MEDAN, SUMUTPOS.CO – Wakil Ketua DPRD Medan, H.Rajuddin Sagala menyebutkan jika kinerja RSUD Pirngadi Medan terkesan asal-asalan. RS milik Pemko Medan tersebut kerap kali tidak memberikan pelayanan yang maksimal, bahkan relatif buruk kepada pasiennya. Seperti kasus meninggalnya Kahyra, bayi berumur tiga minggu yang sempat dirawat di RSUD Pirngadi Medan. Namun dikabarkan, pihak rumah sakit ‘mengcovidkan’ bayi yang akan dioperasi tersebut.
“Saya heran dengan kinerja nakes (tenaga kesehatan) rumah sakit Pirngadi Medan. Belum apa-apa sudah memvonis bayi itu positif Covid. Tapi setelah di swab antigen, bayi nya malah negatif Covid. Ini kinerja seperti apa. Kok asal-asalan?,” ucap Rajuddin, Minggu (13/6).
Sebagaimana diketahui, kata Rajuddin, sebelum bayi tersebut dibawa ke RSU Pirngadi, keluarganya sudah terlebih dahulu membawanya ke RS Stella Marris. Di sana bayi itu sudah diperiksa dan hasilnya dinyatakan negatif Covid-19.
“Gak tahu kapan ditesnya, gak tahu kapan diantibodi, pihak rumah sakit (Pirngadi) bilang hasilnya reaktif. Ternyata setelah saya telepon Direkturnya barulah bayi itu di swab antigen sama perawat, dan hasilnya negatif, hasilnya sama seperti hasil swab di RS Stella Marris. Nah, di sini nampak ketidakberesan kinerja tenaga kesehatan RSU Pirngadi Medan. Mereka berarti sudah berbohong,” ketusnya.
Untuk itu, Rajuddin pun menegaskan, selaku pimpinan DPRD Medan dirinya telah merekomendasikan Komisi II DPRD Medan untuk segera memanggil pihak RSUD Pirngadi Medan terkait buruknya sistem pelayanan kesehatan di rumah sakit tersebut.
Ia pun berkomentar tentang rencana Wali Kota Medan Bobby Nasution yang akan melakukan evaluasi dan koreksi kepada manajemen RSUD Pirngadi Medan. Menurut Rajuddin, sudah selayaknya jika hal itu dapat dilakukan dengan segera.
“Saya baca di media, Wali Kota Medan mau melakukan evaluasi, itu baik sekali, kita dukung dilakukan secepatnya,” ujarnya.
Setidaknya, kata Rajuddin, ada 3 hal yang harus menjadi bahan pertimbangan untuk Wali Kota Medan dalam melakukan evaluasi kepada RS milik Pemko Medan tersebut.
“Pertama, masalah mental nakes. Banyak nakes di RS Pirngadi Medan ini yang tidak berjiwa pengabdian, sehingga pelayanan yang diberikan berbeda untuk si kaya dan si miskin. Padahal RS Pirngadi itu adalah RS milik pemerintah, dibangun dan dioperasionalkan dengan uang rakyat, jadi kenapa masih ada nakes yang tidak melayani masyarakat dengan baik, padahal mereka telah diambil sumpahnya,” katanya.
Kedua, peningkatan pelayanan yang diberikan seluruh pekerja di RSUD Pirngadi. Menurut Rajuddin, mayoritas nakes ataupun pegawai lainnya di RS tersebut masih jauh dari kata ramah. Padahal seharusnya, keramahan dalam melayani pasien adalah salah satu pelayanan wajib yang harud diberikan.
“Tapi jangankan ramah, bahkan mereka sering kali tidak jujur. Kenapa tidak jadi dioperasi? Nanti sebentar alasannya A, sebentar alasannya B, lain perawat lain jawabannya. Sudah lah tak ramah, tak jujur pula, ini harus betul-betul di evaluasi,” tegasnya.
Sedangkan yang ketiga, lanjut Rajuddin, adalah terkait ketersediaan peralatan medis, obat-obatan, hingga kepada tenaga dokter yang dibutuhkan.
“Ini kita temukan alat (medis) gak ada, dokter entah kemana, dan seterusnya. Lalu obat-obatan juga sering gak lengkap, akhirnya pasien harus beli dari luar,” ungkapnya.
Untuk itu, sambung Rajuddin, bila nantinya setelah di evaluasi pihak RSUD Pirngadi terbukti bersalah, khususnya kepada dokter dan perawat yang dimaksud, maka sudah selayaknya Pemko Medan memberikan sanksi tegas.
“Kalau memang terjadi kelalaian yang dilakukan oleh perawat dan dokter yang menyebabkan bayi itu meninggal, maka keduanya layak diberhentikan,” pungkasnya. (map/ila)