26 C
Medan
Wednesday, June 26, 2024

Kuasa Hukum PT ACK Berang

GEMERLAP: Kenderaan bermotor melintas di depan gedung Centre Point Jalan Jawa Medan, Rabu (12/3). Sengketa lahan PTKAI dengan PT Agra Citra Kharisma (ACK) menyeret Dirut PT ACK Handoko Lie ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejagung.//aminoer rasyid/sumut pos
GEMERLAP: Kenderaan bermotor melintas di depan gedung Centre Point Jalan Jawa Medan, Rabu (12/3). Sengketa lahan PTKAI dengan PT Agra Citra Kharisma (ACK) menyeret Dirut PT ACK Handoko Lie ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejagung.//aminoer rasyid/sumut pos

MEDAN-Tim kuasa hukum PT Agra Citra Kharisma (PT ACK) tak dapat menutupi kemarahannya pada pihak Kejaksaan Agung (Kejagung). Pasalnya, penetapan tersangka penyerobotan lahan PT Kereta Api Indonesia (PT KAI) yang kini menjadi Centre Point pada Dirut PT ACK, Handoko Lie, sudah dibeberkan tanpa sepengetahuan pihaknya.

Pun, tim kuasa hukum PT ACK menuding Kejaksaan Agung bersikap tidak etis.

“Mereka bilang mereka agung-agung. Seharusnya disampaikan dulu pada yang bersangkutan,” tegas seorang anggota tim kuasa hukum PT ACK, Iwan Rohman Harahap ketika ditemui Sumut Pos di kantornya, Jalan Prof HM Yamin Komplek Serdang Mas Blok B, Kamis (13/3) siang.

Sementara Raja Faisal Harahap yang juga anggota tim mengaku tidak dapat berkomentar soal laporan perkara pidana tersebut. Disebutnya, hal itu dikarenakan pihaknya belum menerima laporan itu dari pihak bersangkutan, terlebih diminta menjadi kuasa hukum dalam hal itu. Dikatakan Faisal, dirinya bersama sejumlah rekannya, masih sebagai tim kuasa hukum PT ACK untuk perkara gugatan perdata.

Oleh karena itu, dalam konfirmasi itu Faisal hanya menjelaskan masalah perdata soal kasus itu. Namun, keterangan yang disampaikan Faisal itu sedikit berbeda dengan keterangan rekannya, Hakim Tua Harahap yang sehari sebelumnya, Rabu (12/3) dikonfirmasi Sumut Pos. Dikatakan Faisal, pihaknya tidak pernah memberi kompensasi pada Pemko Medan. Dikatakannya, pihaknya hanya membayar pajak Hak Guna Bangunan pada Pemko yang disampaikan melalui rekening Pemko Medan.

“Untuk Rp55 miliar itu, kita berikan sebagai ganti rugi kepada ratusan lepala leluarga yang sebelumnya menempati lahan itu. Kalau tidak salah, ganti rugi itu dilakukan pada 2003 lalu dengan harga ganti rugi bervariasi, tergantung luas lahan yang ditempati. Untuk pembayaran pajak, kita bayarkan langsung melelui rekening resmi,” ungkap Faisal.

Saat disinggung dana Rp13 miliar yang dititipkan ke Pengadilan Negeri Medan, Faisal mengaku kalau hal tersebut merupakan kewajiban Pemko Medan. Disebutnya, dana itu sebagai kompensasi atas 280 unit rumah Dinas PT KAI yang seharusnya dibangun di lahan itu, sesuai surat dari Menteri BUMN Laksamana SUkardi. Namun, karena Pemko Medan menunjuk PT ACK sebagai rekanan, disebut Faisal pihaknya yang membayarkan dana tersebut. Karena pihak PT KAI tidak mau menerima dana itu, Faisal mengaku menyerahkan uang tersebut ke Pengadilan Negeri Medan sebagai konsinyasi.

Pemko Terima Rp3 Miliar

Di sisi lain,Kepala Bagian Aset dan Perlengkapan Pemko Medan, Agus Suriyono mengatakan pihaknya mencatat Hak Penggunaan Lahan (HPL) nomor1 hingga 4 terhadap tanah dengan luas 34 ribu meter di sisi timur dan selatan komplek Center Point.” Kalau lahan itu memang dicatat milik Pemko Medan,” ujar Agus saat ditemui diruang kerja, Kamis (13/3).

Dari penggunaan lahan tersebut, Pemko Medan mendapat kompensasi dari PT ACK. Namun dirinya tidak tahu berapa besaran kompensasi karena urusan tersebut ditangani oleh bagian umum. “Bagian asset hanya mencatat kepemilikan lahan,” kata Mantan Kabid Promosi danPemasaran Disbudpar Medan itu.

