29 C
Medan
Monday, November 25, 2024
spot_img

Pungli Marak di Lingkungan Sekolah Kemenag Sumut, Ombusman Minta Polisi Bertindak

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Maraknya pungutan liar (Pungli) di sejumlah sekolah di lingkungan Kementerian Agama (Kemenag) di Sumut seperti MIN, MTsN dan MAN sangat meresahkan orang tua siswa. Saat ini, kondisi ekonomi masyarakat sedang terpuruk imbas pandemi covid-19.

Ombudsman RI Perwakilan Sumut mendapat laporan dari orangtua siswa kalau sekolah di lingkungan Kemenag, mulai dari sekolah MIN, MTsN, dan MAN dibebani dengan pungutan pungutan yang sangat memberatkan. Jumlahnya juga sangat mencekik leher, hingga jutaan rupiah.

“Contohnya, di MTSN 1 Medan ada kutipan pembayaran uang perpisahan dan uang sewa laptop senilai Rp450.000. Tapi, kita apresiasi, pihak sekolah sudah sepakat untuk mengembalikannya,” kata Kepala Ombudsman RI Perwakilan Sumut, Abyadi Siregar.

Kemudian, lanjutnya, di MAN 1 Medan ada uang sumbangan komite sebesar Rp3.900.000, dan di MAN 2 Model Medan ada uang insidentil Rp1.000.000 hingga Rp1.500.000. Sedangkan, di MAN 4 di Perumnas Martubung, orangtua siswa dibeban uang pendaftaran ulang sebesar Rp2.500.000. Uang sebesar Rp2,5 juta tertulis di kwintasi, untuk membayar 4 pasang baju sekolah, meja dan uang sekolah 1 bulan.”Beberapa orangtua siswa dari sejumlah kabupaten/Kota, juga mengeluhkan pungli di sekolah sekolah lingkungan Kemenag itu,” ungkap Abyadi.

Abyadi mengatakan, seluruh kutipan dan sumbangan itu sangat memberatkan orangtua. Apalagi di tengah wabah Covid-19 19 ini. Ia meminta dengan keterbukaan publik ini, tindak pungli harusnya sudah tidak ada lagi.

Ia juga meminta Kantor Wilayah Kemenag Sumut menghentikan kegiatan pungli tersebut. Ia menilai pungli ini menambah kesusahan masyarakat di tengah tekanan ekonomi akibat pandemi Covid ini.

“Ombudsman meminta agar Kakanwil Kemenag Sumut dan Kakan Kemenag Kabupaten/Kota se-Sumut segera memerintahkan kepala madrasah untuk menghapuskan pungli,” tegas Abyadi.

Abyadi mengaku heran kenapa sekolah sekolah di lingkungan Kemenag ini menjadi lebih ‘ganas’ dan ‘rakus’ dalam melakukan pungli dibandingkan sekolah umum. Padahal, sekolah umum di bawah Kemendikbud saat ini sudah semakin membaik dengan minimnya praktik pungli. Tapi di sekolah sekolah di bawah naungan Kemenag, justru semakin parah.

Padahal, untuk makan saja, saat ini masyarakat sedang berjuang mendapatkan berbagai bantuan sosial. Makanya, perilaku sekolah sekolah di lingkungan Kemenag ini sangat keterlaluan.

“Karena itu, ombudsman mengharapkan agar seluruh pungli itu dihentikan. Yang sudah sempat dikutip segera dikembalikan ke orang tua siswa. Bisakah sekolah sekolah menunjukkan empatinya atas penderitaan masyarakat akibat tekanan wabah pandemi Corona ini?” kata Abyadi.

