25.6 C
Medan
Sunday, May 19, 2024

Perda Retribusi Izin Gangguan Dicabut, Jangan Sampai Disalah artikan

ilustrasi Perda

MEDAN,SUMUTPOS.CO – Peraturan Daerah (Perda) Kota Medan Nomor 5 Tahun 2016 tentang Retribusi Izin Gangguan akan segera dicabut dan tinggal menunggu waktu pengesahan. Kendati demikian, dicabutnya Perda tersebut jangan sampai disalahartikan.

Anggota DPRD Medan Fraksi PKS, Rajuddin Sagala mengungkapkan dengan dicabutnya Perda itu bukan berarti setiap orang atau badan usaha bisa bebas membangun dan melakukan kegiatan tanpa memperdulikan lingkungan sekitar. Untuk itu, Pemko Medan diminta menyiapkan langkah-langkah antisipasi setelah perda ini secara sah dicabut.

“Pencabutan Perda Retribusi Izin Gangguan tentunya untuk memberi kemudahan kepada investor untuk menanamkan modalnya di Kota Medan. Namun, bukan berarti seenaknya saja tanpa memperdulikan keadaan di sekitarnya dan tentu bukan itu maksudnya,” kata Rajuddin, kemarin.

Diutarakan dia, terkait dengan pencabutan aturan tersebut dipertanyakan dua hal kepada Pemko Medan. Pertama, soal PAD yang dihasilkan dari Perda ini. Kedua, langkah antisipasi ke depannya bagaimana.

“Berapa perolehan PAD dari retribusi izin gangguan yang diterima dalam dua tahun terakhir, kita ingin tahu. Begitu juga apa langkah antispasi setelah peraturan ini dicabut,” kata Rajuddin.

Ia mengingatkan kepada Pemko Medan untuk memetakan dampak positif dan dampak negatif dengan dicabutnya regulasi ini.

Dengan begitu, ke depan Kota Medan tidak disibukkan mengurusi konflik horizontal antara pemilik usaha dengan masyarakat di sekitarnya karena tidak lagi diperlukan izin gangguan dalam mendirikan usaha.”Alasan yang mendasari dicabutnya peraturan daerah ini secara prinsip adalah sudah dianggap tidak mendukung lagi kemudahan dalam dunia usaha,” tuturnya.

Menurut Rajuddin, Perda ini pada dasarnya merupakan salah satu upaya pemerintah untuk mengendalikan pendirian usaha atau kegiatan bisnis yang berpotensi mengganggu ketertiban dan kenyamanan masyarakat umum. Namun, dalam perjalanannya bahwa izin gangguan dijadikan sebagai alat untuk mendapatkan keuntungan pribadi oknum-oknum tertentu sehingga mempersulit dunia usaha.

“Secara sederhana peraturan daerah ini dianggap sudah ketinggalan zaman sehingga sudah tidak diperlukan lagi. Pada prinsipnya kami sangat sepakat bahwa iklim usaha harus dipermudah sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan mengurangi pengangguran,” tukasnya.

Dia menambahkan, era birokrasi yang berbeli-belit harus segera bertransformasi menuju era kemudahan. Hal ini untuk mengikuti perkembangan dunia zaman modern yang serba mudah dan transparan.

Diketahui, tahap pencabutan Perda Kota Medan Nomor 5 Tahun 2016 ini sudah memasuki proses pemandangan umum fraksi-fraksi DPRD Medan. Selanjutnya, tanggapan atas fraksi dari Pemko Medan dan kemudian akan disahkan.