Kasubag TU Bagian Umum Pemko Medan, Sumiadi mengatakan Pemko Medan menerima kompensasi sebasar Rp3 Miliar lebih atas HPL di Jalan Jawa. Dia mengaku kompensasi yang dibayarkan PT ACK hanya satu kali dan itu dibayar di muka setelah kerja sama HPL disepakati.

“Kalau angka pastinya saya tidak ingat, tapi jumlah kompensasi yangditerima Pemko Medan sebesar Rp 3 Miliar lebih,” ujarnya. Ketika dimintai salinan berkas perjanjian Pemko Medan dengan PT ACK, Sumadi enggan memberikannya dengan alasan dokumen itu merupakan rahasia negara dan tidak untuk dipublikasikan.

Dihubungi terpisah, Manager Humas PT KAI Divre I Sumut – Aceh, Jaka Jarkasih mengaku pihaknya tidak pernah mengetahui PT ACK pernah memberikan ganti rugi kepada masyarakat yang dahulu bermukim di lahan negara tersebut. Dia berujar tanah di Jalan Jawa tercatat sebagai aset negara dan PT KAI dipercaya untuk mengelolanya. “Pemberian ganti rugi oleh PTACK bukan urusan dari PT KAI, lagian sampai kapanpun aset negara tidak diperkenankan untuk pindah tangan apalagi kepada pihak swasta. Peralihan aset itu juga harus ada izin menteri keuangan. Sampai saat ini izin itu tidak pernah diterbitkan tapi kenapa lahan tersebut berpindah ke PT ACK, “ katanya.

Pria yang baru pindah dari PT KAI Sumsel itu mengaku tidak mengetahui secara persis berapa jumlah masyarakat yang dahulu bermukim di Jalan Jawa. Yang terpenting, lanjut dia, PT KAI atau menteri keuangan tidak pernahmengeluarkan izin untuk memindahtangankan lahan yang sampai saat ini masih tercatat sebagai aset negara. Jaka mengaku persoalan ini sudah ditangani oleh Direktur Aset PT KAI Pusat dan sedang dalam proses Peninjauan Kembali (PK) terhadap putusan PN Medan dan PT Sumut yang memenagkan PT ACK dalam sengketa lahan di Jalan Jawa itu. (ain/dik/rbb)

GEMERLAP: Kenderaan bermotor melintas di depan gedung Centre Point Jalan Jawa Medan, Rabu (12/3). Sengketa lahan PTKAI dengan PT Agra Citra Kharisma (ACK) menyeret Dirut PT ACK Handoko Lie ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejagung.//aminoer rasyid/sumut pos
GEMERLAP: Kenderaan bermotor melintas di depan gedung Centre Point Jalan Jawa Medan, Rabu (12/3). Sengketa lahan PTKAI dengan PT Agra Citra Kharisma (ACK) menyeret Dirut PT ACK Handoko Lie ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejagung.//aminoer rasyid/sumut pos

MEDAN-Tim kuasa hukum PT Agra Citra Kharisma (PT ACK) tak dapat menutupi kemarahannya pada pihak Kejaksaan Agung (Kejagung). Pasalnya, penetapan tersangka penyerobotan lahan PT Kereta Api Indonesia (PT KAI) yang kini menjadi Centre Point pada Dirut PT ACK, Handoko Lie, sudah dibeberkan tanpa sepengetahuan pihaknya.

Pun, tim kuasa hukum PT ACK menuding Kejaksaan Agung bersikap tidak etis.

“Mereka bilang mereka agung-agung. Seharusnya disampaikan dulu pada yang bersangkutan,” tegas seorang anggota tim kuasa hukum PT ACK, Iwan Rohman Harahap ketika ditemui Sumut Pos di kantornya, Jalan Prof HM Yamin Komplek Serdang Mas Blok B, Kamis (13/3) siang.

Sementara Raja Faisal Harahap yang juga anggota tim mengaku tidak dapat berkomentar soal laporan perkara pidana tersebut. Disebutnya, hal itu dikarenakan pihaknya belum menerima laporan itu dari pihak bersangkutan, terlebih diminta menjadi kuasa hukum dalam hal itu. Dikatakan Faisal, dirinya bersama sejumlah rekannya, masih sebagai tim kuasa hukum PT ACK untuk perkara gugatan perdata.

