengkonfirmasi melalui telepon seluler, namun yang bersangkutan tidak mengangkat walau terdengar nada tersambung. Berulang kali dihubungi, Mansyur ponsel tetap tak diangkat.

Atas sikap tersebut, Wakil Direktur LBH Medan Muslim Muis SH mengkritik kinerja Aspidsus Kejatisu Mansyur SH yang tidak terbuka pada wartawan. “Jangan tutup-tutupi kasus ini. Kejatisu jangan munafik. Mereka mengaku menyelidiki kasus korupsi alkes di FK USU dan memanggil 4 profesor, namun hasinya tidak jelas. Kalau memang kasus itu dihentikan, kejaksaan harus segera mengumumkannya pada publik,” tegas Muis di kantornya di Jalan Hindu, Medan, kemarin.

Muis, menilai kepemimpinan AK Basuni Masyarif selaku Kejatisu dan Mansur selaku Aspidsus tidak berdampak apa-apa dalam pengungkapan kasusu korupsi di Sumut. “Kedua pejabat itu hanya terkesan duduk-duduk, bukan di Sumatera Utara tempatnya. Kita minta Kejagung mengkritisi dua pejabat di lingkungan Kejatisu itu,” beber Muis.

Muis juga meminta KPK mengambil alih penyelidikan kasus-kasus korupsi besar di Sumut, termasuk korupsi alkes di FK USU.

Seperti pernah diberitakan Sumut Pos, Kajatisu, AK Basuni Masyarif, memastikan bakal ada pejabat atau mantan pejabat di Universitas Sumatera Utara (USU) yang dijadikan tersangka dugaan korupsi pengadaan alatAlkes di FK USU senilai Rp38 miliar.

Pernyataan tersebut dilontarkan kajatisu pengganti Sution Usman Adjie ini Rabu, 27 Agustus 2010di kantornya di Jalan AH Nasution. “Saya sudah dengar kasus itu (korupsi alkes FK USU) secara gamblang, namun belum mendapatkan laporan mendetail,” tegas kajati yang baru sepekan lebih bertugas di Kejaksaan Tinggi tersebut. Sepengetahuannya, kasus tersebut masih terus diusut di Pidsus. “Yang jelas dari semua saksi yang diperiksa bakal ada yang akan dijadikan tersangka,” tegasnya.

Basuni masih enggan membeber siapa calon tersangka dan jumlah kerugian negara dari kasus tersebut. “Belum..belum bisa kita jabarkan siapa saja yang diperiksa dan berapa kerugian negera. Kita tidak mau mengeluarkan statemen yang membuat si terperiksa menjadi ketakutan,” tegas Basuni.

Basuni berjanji menjadikan kasus dugaan korupsi Alkes di FK USU sebagai prioritas utama bagi dirinya selama bertugas di Sumut. “Kasus ini menjadi prioritas utama, karena ini bagian utang Kejatisu yang masih tertinggal dan masih belum terselesaikan. Kasus itu akan kita usut,” tegas Basuni.

Dugaan korupsi pengadaan alat kesehatan (Alkes) Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (USU) terjadi pada 2010 dengan nilai Rp39 miliar. Sejauh ini sejumlah pejabat dan mantan pejabat USU telah diperiksa untuk dimintai keterangan, termasuk sejumlah profesor. Di antaranya, SYP, DM, KHY dan GLN.

Selain kasus Alkes USU, kasus mengendap di Kejatisu yang diakui Basuni sebagai utangnya antara lain dugaan korupsi APBD Dinkes Sergai: Pembangunan Rumah Sultan Sulaiman, alkes dan obat 2007-2008. Dugaan korupsi Dinas Pendidikan Medan: soal pembangunan kelas internasional SMA senilai Rp1,2 miliar tahun 2008.

Semua pejabat yang bertanggung jawab sudah dipanggil penyidik dengan alasan klarifikasi di bidang Pidsus. Namun sejauh ini belum ada keterangan, apakah kasusnya dilanjutkan atau dihentikan.

Sementara itu, USU akhirnya mengakui jika dugaan korupsi pengadaan Alkes FK tahun 2010 senilai Rp38 miliar dan sedang diusut Kejatisu. Pengakuan itu disampaikan Kabag Promosi Humas dan Protokoler PT BHMN USU, Bisru Hafi, Senin, 28 Maret 2011. “Kita tunggu saja apa hasilnya. Kita sama-sama belum tahu tentang bagaimana kelanjutan kasus ini,” ujarnya.(rud)

MEDAN-Slogan dan janji-janji Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejatisu), untuk memberantas kasus-kasus korupsi di Sumatera Utara, ternyata masih belum terbukti. Hingga saat ini banyak kasus korupsi besar yang masih menjadi utang Kejatisu belum tuntas terbayar. Sepeninggal Sution Usman Adji di posisi Kajatisu, dan Erbindo Saragih SH selaku Asisten Tindak Pidana Khusus (Aspidsus), pejabat di dua pos tersebut belum menunjukkan performa yang memuaskan masyarakat, khususnya pemerhati hukum.