Wakil Wali Kota Medan Akhyar mengatakan pencabutan Perda itu sebetulnya mempermudah investasi. Pun begitu, diakuinya, memang dampaknya ada pengurangan pendapatan PAD. “Tidak terlalu signifikan (pengurangan pendapatan PAD). Namun, nantinya apa yang menjadi harapan-harapan dewan (DPRD Medan) untuk meningkatkan PAD akan kita upayakan bagaimana ke depannya,” ujar Akhyar. (ris/ila)

ilustrasi Perda

MEDAN,SUMUTPOS.CO – Peraturan Daerah (Perda) Kota Medan Nomor 5 Tahun 2016 tentang Retribusi Izin Gangguan akan segera dicabut dan tinggal menunggu waktu pengesahan. Kendati demikian, dicabutnya Perda tersebut jangan sampai disalahartikan.

Anggota DPRD Medan Fraksi PKS, Rajuddin Sagala mengungkapkan dengan dicabutnya Perda itu bukan berarti setiap orang atau badan usaha bisa bebas membangun dan melakukan kegiatan tanpa memperdulikan lingkungan sekitar. Untuk itu, Pemko Medan diminta menyiapkan langkah-langkah antisipasi setelah perda ini secara sah dicabut.

“Pencabutan Perda Retribusi Izin Gangguan tentunya untuk memberi kemudahan kepada investor untuk menanamkan modalnya di Kota Medan. Namun, bukan berarti seenaknya saja tanpa memperdulikan keadaan di sekitarnya dan tentu bukan itu maksudnya,” kata Rajuddin, kemarin.

Diutarakan dia, terkait dengan pencabutan aturan tersebut dipertanyakan dua hal kepada Pemko Medan. Pertama, soal PAD yang dihasilkan dari Perda ini. Kedua, langkah antisipasi ke depannya bagaimana.

“Berapa perolehan PAD dari retribusi izin gangguan yang diterima dalam dua tahun terakhir, kita ingin tahu. Begitu juga apa langkah antispasi setelah peraturan ini dicabut,” kata Rajuddin.

Ia mengingatkan kepada Pemko Medan untuk memetakan dampak positif dan dampak negatif dengan dicabutnya regulasi ini.

Dengan begitu, ke depan Kota Medan tidak disibukkan mengurusi konflik horizontal antara pemilik usaha dengan masyarakat di sekitarnya karena tidak lagi diperlukan izin gangguan dalam mendirikan usaha.”Alasan yang mendasari dicabutnya peraturan daerah ini secara prinsip adalah sudah dianggap tidak mendukung lagi kemudahan dalam dunia usaha,” tuturnya.

Menurut Rajuddin, Perda ini pada dasarnya merupakan salah satu upaya pemerintah untuk mengendalikan pendirian usaha atau kegiatan bisnis yang berpotensi mengganggu ketertiban dan kenyamanan masyarakat umum. Namun, dalam perjalanannya bahwa izin gangguan dijadikan sebagai alat untuk mendapatkan keuntungan pribadi oknum-oknum tertentu sehingga mempersulit dunia usaha.

“Secara sederhana peraturan daerah ini dianggap sudah ketinggalan zaman sehingga sudah tidak diperlukan lagi. Pada prinsipnya kami sangat sepakat bahwa iklim usaha harus dipermudah sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan mengurangi pengangguran,” tukasnya.

Dia menambahkan, era birokrasi yang berbeli-belit harus segera bertransformasi menuju era kemudahan. Hal ini untuk mengikuti perkembangan dunia zaman modern yang serba mudah dan transparan.

Diketahui, tahap pencabutan Perda Kota Medan Nomor 5 Tahun 2016 ini sudah memasuki proses pemandangan umum fraksi-fraksi DPRD Medan. Selanjutnya, tanggapan atas fraksi dari Pemko Medan dan kemudian akan disahkan.

Wakil Wali Kota Medan Akhyar mengatakan pencabutan Perda itu sebetulnya mempermudah investasi. Pun begitu, diakuinya, memang dampaknya ada pengurangan pendapatan PAD. “Tidak terlalu signifikan (pengurangan pendapatan PAD). Namun, nantinya apa yang menjadi harapan-harapan dewan (DPRD Medan) untuk meningkatkan PAD akan kita upayakan bagaimana ke depannya,” ujar Akhyar. (ris/ila)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/