MEDAN, SUMUTPOS.CO – Forum Masyarakat Sari Rejo (Formas) berharap kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Gubernur Sumatera Utara (Gubsu). Edy Rahmayadi dapat segera menyelesaikan konflik tanah antara warga dan TNI AU di Kelurahan Sari Rejo, Medan Polonia, Kota Medan. Mereka berharap, ada langkah penyelesaian secara konkrit dan cepat, jangan sekadar wacana dan lips service.
“Sebetulnya, sudah pernah rapat terbatas dua tahun lalu. Namun selama pandemi, tidak terpikirkan. Kami berharap pandemi sudah selesai. Bisalah, masalah Sari Rejo juga selesai,” kata Ketua Formas, Riwayat Pakpahan kepada Sumut Pos, Kamis (14/7) siang.
Riwayat mengungkapkan, ada angin segar ketika Presiden Jokowi kembali memanggil Gubernur Edy Rahmayadi dalam rapat terbatas (Ratas) di Istana Negara, Senin (11/7) lalu. Di mana salah satu agendanya, pembahasan penyelesaian konflik tanah Sari Rejo. “Bapak Presiden sudah turun tangan langsung, kami harapkan penyelesaian segeralah. Tidak bisa lagi antar lembaga. Tapi, Bapak Presiden yang harus menyelesaikan ini. Harapan kami Bapak Presiden bisa menuntaskan ini, dan menguntungkan masyarakat,” harapnya.
Riwayat mengatakan, dirinya tinggal di Sari Rejo sejak 1974 hingga kini ia berkeluarga dan memiliki cucu. Namun, permasalah konflik tanah ini tidak kunjung terselesaikan oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumut serta Pemko Medan. “Kami harap ada penyelesaian secara konkrit dan cepat. Jangan hanya sekadar wacana dan lips service. Masyarakat sudah jenuh dengan konflik dan masalah ini. Kami mau aman dan nyaman, masyarakat tidak sedikit 35 ribu jiwa lebih,” ungkapnya.
Lebih lanjut Riwayat berharap kepada Presiden Jokowi, Gubernur Sumut Edy Rahmayadi dan Menteri ATR/BPN Hadi Tjahjanto untuk dalam menyelesaikan konflik tanah ini secara adil dan perundang-undangan serta menguntungkan masyarakat. “Jangan sampai berlarut-larut, masalah tanah 260 hektar ini, dapat segera diselesaikan secara adil dan perundang-undangan serta menguntungkan masyarakat,” ucap Riwayat.
Riwayat mengatakan, dalam kasus ini masyarakat Sari Rejo sangat mengharapkan kepastian. “Tujuan pemerintah adalah mensejahterakan rakyat. Kalau selesai masalah, sudah tercapai tujuan negara dan pemerintah ini,” pungkas Riwayat.
Terpisah, Kepala Ombudsman RI Perwakilan Sumut Abyadi Siregar, mengapresiasi langkah progresif yang dilakukan pemerintah beberapa hari terakhir dalam rangka penyelesaian konflik tanah di Kelurahan Sari Rejo, Medan Polonia. Menurut Abyadi, dalam dua hari terakhir, paling tidak ada dua peristiwa penting dalam sejarah panjang penyelesaian sengketa tanah antara TNI AU dengan puluhan ribu masyarakat yang bermukim di kawasan tersebut. Dua peristiwa penting itu sangat menentukan penyelesaian sengketa tanah yang sudah bertahun tahun ini.
Peristiwa pertama, kata Abyadi, adalah kunjungan Menteri ATR/BPN Hadi Tjahjanto ke Kota Medan pada Selasa, 12 Juli 2022. Menurutnya, yang menarik dalam kunjungan itu adalah Menteri ATR/BPN menegaskan, sengaja datang ke Medan untuk melihat langsung kasus sengketa tanah di Sumut, termasuk salah satunya konflik tanah masyarakat Sari Rejo, Kecamatan Medan Polonia dengan TNI AU.
“Meski masyarakat sempat kecewa karena tidak sempat bertemu Pak Menteri ATR/BPN, tapi saya melihat pernyataan Pak Menteri itu menjadi gambaran adanya komitmen kuat pemerintah untuk menyelesaikan konflik tanah yang sudah berkepanjangan ini,” kata Abyadi Siregar optimis.
