25 C
Medan
Saturday, November 23, 2024
spot_img

Iuran BPJS Kesehatan Naik, Anggaran PBI APBD Sumut Ikut Naik, 2020 Nombok RP117 M

LAYANI: Petugas BPJS Kesehatan saat melayani masyarakat.
istimewa/sumut pos
LAYANI: Petugas BPJS Kesehatan saat melayani masyarakat. istimewa/sumut pos

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Iuran peserta BPJS Kesehatan sudah dipastikan mengalami kenaikan pada tahun 2020, tak terkecuali peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) yang ditanggung oleh APBD Sumut. Kenaikan iuran peserta kelas III tersebut dari Rp25.500 per orang setiap bulan menjadi Rp42.000. Akibatnya, alokasi APBD Sumut membengkak dua kali lipatn

Sekretaris Dinas Kesehatan (Dinkes) Sumut, Ridesman Nasution mengaku, alokasi anggaran untuk peserta PBI yang ditanggung APBD Sumut semula sekitar Rp99 miliar setahun dengan jumlah peserta sekitar 450 ribu jiwa. Kemudian, ditambah dengan dari hasil cukai rokok sebesar Rp23 miliar.

“Kita masih menggunakan perhitungan yang lama (Rp25.500 per orang), sehingga hanya dialokasikan sekitar Rp99 miliar ditambah hasil pajak rokok Rp23 miliar. Untuk tahun 2020, karena mengalami perubahan atau kenaikan iuran maka otomatis membengkak. Penambahan alokasi anggaran tersebut dua kali lipat,” ujar Ridesman yang diwawancarai, kemarin.

Kata dia, pihaknya sudah terlanjur menetapkan pos anggaran untuk peserta PBI APBD Sumut, karena sewaktu diajukan dan disetujui bersama DPRD Sumut belum ada kenaikan. Namun, lantaran ada kenaikan maka akan ditambah alokasinya pada Perubahan APBD 2020 nantinya. “Kami sudah menghitung kekurangannya sekitar Rp117 miliar, dengan jumlah peserta sebanyak 450 jiwa,” papar Ridesman.

Disinggung apabila nantinya ada penambahan peserta baru lagi, ia menyatakan tentunya akan ditambah lagi anggarannya. “Masih memungkinkan ada penambahan peserta. Kalau nanti ada penambahan peserta, maka anggaran ditambah lagi,” ucapnya.

Menurut dia, kenaikan iuran BPJS Kesehatan ini jangan dilihat sebelah mata. Sebab, tujuannya tak lain untuk membantu masyarakat yang menderita atau mengalami penyakit kronis. “Penyakit kronis atau katastropik merupakan penyakit yang membutuhkan perawatan cukup lama dan bahkan hampir tidak bisa disembuhkan. Seperti, misalnya gagal ginjal, hipertensi, diabetes, kanker dan sebagainya,” ujar Ridesman.

Ia menuturkan, penyakit-penyakit tersebut proporsi biayanya luar biasa besar. Jadi, kalau faktor-faktor penyebab penyakit itu tidak diatasi dari sekarang, sekalipun dilakukan lagi kenaikan iuran maka suatu saat akan kolaps kembali.

Oleh karena itu, salah satu solusinya dengan memperkuat promotif dan preventif di masyarakat. Pasalnya, penyakit itu juga bukan serta-merta langsung datang begitu saja, melainkan ada perjalanan panjang atau riwayatnya.

“Mereka yang menderita gagal ginjal itu berawal dari hipertensi. Sementara, hipertensi itu faktornya karena pola makan dan gaya hidup yang tidak sehat. Makanya, harus difokuskan bagaimana agar tidak terkena penyakit-penyakit kronis. Sebab, kalau terus menanggung pembiayaan pengobatannya maka tidak akan sanggup. Pasalnya, menurut perhitungan pakar bahawasanya laju pembiayaan pengobatan tidak akan bisa dikejar dengan laju iuran,” cetus Ridesman.

Dia menambahkan, apabila iuran terus dinaikkan, tentu akan berdampak terhadap peserta yang mandiri. Celakanya lagi, karena tak sanggup membayar iuran maka keluar dari kepesertaan. Sekarang saja, dengan naiknya iuran saat ini sudah banyak peserta yang turun kelas. Misalnya, dari kelas II menjadi kelas III. Maka dari itu, difokuskan bagaimana mengatasi agar faktor-faktor risiko orang terkena penyakit kronis tersebut seperti promotif dan preventif benar-benar berhasil.

