JAKARTA, SUMUTPOS.CO — Teror bom gereja dalam situasi yang kurang stabil karena kasus penistaan agama bisa jadi merupakan aksi provokasi. Karena itu, Presiden Jokowi, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo, dan Majelis Ulama Indonesia satu suara mengecam aksi pengeboman di Gereja Oikumene, Samarinda. Pelaku pengeboman dan jaringannya harus ditindak tegas.
Pengeboman terjadi sekitar pukul 10.15. Saat kejadian itu tepat dengan bubaran gereja. Seseorang lelaki asing masuk ke gereja dan melemparkan bom. Diduga yang dilempar itu merupakan bom molotov dengan jenis ledakan low explosive.
Ada empat korban luka-luka dalam kejadian itu, yakni Alvaro Aurelius (4), Triniti Hutahuya(3), Anita Kristobel (3), dan wanita dewasa bernama Intan Olivia. Semua mengalami luka bakar pada sekujur tubuhnya. ”Semua korban telah ditangani dan dibawa ke rumah sakit Abdul Muis,” ujar Karopenmas Divhumas Mabes Polri Brigjen Agus Rianto.
Polisi bergerak cepat dengan memeriksa saksi dan berupaya menangkap pelaku. Hasilnya, pelaku diketahui bernama Joh alias Jo Bin Aceng Kurni. ”Pelaku juga telah diringkus kepolisian,” ungkapnya.
Berdasar hasil pemeriksaan, pelaku bernama Jo ini ternyata merupakan residivis kasus terorisme. Agus menuturkan, pelaku pernah menjalani pidana kasus bom Puspitek Serpong dan terkait bom buku di Jakarta pada 2011 lalu dengan putusan pengadilan negeri Jakarta Barat nomor 2195/pidsus/2012/PNJKT. ”Hukumannya saat itu 3,6 tahun,” paparnya.
Namun, pelaku itu mendapatkan pembebasan bersyarat pada 28 Juli 2014. Dia menjelaskan, pemeriksaan terhadap pelaku sedang dilakukan. Tentunya, untuk mengetahui jaringan dari pelaku. ”Kami kejar siapa saja yang terlibat,” terangnya.
Sementara Presiden Joko Widodo angkat bicara mengenai kejadian bom di Gereja Oikumene. Dia menyatakan sudah menerima laporan mengenai kejadian tersebut dari Kapolri. “Saya sudah perintahkan Kapolri untuk segera (kasus bom) ditangani dan dilakukan penindakan hukum yang tegas,’’ ujar Jokowi usai menghadiri Rapimnas PAN di Jakarta Selatan kemarin (13/11).
Hal senada disampaikan Mendagri Tjahjo Kumolo. Kemarin, Tjahjo terbang ke Samarinda untuk membuka gelaran Musabaqah Tilawatil Quran. ’’Tadi sudah menegaskan ke Kesbangpol kami di sana soal deteksi dini,’’ ujarnya sebelum berangkat. Komunikasi antara pimpinan daerah, tokohagama dan masyarakat, BIN, Polri, TNI, tidak boleh putus.
Dia mengingatkan, kekerasan dalam bentuk apapun tidak bisa dibenarkan. Indonesia punya aturan hukum yang melarang segala bentuk kekerasan. ’’Kalau sampai hari ini masih ada bom, berarti ini adalah bagian dari teror kepada masyarakat. Saya kira semua akan mengutuk,’’ lanjut mantan Sekjen PDIP itu.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga mengutuk pelaku peledakan bom molotov di Gereja Oikumene, Kelurahan Sengkotek, Samarinda, Kalimantan Timur. Wakil Ketua Umum MUI Zainut Tauhid Saadi mengatakan, tindakan ini bertentangan dengan nilai ajaran agama dan pancasila. ’’Tindakan teror seperti itu bisa mengusik kerukunan umat beragama dan kebhinekaan,’’ katanya kemarin.
Zainut menjelaskan, selayaknya aksi teror lainnya, bom di gereja kemarin dibuat untuk menebar rasa ketakutan kepada masyarakat. Kemudian juga ingin menciptakan kekacauan sampai disintegrasi bangsa. Ujungnya pelaku teror ingin menebarkan pesan bahwa Indonesia tidak aman, mencekam, dan menakutkan.
Dia menjelaskan MUI meminta polisi bertindak cepat mengusut kasus itu sampai ke akar-akarnya. Jaringan pelaku teror bisa dibuka semuanya. Selain itu juga membongkar motif pelemparan bom di pelatarakan parkir gereja itu. ’’Dampak-dampak ikutannya harus bisa diantisipasi,’’ jelasnya.
Zainut juga menjelaskan masyarakat Indonesia diharapkan tetap tenang dan tidak terpancing provokasi dan hasutan. Sebaiknya masyarakat menyerahkan kasus bom itu kepada pihak kepolisian. MUI menyampaikan rasa simpati kepada keluarga korban bom molotov. ’’Semoga diberi kesabaran. Kepada para korban, semoga segera pulih kondisinya,’’ pungkas dia.
Sementara itu, Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Prof Din Syamsuddin mengecam ledakan bom di depan Gereja Oikumene Samarinda saat para jemaat sedang melakukan kebaktian. “Apalagi menimbulkan korban orang-orang tidak berdosa,” terang dia saat dikonfirmasi Jawa Pos kemarin (13/11).
Menurut dia, pelaku pengeboman yang mengatasnamakan agama, justru telah menyalahgunakan agama. Ia mengenaskan bahwa Islam adalah agama perdamaian yang melarang pemeluknya melakukan pengerusakan dan pembunuhan. “Apalagi terhadap rumah ibadah, kaum perempuan dan anak-anak. Jelas itu tidak dibenarkan,” ucap mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah itu.
Tokoh Islam kelahiran Sumbawa, NTB itu mendesak pihak kepolisian untuk mengusut tuntas pengeboman itu dan menangkap aktor intelektual di balik tindakan kriminal tersebut. Apakah murni bermotif kekerasan terhadap nama agama atau bermotif politik. Yaitu, untuk mengalihkan isu nasional terkait gerakan Umat Islam terhadap penistaan agama.
Dia pun menyerukan umat beragama, khususnya umat Islam dan Kristiani agar tetap tenang dan dapat menahan diri terhadap ulang provokator yang berusaha mengadudomba antar umat beragama. “Jangan mudah terpancing,” terang dia. Biarlah pihak kepolisian mengusut tuntas persoalan tersebut, sehingga diketahui motif sebenarnya di balik tindakan itu. (idr/byu/wan/lum/jpg)