Sejak 1984 hingga kini Rancangan Undang-undang (RUU) Keperawatan Indonesia belum juga disahkan Komisi IX DPR RI. Walaupun masih mengantung, namun Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Kota Medan optimis RUU tersebut dapat disahkan. Rasa optimis ini disampaikan Ketua PPNI Kota Medan Farida Aruan kepada wartawan Sumut Pos Bagus Syahputra Jumat (13/5). Berikut petikkan wawancaranya.
Seberapa penting RUU Keperawatan Indonesia bagi para perawat?
Jelas sangat penting, karena melaksanakan tugas yang penuh tanggungjawab tanpa mengenal waktu dan tanpa memandang suku, agama dan ras harus memiliki payung hukum yang jelas. Jika tak ada payung hukum yang baku, dampaknya kepada kesejahteraan perawat.
Sementara ini pemerintah masih menyatukan UU Keperawatan dengan UU tenaga medis. Secara baku, pemerintah belum ada gambaran untuk menerbitkan UU Perawat. Ini akan terus kita perjuangkan hingga UU tersebut diterbitkan.
Di hari keperawatan Internasional yang jatuh pada 12 Mei, apa yang dilakukan PPNI?
Saya juga kecewa dengan PPNI Sumut yang tidak mau melakukan aksi damai seperti yang dilakukan PPNI Pusat untuk mendukung pengesahan RUU Keperawatan. Saya cuma melakukan melalui SMS kepada seluruh anggota saya untuk berdoa segera disahkan RUU Keperawatan di Komisi IX DPR RI. Kalau saya melakukan aksi damai melalui PPNI kota Medan, akan melangkahi PPNI Sumut.
Menurut Anda, bagaimana nasib tenaga perawat kita saat ini?
Tugas perawat itu sangat mulia. Istilahnya sama dengan guru, pahlawan tanpa tanda jasa. Artinya, pasien yang datang ke rumah sakit pertama sekali dilayani oleh perawat, bukan dokter. Namun jika ada kesalahan pelayanan atau kunjungan dokter yang lambat, jelas imbas kemarahan pasien kepada perawat.
Malang memang jadi perawat, terkadang disanjung terkadang dihina. Namun perawat tersebut mau menjawab apa jika ada pasien yang marah terhadap keluhan penyakit. Perawat tidak dibenarkan untuk menjawab, tugasnya hanya merawat dan yang berhak menjawab adalah dokter.(*)