“Untuk itu, kita mendorong agar masyarakat baik masih muda maupun lansia supaya memeriksakan diri kondisi kesehatannya. Dengan begitu, akan ketahuan potensi penyakit apa yang nantinya akan dialami. Selanjutnya, dilakukan upaya pencegahan,” ujarnya.

Diketahui, iuran BPJS Kesehatan dipastikan mengalami kenaikan setelah terbitnya Perpres Nomor 75 Tahun 2019 tentang perubahan atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan pada 24 Oktober 2019. Dalam Perpres Nomor 75 Tahun 2019 tersebut, terdapat beberapa perubahan penyesuaian iuran yang patut diketahui oleh masyarakat.

Pertama, kategori peserta PBI yang ditanggung oleh Pemerintah Pusat sebesar Rp42.000 berlaku 1 Agustus 2019. PBI yang didaftarkan oleh Pemerintah Daerah mendapat bantuan pendanaan dari Pemerintah Pusat sebesar Rp19.000 per orang per bulan untuk bulan pelayanan 1 Agustus sampai 31 Desember 2019.

Kedua, kategori peserta Pekerja Penerima Upah (PPU). Peserta PPU tingkat pusat merupakan pejabat negara, pimpinan dan anggota DPR, ASN, prajurit TNI, anggota Polri, pemberlakuan penyesuaian iuran mulai 1 Oktober 2019. Sedangkan peserta PPU tingkat daerah, merupakan kepala dan wakil kepala daerah, pimpinan dan anggota DPRD, ASN daerah, kepala dan perangkat desa hingga pekerja swasta, pemberlakuan penyesuaian iuran mulai 1 Januari 2020.

Dalam kategori ini, batas paling tinggi gaji atau upah per bulan yang digunakan yaitu sebesar Rp12 juta, dengan komposisi 5 persen dari gaji atau upah per bulan dan dibayar dengan ketentuan 4 persen dibayar oleh Pemberi Kerja dan 1 persen dibayar oleh peserta.

Ketiga, iuran untuk kategori peserta Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja (BP) yang berlaku mulai 1 Januari 2020 mengalami kenaikan. Antara lain, Kelas III menjadi Rp42.000, Kelas II menjadi Rp110.000, dan Kelas I menjadi Rp160.000. (ris/ila)

LAYANI: Petugas BPJS Kesehatan saat melayani masyarakat.
istimewa/sumut pos
LAYANI: Petugas BPJS Kesehatan saat melayani masyarakat. istimewa/sumut pos

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Iuran peserta BPJS Kesehatan sudah dipastikan mengalami kenaikan pada tahun 2020, tak terkecuali peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) yang ditanggung oleh APBD Sumut. Kenaikan iuran peserta kelas III tersebut dari Rp25.500 per orang setiap bulan menjadi Rp42.000. Akibatnya, alokasi APBD Sumut membengkak dua kali lipatn

Sekretaris Dinas Kesehatan (Dinkes) Sumut, Ridesman Nasution mengaku, alokasi anggaran untuk peserta PBI yang ditanggung APBD Sumut semula sekitar Rp99 miliar setahun dengan jumlah peserta sekitar 450 ribu jiwa. Kemudian, ditambah dengan dari hasil cukai rokok sebesar Rp23 miliar.

“Kita masih menggunakan perhitungan yang lama (Rp25.500 per orang), sehingga hanya dialokasikan sekitar Rp99 miliar ditambah hasil pajak rokok Rp23 miliar. Untuk tahun 2020, karena mengalami perubahan atau kenaikan iuran maka otomatis membengkak. Penambahan alokasi anggaran tersebut dua kali lipat,” ujar Ridesman yang diwawancarai, kemarin.

Kata dia, pihaknya sudah terlanjur menetapkan pos anggaran untuk peserta PBI APBD Sumut, karena sewaktu diajukan dan disetujui bersama DPRD Sumut belum ada kenaikan. Namun, lantaran ada kenaikan maka akan ditambah alokasinya pada Perubahan APBD 2020 nantinya. “Kami sudah menghitung kekurangannya sekitar Rp117 miliar, dengan jumlah peserta sebanyak 450 jiwa,” papar Ridesman.

Disinggung apabila nantinya ada penambahan peserta baru lagi, ia menyatakan tentunya akan ditambah lagi anggarannya. “Masih memungkinkan ada penambahan peserta. Kalau nanti ada penambahan peserta, maka anggaran ditambah lagi,” ucapnya.

