MEDAN-Dua sejoli tanpa ikatan pernikahan ditemukan tewas di dalam kamar kos yang sebelumnya adalah Hotel Bougenville di Jalan Setia Budi, Lingkungan IX, Kelurahan Simpang Selayang, Kecamatan Medan Tuntungan. Mayat pasangan ini ditemukan Selasa (13/3) siang sekitar pukul 11.00 WIB. Keduanya ditemukan setelah tubuhnya membengkak dan membusuk.
Informasi yang dihimpun Sumut Pos di lokasi, kedua jasad ini diketahui bernama Widia (19), warga Jalan Tanjungmorawa dan David (25), warga Suka Sari Dusun III, Kecamatan Penggajahan, Serdangbedagai. Keduanya tewas setelah melakukan hubungan intim sebelum meregang nyawa. Pasalnya, di seprai dan bantal kamar kos tersebut terdapat ceceran sperma. Saat ditemukan, terlihat mayat keduanya hanya mengenakan pakaian dalam. Sedangkan mayat wanita, Widia, mengeluarkan darah dari hidung dan mulutnya.
Akibat penemuan mayat di lokasi bekas Hotel Bougenville yang diubah menjadi kos-kosan ini, sontak menjadi pusat perhatian warga sekitar yang berkerumun datang. Hal ini juga memicu kemacetan jalan kawasan Setia Budi. Polisi lalu lintas Polsekta Delitua yang berada di lokasi langsung bekerja keras mengatur kemacetan lalulintas.
Sementara itu, pengakuan Angel (25), tetangganya, pasangan kekasih itu sudah menempati kos tersebut sekitar dua pekan. “Pasangan kekasih itu baru-baru ini saja tinggal di kos, aku tidak tahu identitas keduanya,” ungkap Angel.
Saat ditanya, kapan terakhir dirinya melihat Widia, Angel mengaku ia terakhir kali melihat bersama David masuk ke dalam kos pada Sabtu (10/3) malam. “Aku lihat terakhirnya malam minggu kemarin,” ujarnya.
Menurut Angel, pasangan kekasih itu menempati kamar No 2 B. Angel mengaku, ia adalah orang yang pertama mengetahui pasangan kekasih itu terbujur kaku. Ceritanya, saat itu dirinya mendengar air di dalam kamar mandi kos milik pasangan kekasih berukuran 3 x 3 meter tetap mengalir deras hingga airnya meluber. “Aku lalu berteriak dari balik kamarnya menyuruh korban agar mematikan air kamar mandinya. Beberapa kali aku panggil nama korban dari balik dinding, tapi tak ada sahutan. Tapi ketika kudekati kamar korban, aku mencium bau bangkai. Kupikir bau bangkai itu bau bangkai tikus mati atau binatang,” aku Angel.
Karena curiga, kata Angel, ia bersama sejumlah warga sekitar mencoba membuka paksa pintu kamar kos Widia. Alhasil, mereka sangat terperanjat melihat mayat pasangan. Kemudian ia bersama warga langsung melaporkan kejadian itu ke Polsek Deli Tua.
Saat disinggung pekerjaan Widia, Angel mengatakan kalau Widia tidak memiliki pekerjaan. “Tidak bekerja, biasalah pekerjaan wanita di sini,” ujarnya tanpa merinci jelas.
Sedangkan Kepala Lingkungan 9, Kelurahan Simpang Selayang, Kecamatan Medan Tuntungan, A Solimunshy mengatakan, pasangan kekasih itu merupakan warga pendatang, bukan warga di lingkungannya. “Saya tidak mengetahui identitas kedua jenazah itu, tidak ada laporan kepada saya,” tegasnya.
Sementara itu, Kapolsek Deli Tua Kompol SP Sinulingga mengatakan, bahwa di sekujur jasad tidak ditemukan luka-luka kekerasan atau penganiayaan. “Sementara ini tidak diketahui tanda-tanda kekerasan dan penganiayaan. Harta korban juga tidak ada yang hilang,” tambahnya.
Setelah dilakukan identifikasi dan Olah TKP, keduanya jenazah langsung diboyong ke RSUP H Adam Malik untuk dilakukan otopsi. Dari instalasi jenazah RSU H Adam Malik Medan, ayah korban Widia, Misdi (40), terlihat terpukul dengan kematian anak perempuannya. “Saya tak ada bermimpi buruk atau ibunya pun tak ada firasat buruk sebelum kematian anak kami ini,” kata sambil menyeka air mata.
Menurut Misdi, ia tak mengetahui anaknya yang akrab dipanggil Dea telah kos di daerah itu karena tak pernah mendapat kabar. “Saya sehari-harinya bekerja di Gunungtua, Padanglawas Utara. Saya baru tahu saat ini atau setelah anak saya meninggal kalau anak saya sudah kos selama dua minggu,” ucap dengan suara parau.