Tidak jelas apakah AK Basuni Masyarif selaku Kajatisu dan Mansyur SH selaku Asisten Tindak Pidana Khusus (Aspidsus) masih membutuhkan waktu untuk menguak berbagai kasus korupsi besar di Sumut. Atau memang keduanya tidak berani mengungkap kasus-kasus yang diduga melibatkan sejumlah tokoh di Sumut Sebut saja kasus dugaan korupsi alat-alat kesehatan di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara senilai senilai Rp38 miliar yang dihibahkan dari dana hibah APBD Sumut 2009. Terkait perkembangan kasus ini, pejabat berwenang di Kejatisu di Jalan AH Nasution terkesan bungkam. Padahal bagian Tindak Pidana Khusus Kejatisu sudah memeriksa empat professor di lingkungan USU yakni Prof SYP, Prof DDM, Prof GLN dan Prof CHY, namun hasilnya tetap nihil.

Ketika wartawan koran ini melakukan konfirmasi ke Aspidsus Mansyur SH, beberapa staf di Pidsus tersebut mengatakan Aspidsus lagi sibuk. Wartawan koran ini kemudian mencoba mengkonfirmasi melalui telepon seluler, namun yang bersangkutan tidak mengangkat walau terdengar nada tersambung. Berulang kali dihubungi, Mansyur ponsel tetap tak diangkat.

Atas sikap tersebut, Wakil Direktur LBH Medan Muslim Muis SH mengkritik kinerja Aspidsus Kejatisu Mansyur SH yang tidak terbuka pada wartawan. “Jangan tutup-tutupi kasus ini. Kejatisu jangan munafik. Mereka mengaku menyelidiki kasus korupsi alkes di FK USU dan memanggil 4 profesor, namun hasinya tidak jelas. Kalau memang kasus itu dihentikan, kejaksaan harus segera mengumumkannya pada publik,” tegas Muis di kantornya di Jalan Hindu, Medan, kemarin.

Muis, menilai kepemimpinan AK Basuni Masyarif selaku Kejatisu dan Mansur selaku Aspidsus tidak berdampak apa-apa dalam pengungkapan kasusu korupsi di Sumut. “Kedua pejabat itu hanya terkesan duduk-duduk, bukan di Sumatera Utara tempatnya. Kita minta Kejagung mengkritisi dua pejabat di lingkungan Kejatisu itu,” beber Muis.

Muis juga meminta KPK mengambil alih penyelidikan kasus-kasus korupsi besar di Sumut, termasuk korupsi alkes di FK USU.

Seperti pernah diberitakan Sumut Pos, Kajatisu, AK Basuni Masyarif, memastikan bakal ada pejabat atau mantan pejabat di Universitas Sumatera Utara (USU) yang dijadikan tersangka dugaan korupsi pengadaan alatAlkes di FK USU senilai Rp38 miliar.

Pernyataan tersebut dilontarkan kajatisu pengganti Sution Usman Adjie ini Rabu, 27 Agustus 2010di kantornya di Jalan AH Nasution. “Saya sudah dengar kasus itu (korupsi alkes FK USU) secara gamblang, namun belum mendapatkan laporan mendetail,” tegas kajati yang baru sepekan lebih bertugas di Kejaksaan Tinggi tersebut. Sepengetahuannya, kasus tersebut masih terus diusut di Pidsus. “Yang jelas dari semua saksi yang diperiksa bakal ada yang akan dijadikan tersangka,” tegasnya.

Basuni masih enggan membeber siapa calon tersangka dan jumlah kerugian negara dari kasus tersebut. “Belum..belum bisa kita jabarkan siapa saja yang diperiksa dan berapa kerugian negera. Kita tidak mau mengeluarkan statemen yang membuat si terperiksa menjadi ketakutan,” tegas Basuni.

Basuni berjanji menjadikan kasus dugaan korupsi Alkes di FK USU sebagai prioritas utama bagi dirinya selama bertugas di Sumut. “Kasus ini menjadi prioritas utama, karena ini bagian utang Kejatisu yang masih tertinggal dan masih belum terselesaikan. Kasus itu akan kita usut,” tegas Basuni.

Dugaan korupsi pengadaan alat kesehatan (Alkes) Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (USU) terjadi pada 2010 dengan nilai Rp39 miliar. Sejauh ini sejumlah pejabat dan mantan pejabat USU telah diperiksa untuk dimintai keterangan, termasuk sejumlah profesor. Di antaranya, SYP, DM, KHY dan GLN.

Selain kasus Alkes USU, kasus mengendap di Kejatisu yang diakui Basuni sebagai utangnya antara lain dugaan korupsi APBD Dinkes Sergai: Pembangunan Rumah Sultan Sulaiman, alkes dan obat 2007-2008. Dugaan korupsi Dinas Pendidikan Medan: soal pembangunan kelas internasional SMA senilai Rp1,2 miliar tahun 2008.

Semua pejabat yang bertanggung jawab sudah dipanggil penyidik dengan alasan klarifikasi di bidang Pidsus. Namun sejauh ini belum ada keterangan, apakah kasusnya dilanjutkan atau dihentikan.

Sementara itu, USU akhirnya mengakui jika dugaan korupsi pengadaan Alkes FK tahun 2010 senilai Rp38 miliar dan sedang diusut Kejatisu. Pengakuan itu disampaikan Kabag Promosi Humas dan Protokoler PT BHMN USU, Bisru Hafi, Senin, 28 Maret 2011. “Kita tunggu saja apa hasilnya. Kita sama-sama belum tahu tentang bagaimana kelanjutan kasus ini,” ujarnya.(rud)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/