Menurut dia, kenaikan iuran BPJS Kesehatan ini jangan dilihat sebelah mata. Sebab, tujuannya tak lain untuk membantu masyarakat yang menderita atau mengalami penyakit kronis. “Penyakit kronis atau katastropik merupakan penyakit yang membutuhkan perawatan cukup lama dan bahkan hampir tidak bisa disembuhkan. Seperti, misalnya gagal ginjal, hipertensi, diabetes, kanker dan sebagainya,” ujar Ridesman.

Ia menuturkan, penyakit-penyakit tersebut proporsi biayanya luar biasa besar. Jadi, kalau faktor-faktor penyebab penyakit itu tidak diatasi dari sekarang, sekalipun dilakukan lagi kenaikan iuran maka suatu saat akan kolaps kembali.

Oleh karena itu, salah satu solusinya dengan memperkuat promotif dan preventif di masyarakat. Pasalnya, penyakit itu juga bukan serta-merta langsung datang begitu saja, melainkan ada perjalanan panjang atau riwayatnya.

“Mereka yang menderita gagal ginjal itu berawal dari hipertensi. Sementara, hipertensi itu faktornya karena pola makan dan gaya hidup yang tidak sehat. Makanya, harus difokuskan bagaimana agar tidak terkena penyakit-penyakit kronis. Sebab, kalau terus menanggung pembiayaan pengobatannya maka tidak akan sanggup. Pasalnya, menurut perhitungan pakar bahawasanya laju pembiayaan pengobatan tidak akan bisa dikejar dengan laju iuran,” cetus Ridesman.

Dia menambahkan, apabila iuran terus dinaikkan, tentu akan berdampak terhadap peserta yang mandiri. Celakanya lagi, karena tak sanggup membayar iuran maka keluar dari kepesertaan. Sekarang saja, dengan naiknya iuran saat ini sudah banyak peserta yang turun kelas. Misalnya, dari kelas II menjadi kelas III. Maka dari itu, difokuskan bagaimana mengatasi agar faktor-faktor risiko orang terkena penyakit kronis tersebut seperti promotif dan preventif benar-benar berhasil.

“Untuk itu, kita mendorong agar masyarakat baik masih muda maupun lansia supaya memeriksakan diri kondisi kesehatannya. Dengan begitu, akan ketahuan potensi penyakit apa yang nantinya akan dialami. Selanjutnya, dilakukan upaya pencegahan,” ujarnya.

Diketahui, iuran BPJS Kesehatan dipastikan mengalami kenaikan setelah terbitnya Perpres Nomor 75 Tahun 2019 tentang perubahan atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan pada 24 Oktober 2019. Dalam Perpres Nomor 75 Tahun 2019 tersebut, terdapat beberapa perubahan penyesuaian iuran yang patut diketahui oleh masyarakat.

Pertama, kategori peserta PBI yang ditanggung oleh Pemerintah Pusat sebesar Rp42.000 berlaku 1 Agustus 2019. PBI yang didaftarkan oleh Pemerintah Daerah mendapat bantuan pendanaan dari Pemerintah Pusat sebesar Rp19.000 per orang per bulan untuk bulan pelayanan 1 Agustus sampai 31 Desember 2019.

Kedua, kategori peserta Pekerja Penerima Upah (PPU). Peserta PPU tingkat pusat merupakan pejabat negara, pimpinan dan anggota DPR, ASN, prajurit TNI, anggota Polri, pemberlakuan penyesuaian iuran mulai 1 Oktober 2019. Sedangkan peserta PPU tingkat daerah, merupakan kepala dan wakil kepala daerah, pimpinan dan anggota DPRD, ASN daerah, kepala dan perangkat desa hingga pekerja swasta, pemberlakuan penyesuaian iuran mulai 1 Januari 2020.

Dalam kategori ini, batas paling tinggi gaji atau upah per bulan yang digunakan yaitu sebesar Rp12 juta, dengan komposisi 5 persen dari gaji atau upah per bulan dan dibayar dengan ketentuan 4 persen dibayar oleh Pemberi Kerja dan 1 persen dibayar oleh peserta.

Ketiga, iuran untuk kategori peserta Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja (BP) yang berlaku mulai 1 Januari 2020 mengalami kenaikan. Antara lain, Kelas III menjadi Rp42.000, Kelas II menjadi Rp110.000, dan Kelas I menjadi Rp160.000. (ris/ila)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/