Dikatakan Misdi, anaknya mengaku bekerja di salah satu rumah makan di daerah Medan Selayang. “Anak saya Widia pernah bilang kalau dia bekerja di rumah makan dan kami tak tahu dia itu akan kos,” jelasnya.
Misdi yang datang hanya sendiri dan tak ditemani sang istri mengatakan, kalau anaknya, Widia, sudah pernah membawa David ke rumah mereka. Namun, saat itu dirinya sedang tak ada di rumah tapi sedang bekerja di daerah Gunung Tua. “David seminggu lalu datang ke rumah dan bertemu dengan istri saya. Kedatangan David untuk mengutarakan akan menikahi anak kami dalam waktu dua pekan ini. Kabar rencana itu disampaikan istri saya setelah David pamit pulang,” bebernya.
Saat ini, Misdi hanya pasrah dengan kehendak Tuhan. “Saya bisa bilang apa. Rencana anak saya menikah sudah kandas karena semua ini juga rencana Tuhan,” kata dengan air mata berlinang. (gus/jon/btr/mag-16)
Widia tak Mampu Bayar LKS
Dari rumah duka di Tanjungmorawa, semenjak pukul 11. 30 WIB kemarin, telah ramai didatangi kerabat, teman, serta tetangga korban. Kehadiran warga itu, untuk melayat jenazah Widia yang dinyatakan tewas bersama kekasihnya David. Rumah orangtua Widia, berukuran empat kali enam itu, berdindingkan tepas. Rumah itu hanya memiliki satu kamar tidur kemudian disekat dengan kain horden untuk membaginya. Lantai dapur rumahnya dari tanah.
Nurjana, ibu dari Widia, saat ditemui tidak mampu mengucapkan kata kata. Bahkan ibu yang sedang hamil usia lima bulan itu, lebih banyak diam. Bahkan warga yang melayat, hanya banyak terdiam sembari menunggu kedatangan jenazah korban.
Di depan rumah yang belum memiliki aliran listrik itu, telah terpasang tenda. Beberapa kursi plastik telah tersedia. Widia adalah anak pertama dari enam bersaudara itu, berangkat ke Medan dua tahun silam, untuk berkerja. Jenis pekerjanya tidak diketahui.
Tetapi setelah putus sekolah di kelas 1 dari SMA Negeri 1 Tanjungmorawa, Widia sempat berkerja di warung bakso Asli Daging Sapi (ADS) di Pasar VIII, Tanjungmorawa. Ia bersekolah sambil berkerja di ADS. Disebut-sebut, Widia putus sekolah karena tidak mampu membayar uang buku LKS.
“Widia sering ribut sama guru di sekolah karena tidak mampu bayar uang buku,” kata mantan teman yang pernah sekelas dengan Widia yang melayat, sekitar pukul 20. 30 WIB kemarin.
Karena kerab ribut itulah, Widia tidak bersekolah lagi. Selain bersekolah, Widia turut menopang perekonomian keluarganya dengan berkerja. Ibunya Nurjanah hanya seorang buruh cuci kain di rumah tetangga, sedangkan ayahnya, Misdi hanya kerja tak menetap atau serabutan. Terkadang ada pekerjaan namun lebih lama nganggur.
David tak Diakui sebagai Warga Pegajahan Sergai
Di sisi lain, kemarin Sumut Pos berusaha menemukan pihak keluarga David. Sayang, warga Dusun III Desa Suka Sari, Kecamatan Pegajahan, Kabupaten Sergai malah bingung. David yang beralamat di daerah itu malah tidak dikenal, begitu juga dengan orangtuanya.
Sumut Pos bersama Kapolsek Perbaungan AKP Marluddin SAg, Camat Pegajahan, Drs Misran, Kepala Desa Suka Sari Kartimin, Sekdes Sukasari Asun, dan dibantu warga lainnya menelusuri Desa Suka Sari mulai dari Dusun I, II, III, IV dan V untuk mengetahui asal David. “Setahu kami tidak ada warga Dusun III ini bernama David yang berada di Medan baik kerja maupun kuliah. Apa gak salah alamat?” kata seorang warga yang ternyata penasaran juga.
Begitu juga yang diungkapkan Kapolsek Perbaungan AKP Marludin kepada kerumunan warga. “Isu itu mengatakan kalau pria itu bernama David warga Desa Suka Sari, Dusun III, Kecamatan Pegajahan Sergai, sementara wanitanya Widia warga Jalan Tanjungmorawa, Deliserdang,” ucap Kapolsek.
Warga tetap berkeras kalau tidak mengetahui sosok yang bernama David tersebut. Kepala Desa Kartimin, saat menuju pulang, mengatakan kepada Sumut Pos, bisa saja David menggunakan alamat palsu di KTP-nya. “Atau KTP orang lain yang digunakan untuk boking kamar karena malu nantinya. Gak ada itu Bang warga saya bernama David,” terang Kartimin yang diamini Sekdesnya Asun. (gus/jon/btr/mag-16)