Abyadi juga berharap, aparat penegak hukum segera bertindak bila para pengelola sekolah tersebut tetap membandel dengan terus menyusahkan orang tua siswa dengan praktik pungli. “Polisi atau kejaksaan jangan membiarkan tindakan tindakan yang meresahkan masyarakat seperti ini,” pinta Abyadi Siregar. (gus/ila)

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Maraknya pungutan liar (Pungli) di sejumlah sekolah di lingkungan Kementerian Agama (Kemenag) di Sumut seperti MIN, MTsN dan MAN sangat meresahkan orang tua siswa. Saat ini, kondisi ekonomi masyarakat sedang terpuruk imbas pandemi covid-19.

Ombudsman RI Perwakilan Sumut mendapat laporan dari orangtua siswa kalau sekolah di lingkungan Kemenag, mulai dari sekolah MIN, MTsN, dan MAN dibebani dengan pungutan pungutan yang sangat memberatkan. Jumlahnya juga sangat mencekik leher, hingga jutaan rupiah.

“Contohnya, di MTSN 1 Medan ada kutipan pembayaran uang perpisahan dan uang sewa laptop senilai Rp450.000. Tapi, kita apresiasi, pihak sekolah sudah sepakat untuk mengembalikannya,” kata Kepala Ombudsman RI Perwakilan Sumut, Abyadi Siregar.

Kemudian, lanjutnya, di MAN 1 Medan ada uang sumbangan komite sebesar Rp3.900.000, dan di MAN 2 Model Medan ada uang insidentil Rp1.000.000 hingga Rp1.500.000. Sedangkan, di MAN 4 di Perumnas Martubung, orangtua siswa dibeban uang pendaftaran ulang sebesar Rp2.500.000. Uang sebesar Rp2,5 juta tertulis di kwintasi, untuk membayar 4 pasang baju sekolah, meja dan uang sekolah 1 bulan.”Beberapa orangtua siswa dari sejumlah kabupaten/Kota, juga mengeluhkan pungli di sekolah sekolah lingkungan Kemenag itu,” ungkap Abyadi.

Abyadi mengatakan, seluruh kutipan dan sumbangan itu sangat memberatkan orangtua. Apalagi di tengah wabah Covid-19 19 ini. Ia meminta dengan keterbukaan publik ini, tindak pungli harusnya sudah tidak ada lagi.

Ia juga meminta Kantor Wilayah Kemenag Sumut menghentikan kegiatan pungli tersebut. Ia menilai pungli ini menambah kesusahan masyarakat di tengah tekanan ekonomi akibat pandemi Covid ini.

“Ombudsman meminta agar Kakanwil Kemenag Sumut dan Kakan Kemenag Kabupaten/Kota se-Sumut segera memerintahkan kepala madrasah untuk menghapuskan pungli,” tegas Abyadi.

Abyadi mengaku heran kenapa sekolah sekolah di lingkungan Kemenag ini menjadi lebih ‘ganas’ dan ‘rakus’ dalam melakukan pungli dibandingkan sekolah umum. Padahal, sekolah umum di bawah Kemendikbud saat ini sudah semakin membaik dengan minimnya praktik pungli. Tapi di sekolah sekolah di bawah naungan Kemenag, justru semakin parah.

Padahal, untuk makan saja, saat ini masyarakat sedang berjuang mendapatkan berbagai bantuan sosial. Makanya, perilaku sekolah sekolah di lingkungan Kemenag ini sangat keterlaluan.

“Karena itu, ombudsman mengharapkan agar seluruh pungli itu dihentikan. Yang sudah sempat dikutip segera dikembalikan ke orang tua siswa. Bisakah sekolah sekolah menunjukkan empatinya atas penderitaan masyarakat akibat tekanan wabah pandemi Corona ini?” kata Abyadi.

Abyadi juga berharap, aparat penegak hukum segera bertindak bila para pengelola sekolah tersebut tetap membandel dengan terus menyusahkan orang tua siswa dengan praktik pungli. “Polisi atau kejaksaan jangan membiarkan tindakan tindakan yang meresahkan masyarakat seperti ini,” pinta Abyadi Siregar. (gus/ila)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/