25 C
Medan
Friday, June 28, 2024

Anggaran Rp250 Ribu per Bulan untuk Guru Honorer, Linda: Itu Bantuan Kesejahteraan

file/sumut pos
Guru hoNOrer: Para guru honorer saat moment hari guru. Anggaran kesejahteraan guru honorer masih jadi perdebatan.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Medan menyebutkan, penyaluran anggaran kepada guru honorer sekolah negeri dan swasta sebesar Rp250 ribu per bulan periode Januari-Juni 2018 bukanlah merupakan tunjangan fungsional. Anggaran dengan total Rp25 miliar lebih tersebut adalah bantuan kesejahteraan.

Kepala Seksi Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PNPTK) Disdik Medan, Linda mengaku, jangan disamakan bantuan kesejahteraan dengan tunjangan fungsional. Sebab, keduanya merupakan hal berbeda.

“Jangan dibilang tunjangan fungsional, karena (dalam laporan keuangan tahun anggaran 2018) bukan (tercatat sebagai) tunjangan fungsional. Melainkan, bantuan kesejahteraan guru non-PNS dan nonsertifikasi untuk sekolah negeri dan swasta dengan total Rp25 miliar lebih,” ungkap Linda yang dihubungi, kemarin.

Linda mengaku, bantuan kesejahteraan ini sumber dananya dari APBD bukan APBN. Oleh karena itu, disebut sebagai bantuan kesejahteraan. Lain halnya yang bersumber dari APBN, dan ini baru merupakan tunjangan fungsional.

“Tunjangan fungsional yang menetapkannya langsung dari pusat (Jakarta), bukan kita. Pencairannya juga langsung ke rekening masing-masing guru yang menerima. Kita enggak tahu siapa saja guru yang menerimanya (tunjangan fungsional), karena dipilih melalui Dapodik (Data Pokok Pendidikan),” katanya.

Menurut dia, kriteria yang menerima bantuan kesejahteraan tersebut adalah guru honorer di sekolah negeri dan swasta. Salah satu kriteria guru honorer di sekolah negeri yang menerima bantuan ini minimal satu tahun mengajar. Sedangkan guru swasta, yang belum sertifikasi.

“Bantuan kesejahteraan ini memang agak lama dicairkan. Sebab, DPA (Daftar Penggunaan Anggaran) baru diterima pada November lalu sehingga tidak berani untuk berspekulasi supaya dicairkan (pada rentang Januari-Juni 2018). Sebab, ketika DPA tidak disetujui dan tidak bisa dicairkan, maka seribuan lebih guru honorer yang akan menerima tentu marah kepada saya,” paparnya.

Linda berharap para guru honorer baik di sekolah negeri maupun swasta dapat memahami duduk persoalan sehingga tidak salah persepsi. “Kita tidak berani bermain-main dengan anggaran, apalagi untuk kesejahteraan guru honorer,” tukasnya.

Sementara, Ketua Forum Honorer Medan, Fahrul Lubis mengatakan, seharusnya Disdik Medan memberikan penjelasan secara detail kepada guru honorer terkait bantuan tersebut. “Harusnya mereka transparan dalam penyaluran bantuan ini, siapa saja yang menerima,” kata Fahrul.

Oleh karena tidak transparan, sambung Fahrul, hal ini menimbulkan kecurigaan atau asumsi di kalangan guru honorer. “Kenyataannya begitu, sampai sekarang tidak diketahui data guru-guru yang menerima,” pungkasnya. (ris/ila)

file/sumut pos
Guru hoNOrer: Para guru honorer saat moment hari guru. Anggaran kesejahteraan guru honorer masih jadi perdebatan.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Medan menyebutkan, penyaluran anggaran kepada guru honorer sekolah negeri dan swasta sebesar Rp250 ribu per bulan periode Januari-Juni 2018 bukanlah merupakan tunjangan fungsional. Anggaran dengan total Rp25 miliar lebih tersebut adalah bantuan kesejahteraan.

Kepala Seksi Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PNPTK) Disdik Medan, Linda mengaku, jangan disamakan bantuan kesejahteraan dengan tunjangan fungsional. Sebab, keduanya merupakan hal berbeda.

“Jangan dibilang tunjangan fungsional, karena (dalam laporan keuangan tahun anggaran 2018) bukan (tercatat sebagai) tunjangan fungsional. Melainkan, bantuan kesejahteraan guru non-PNS dan nonsertifikasi untuk sekolah negeri dan swasta dengan total Rp25 miliar lebih,” ungkap Linda yang dihubungi, kemarin.

Linda mengaku, bantuan kesejahteraan ini sumber dananya dari APBD bukan APBN. Oleh karena itu, disebut sebagai bantuan kesejahteraan. Lain halnya yang bersumber dari APBN, dan ini baru merupakan tunjangan fungsional.

“Tunjangan fungsional yang menetapkannya langsung dari pusat (Jakarta), bukan kita. Pencairannya juga langsung ke rekening masing-masing guru yang menerima. Kita enggak tahu siapa saja guru yang menerimanya (tunjangan fungsional), karena dipilih melalui Dapodik (Data Pokok Pendidikan),” katanya.

Menurut dia, kriteria yang menerima bantuan kesejahteraan tersebut adalah guru honorer di sekolah negeri dan swasta. Salah satu kriteria guru honorer di sekolah negeri yang menerima bantuan ini minimal satu tahun mengajar. Sedangkan guru swasta, yang belum sertifikasi.

“Bantuan kesejahteraan ini memang agak lama dicairkan. Sebab, DPA (Daftar Penggunaan Anggaran) baru diterima pada November lalu sehingga tidak berani untuk berspekulasi supaya dicairkan (pada rentang Januari-Juni 2018). Sebab, ketika DPA tidak disetujui dan tidak bisa dicairkan, maka seribuan lebih guru honorer yang akan menerima tentu marah kepada saya,” paparnya.

Linda berharap para guru honorer baik di sekolah negeri maupun swasta dapat memahami duduk persoalan sehingga tidak salah persepsi. “Kita tidak berani bermain-main dengan anggaran, apalagi untuk kesejahteraan guru honorer,” tukasnya.

Sementara, Ketua Forum Honorer Medan, Fahrul Lubis mengatakan, seharusnya Disdik Medan memberikan penjelasan secara detail kepada guru honorer terkait bantuan tersebut. “Harusnya mereka transparan dalam penyaluran bantuan ini, siapa saja yang menerima,” kata Fahrul.

Oleh karena tidak transparan, sambung Fahrul, hal ini menimbulkan kecurigaan atau asumsi di kalangan guru honorer. “Kenyataannya begitu, sampai sekarang tidak diketahui data guru-guru yang menerima,” pungkasnya. (ris/ila)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/