Peristiwa penting yang kedua, lanjut Abyadi Siregar, adalah adanya kunjungan Tim Kemendagri ke Kelurahan Sari Resjo, Rabu (13/7), persis sehari setelah kunjungan Menteri ATR/BPN. “Bahkan, menurut informasi yang saya peroleh, Tim Kemendagri itu masih di Medan sampai hari ini (kemarin). Mereka bertemu dengan pihak-pihak terkait dalam rangka penyelesaian konflik tanah itu,” jelas Abyadi.
Tim Kemendagri tersebut bahkan sudah bertemu dengan masyarakat diwakili Ketua Forum Masyarakat Sari Rejo (Formas), Riwayat Pakpahan, di Kantor Camat Medan Polonia, Rabu (13/7). Dalam pertemuan itu, Tim Kemendagri itu melakukan pengumpulan data terkait sengketa tanah tersebut. Dan, Ketua Formas Riwayat Pakpahan juga sudah menyerahkan dokumen perjuangan masyarakat kepada Tim Kemendagri.
“Saya melihat, dua peristiwa penting ini menjadi pertanda keseriusan pemerintah untuk menuntaskan sengketa tanah ini. Dan, saya optimis, tidak akan terlalu lama masalah ini akan dapat diselesaikan,” katanya.
Abyadi berharap, agar proses penyelesaian sengketa tanah tersebut tidak merugikan masyarakat yang sudah puluhan tahun tinggal di kawasan itu. Di areal sengketa itu, saat ini sudah berdiri ribuan rumah yang dihuni puluhan ribu jiwa. Kawasan pemukiman itu juga sudah lengkap dengan kantor-kantor pemerintah seperti kantor lurah, kantor camat, sekolah-sekolah negeri, rumah ibadah dari berbagai agama.
Abyadi sendiri menilai, proses penyelesaian konflik tanah ini harus dilakukan secara politik. Semua pihak terkait bertemu dalam satu meja dengan niat yang sama, yakni menyelesaikan sengketa tanah dengan mengutamakan kepentingan masyarakat. “Kalau sudah begitu, saya yakin ini akan segera selesai,” kata Abyadi Siregar.
Namun begitu, Abyadi Siregar yakin, keterlibatan peran Walikota Medan Bobby Afif Nasution dan Gubernur Sumut Edy Rahmayadi akan sangat menentukan dalam percepatan proses penyelesaian konflik tanah ini.
Sebelumnya, Gubsu Edy Rahmayadi mengaku dipanggil Presiden Joko Widodo untuk membahas tentang relokasi atau pemindahan Lanud Soewondo. “Kemarin (dipanggil) untuk percepatan penyelesaian permasalahan tanah Polonia. Harus kita pelajari, karena sudah diperintah presiden. Sesuai dengan kondisi ril, saat ini 50 persen tanahnya itu sudah tak bisa lagi dikuasai oleh Angkatan Udara, untuk itu agar segera diselesaikan,” kata Edy.
Lebih lanjut dikatakan mantan Pangkostrad itu, penyelesaian terkait akan dipindah atau tidaknya lokasi pangkalan udara (Lanud) yang ada di sekitar Polonia merupakan wewenang dari pemerintah pusat. “Itukan haknya pusat itu. Ya harus segera diselesaikan, kalau mau dipindah ya dipindah. Kalau mau dilanjutkan, bagaimana? Apakah cukup tanah sebesar itu untuk pangkalan udara?” sebutnya.
Edy mengatakan, lokasi Lanud Soewondo yang sangat dekat dengan pemukiman masyarakat akan mengganggu keselamatan dalam lalu lintas pesawat (take off dan landing). “Tapi kalau untuk kepentingan provinsi pembangunan Sumatera Utara sangat diperlukan (penyelesaian). Yang mungkin sangat mempengaruhi letak lokasinya lapangan udara di tengah kota, bukan pembangunannya yang terganggu, yang terganggu adalah landing dan take off-nya pesawat,” ungkapnya.
Menurut Edy, nantinya akan ada tim khusus yang dibentuk Kementerian Agraria dan Tata Ruang untuk penyelesaian masalah tersebut. “Konflik di Kelurahan Sari Rejo itulah, salah satunya itu dia persoalannya. Itu nanti akan ada tim yang akan menyelesaikannya,” pungkasnya. (gus/adz)