Melihat Penanaman Mangrove di Paluh Kurau, Belawan
Dari 3,6 juta hektar lahan mangrove yang ada di Indonesia, 60 persen di antaranya telah mengalami kerusakan yang cukup parah. Kerusakan tersebut disebabkan berubahnya fungsi menjadi tambak, pembangunan infrasturktur dan pembabatan massal.
Untuk mengembalikan kondisi hutan mangrove seperti sedia kala, Kementerian Kehutanan sudah menganggarkan dana melalui APBN untuk merehabilitasi hutan mangrove yang sudah rusak di seluruh Indonesia.
“Kita sudah anggarkan dana di APBN untuk rehabilitasi kawasan hutan mangrove yang rusak ini,” kata Dirjen Badan Pengelolaan DAS dan Perhutanan Sosial Kementerian Kehutanan Hary Santoso, pada launching Penanaman Mangrove Bersama Masyarakat Paluh Kurau, Belawan, yang diselenggarakan Yayasan Gajah Sumatera (Yagasu) Rabu (15/2).
Selain itu, Kementerian Kehutanan juga tetap butuh dukungan dari masyarakat maupun pihak kabupaten/kota yang memiliki hutan mangrove. “Jika hanya menganggarkan dana APBN untuk merehabilitasi hutan mangrove yang rusak di seluruh Indonesia tentu saja tidak cukup. Karena itu, kita imbau pihak kabupaten/kota turut menganggarkan dana rehabilitasi mangrove melalui APBD,” jelasnya.
Tidak dipungkiri, lanjut Hari mangrove memiliki potensi besar terhadap lingkungan maupun untuk kehidupan ekonomi masyarakat sekitarnya. “Ketebalan mangrove jika sampai 200 meter dapat mencegah bencana tsunami. Selain itu, mangrove juga bisa 10 kali lipat meminimalisir efek gas rumah kaca serta bisa menahan erupsi laut dan sebagai tempat pemijahan ikan. Jika mangrovenya rusak, maka rusaklah ekosistem pemijahan ikan tersebut,” jelasnya sembari menambahkan hutan mangrove juga berfungsi sebagai tempat transit burung-burung dari Australia.
Sementara, Kadis Kehutanan Sumut JB Siringo-ringo mengutarakan hutan mangrove di Sumatera Utara sudah 75 persen rusak parah. Dari jumlah tersebut, kawasan yang paling parah berada di Langkat, Deli Serdang. “Oleh karena itu, kegiatan yang digelar oleh Yagasu ini sangat positip dan kita dukung sepenuhnya,” tegas JB Siringo-ringo.
Direktur Yayasan Gajah Sumatera Bambang Suprayogi mengungkapkan, kehadiran Dirjen untuk menanam mangrove secara simbolis merupakan kehormatan bagi Yagasu dan masyarakat Paluh Kurau.
Dan sampai saat ini, Yagasu bekerjasama dengan masyarakat sedang mengembangkan hutan mangrove di delapan wilayah Aceh dan Sumut, untuk Aceh dilaksanakan di Biruen, Aceh Besar, Pidie dan Banda Aceh, sementara di Sumut meliputi Langkat, Deli Serdang, Batubara hingga Asahan.
“Program ini merupakan program ketiga di dunia,” cetus Bambang sembari menambahkan sejak 2005 setelah dikembangkan oleh Deliserdang, sedikitnya sudah 2 ribu hektar terealisir di Sumut dan Aceh, 75 persen sudah berusia 7 tahun.
Kegiatan ini bekerjasama dengan masyarakat dan sudah 42 desa berkomitmen menanam dalam jangka waktu 10 tahun, ditarget 60 desa ikut serta menanam mangrove.
Menanggapi hal tersebut Hary sangat mengapresiasi Yagasu. Apa yang dilakukan tersebut merupakan wujud kepedulian selaku mitra pemerintah.
“Beberapa investor dari danone, livelihoods yang menginvestasikan dananya untuk menanam mangrove di kawasan pesisir timur dengan luas 5000 hektar selama 20 tahun dengan menanam 6,4 juta pohon harus diapresiasi dan didukung,” tegasnya.
Karena, banyak keuntungan yang dapat diambil dari hutan mangrove, salah satunya memanfaatkan carbon trading sebagai komoditi yang laku dijual. (ila)