Oleh karena itu, dalam konfirmasi itu Faisal hanya menjelaskan masalah perdata soal kasus itu. Namun, keterangan yang disampaikan Faisal itu sedikit berbeda dengan keterangan rekannya, Hakim Tua Harahap yang sehari sebelumnya, Rabu (12/3) dikonfirmasi Sumut Pos. Dikatakan Faisal, pihaknya tidak pernah memberi kompensasi pada Pemko Medan. Dikatakannya, pihaknya hanya membayar pajak Hak Guna Bangunan pada Pemko yang disampaikan melalui rekening Pemko Medan.

“Untuk Rp55 miliar itu, kita berikan sebagai ganti rugi kepada ratusan lepala leluarga yang sebelumnya menempati lahan itu. Kalau tidak salah, ganti rugi itu dilakukan pada 2003 lalu dengan harga ganti rugi bervariasi, tergantung luas lahan yang ditempati. Untuk pembayaran pajak, kita bayarkan langsung melelui rekening resmi,” ungkap Faisal.

Saat disinggung dana Rp13 miliar yang dititipkan ke Pengadilan Negeri Medan, Faisal mengaku kalau hal tersebut merupakan kewajiban Pemko Medan. Disebutnya, dana itu sebagai kompensasi atas 280 unit rumah Dinas PT KAI yang seharusnya dibangun di lahan itu, sesuai surat dari Menteri BUMN Laksamana SUkardi. Namun, karena Pemko Medan menunjuk PT ACK sebagai rekanan, disebut Faisal pihaknya yang membayarkan dana tersebut. Karena pihak PT KAI tidak mau menerima dana itu, Faisal mengaku menyerahkan uang tersebut ke Pengadilan Negeri Medan sebagai konsinyasi.

Pemko Terima Rp3 Miliar

Di sisi lain,Kepala Bagian Aset dan Perlengkapan Pemko Medan, Agus Suriyono mengatakan pihaknya mencatat Hak Penggunaan Lahan (HPL) nomor1 hingga 4 terhadap tanah dengan luas 34 ribu meter di sisi timur dan selatan komplek Center Point.” Kalau lahan itu memang dicatat milik Pemko Medan,” ujar Agus saat ditemui diruang kerja, Kamis (13/3).

Dari penggunaan lahan tersebut, Pemko Medan mendapat kompensasi dari PT ACK. Namun dirinya tidak tahu berapa besaran kompensasi karena urusan tersebut ditangani oleh bagian umum. “Bagian asset hanya mencatat kepemilikan lahan,” kata Mantan Kabid Promosi danPemasaran Disbudpar Medan itu.

Kasubag TU Bagian Umum Pemko Medan, Sumiadi mengatakan Pemko Medan menerima kompensasi sebasar Rp3 Miliar lebih atas HPL di Jalan Jawa. Dia mengaku kompensasi yang dibayarkan PT ACK hanya satu kali dan itu dibayar di muka setelah kerja sama HPL disepakati.

“Kalau angka pastinya saya tidak ingat, tapi jumlah kompensasi yangditerima Pemko Medan sebesar Rp 3 Miliar lebih,” ujarnya. Ketika dimintai salinan berkas perjanjian Pemko Medan dengan PT ACK, Sumadi enggan memberikannya dengan alasan dokumen itu merupakan rahasia negara dan tidak untuk dipublikasikan.

Dihubungi terpisah, Manager Humas PT KAI Divre I Sumut – Aceh, Jaka Jarkasih mengaku pihaknya tidak pernah mengetahui PT ACK pernah memberikan ganti rugi kepada masyarakat yang dahulu bermukim di lahan negara tersebut. Dia berujar tanah di Jalan Jawa tercatat sebagai aset negara dan PT KAI dipercaya untuk mengelolanya. “Pemberian ganti rugi oleh PTACK bukan urusan dari PT KAI, lagian sampai kapanpun aset negara tidak diperkenankan untuk pindah tangan apalagi kepada pihak swasta. Peralihan aset itu juga harus ada izin menteri keuangan. Sampai saat ini izin itu tidak pernah diterbitkan tapi kenapa lahan tersebut berpindah ke PT ACK, “ katanya.

Pria yang baru pindah dari PT KAI Sumsel itu mengaku tidak mengetahui secara persis berapa jumlah masyarakat yang dahulu bermukim di Jalan Jawa. Yang terpenting, lanjut dia, PT KAI atau menteri keuangan tidak pernahmengeluarkan izin untuk memindahtangankan lahan yang sampai saat ini masih tercatat sebagai aset negara. Jaka mengaku persoalan ini sudah ditangani oleh Direktur Aset PT KAI Pusat dan sedang dalam proses Peninjauan Kembali (PK) terhadap putusan PN Medan dan PT Sumut yang memenagkan PT ACK dalam sengketa lahan di Jalan Jawa itu. (ain/dik/rbb)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/