Site icon SumutPos

Bawa Baju Ganti hingga Mandi di Kantor

Bersepeda ke Tempat Kerja

NAIK SEPEDA:Makruf naik sepada menuju kantor.//donny/sumutpos

Setiap petang lalulintas di Kota Medan selalu padat. Makruf melaju dengan sepedanya diantara ramainya mobil  dan sepeda motor yang jumlahnya kian bertambah. Dengan setelan kemeja rapi layaknya pegawai, helm sepeda dan kacamata hitam digunakannya sebagai perlengkapan.

DONI HERMAWAN, Medan

Begitulah aktivitas Makruf bersepeda pergi dan pulang kerja atau sering disebut Bike To Work (B2W). “Iya saya biasa ke tempat kerja dengan naik sepeda. Bike To Work ini saya jalani sejak dua tahun lalu. Ini saya lakukan untuk kesehatan. Niatnya sih setiap hari. Tapi minimal dua kali seminggu,” kata Makruf.

Dari rumahnya di Jalan Bilal, Pegawai Dirjen Perbendaharaan Keuangan ini menempuh jarak enam sampai tujuh kilometer menuju kantornya. “Kalau sudah terbiasa sih tidak letih. Dulunya saya malah setiap hari Apalagi soal waktu tidak jauh berbeda dengan naik sepeda motor. Paling hanya berselang lima menit. Apalagi dengan naik sepeda kan terhindar dari macet,” katanya.

Makruf mengenal Bike To Work saat ia masih berdomisili di Jakarta. “Sebelumnya saya Bike To Work di Jakarta. Apalagi di sana memang cukup banyak orang yang bersepeda ke kantor. Dan itu saya lanjutkan sejak pindah kerja ke Medan tahun 2010 lalu.

Lalu ada teman sekantor yang punya keinginan sama. Ada tiga orang dulu kami sering bersepeda ke kantor. Tapi sekarang dia sudah pindah ke Bangka Belitung dan saya sendirian,” tambahnya.

Soal jenis sepeda yang digunakan, Makruf menggunakan sepeda khusus jalan raya yang biasa disebut jenis road bike. Dengan dilengkapi drailer, Makruf bisa mengatur berat ringannya kayuhan di jalan tanjakan maupun jalan menurun. Selain itu ia juga membawa baju ganti.

“Biasanya kalau pergi dari rumah saya pakai kaos. Jadi sampai di kantor baru ganti dengan kemeja untuk kerja. Dulu di awal-awal saya sempatkan mandi di kantor. Tapi sekarang tidak mandi lagi,” ungkapnya.

Namun sikap Bike To Work di Medan masih minoritas. Meskipun kegiatan bersepeda sudah mulai ramai peminatnya. Itupun hanya di Minggu maupun hari libur. Apalagi juga dukungan pemerintah masih minim. Terbukti belum adanya jalur sepeda yang diidamkan para pelaku Bike To Work.

“Harapan saya sih ada jalur itu. Minimal coba dari jalur pendek. Banyak orang yang nggak mau bersepeda karena tidak adanya rasa aman. Banyak orang yang nggak mau ngalah sama yang naik sepeda apalagi yang jalan kaki,” ujar pria yang juga tergabung dalam Komunitas Sepeda Gunung Sumatera (KSGS).

Apalagi Makruf menilai kondisi jalanan di Kota Medan cukup ideal untuk aktivitas Bike To Work. “Medan ini ideal untuk bike karena jalannya banyak turunan. Jadi saya harap sih semakin banyak orang yang mau mencoba B2W ini bukan karena minimal untuk kesehatan diri sendiri. Juga efeknya untuk lingkungan dapat mengurangi polusi,” harapnya.

Sejarah B2W di Indonesia sendiri berasal gagasan semangat dan harapan akan terwujudnya udara bersih di perkotaan. Ruang jalan yang didominasi kendaraan bermotor harus dikelola ulang menjadi ruang publik yang ramah lingkungan untuk berjalan kaki dan bersepeda.

Kemacetan lalu lintas, pencemaran udara, dan isu pemanasan global membuat banyak penduduk kota dunia mulai beralih ke kendaraan yang lebih ramah lingkungan dan sehat, seperti bersepeda dan atau berjalan kaki. Beranjak dari gagasan itu sekelompok penggemar kegiatan sepeda gunung yang tergabung dalam Komunitas Jalur Pipa Gas melakukan kampanye
pertama penggunaan sepeda ke tempat kerja pada 6 Agustus 2004.
Komunitas ini mempunya misi untuk meningkatkan. Dari Jakarta, B2W kemudian menular ke kota-kota lain termasuk Medan.

Daniel, pelaku Bike To Work lainnya juga berharap minat bersepeda bisa semakin ditingkatkan. Pegawai Panin Bank, Jalan Pemuda yang biasa menempuh jarak 4-5 kilometer dari kediamannya di Ayahanda ini mengaku pentingnya B2W dilakukan.

“Disini ada komunitasnya B2W Medan. Tapi memang tidak terlalu booming. Beda dengan di kota-kota lain dimana B2W
selalu dilibatkan dalam kegiatan bersepeda. Waktu ngumpulnya masih jarang dan belum terjadwal. Jadi kita sesama B2W masih berinteraksi lewat Facebook,” ungkapnya.

Daniel melihat semenjak diberlakukan Undang Undang No 22 Tahun 2009 yang mengatur soal penggunaan sepeda baik fasilitas maupun peraturannya, ada titik terang untuk para pengguna sepeda untuk lebih mendapat perhatian. Termasuk keinginan akan adanya jalur sepeda di Medan. “Sejak ada UU yang mengatur tentang sepeda, harusnya semakin baik.

Minimal kesadaran bersepeda itu dulu yang harus kita punya. Baik bagaimana berlalu lintas dengan sepeda. Memakai pengaman dan sebagainya. Kalau soal jalur sepeda kita tentunya ingin itu menjadi kenyataan. Minimal ada tempat percontohannya di jalan-jalan protokol kota dulu,” pungkasnya. (*)

Exit mobile version