28 C
Medan
Wednesday, June 26, 2024

Almarhum Anshari Lepas dari Tuntutan Hukum

Aminudin Masuk Sel Polda

MEDAN- Proses penyidikan dugaan korupsi di Biro Umum Sekretariat Daerah (Setda) Pemprovsu mulai menimbulkan polemik. Hanya saja, sejumlah pendapat menyimpulkan Anshari S akan lepas dari tuntutan hukum.

Penetapan status tersangka atas mantan Kepala Biro Umum Setdaprovsu yang sudah meninggal dunia itu dinilai sebagai langkah hukum yang janggal dan berlebihan. Sebelumnya, almarhum Anshari S dan mantan Bendahara Biro Umum, Aminuddin, resmi dijadikan tersangkan
oleh penyidik Poldasu dalam kasus penyimpangan anggaran di Biro Umum Pemprovsu senilai Rp13 miliar.

“Pelaku tindak kriminal paling besar sekalipun atau pembunuh satu negara akan dihapuskan status tersangkanya jika meninggal dunia. Polisi yang menjadikan orang yang sudah meninggal dunia menjadi tersangka seharusnya tak usah jadi polisi lagi. Mundur saja dari kepolisian. Orang yang meninggal itu tak punya status apapun di dunia ini ,” ungkap Wakil Direktur LBH Medan, Muslim Muis, Sabtu (16/6).

Penetapan status tersangka terhadap seseorang, menurut Muslim, setidaknya memenuhi sejumlah unsur yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), diantaranya barang bukti,  keterangan saksi, keterangan ahli, dan lainnya.

Pendapat senada disampaikan Kepala Divisi Buruh LBH Medan, Surya Adinata. Dia menegaskan seseorang yang sudah meninggalkan dunia otomatis tak memiliki status apapun di dunia.

Kabid Humas Poldasu Kombes Raden Heru Prakoso membenarkan pelaku kriminal yang meninggal dunia tidak akan bisa dijadikan tersangka karena tidak memiliki status lagi di dunia. “Otomatis status hukumnya terhapus begitu pelaku meninggal. Orang meninggal ya, tak perlu dibahas,” ujarnya. Heru memastikan hingga kini penyidik Poldasu belum satu pun menahan pejabat yang ditengarai sebagai aktor utama dalam dugaan korupsi tersebut. Penyidik akan menetapkan status hukum yakni tersangka kepada pelaku yang masih hidup. “Jangan diungkit-ungkit lagi itu. Kita sama-sama paham bagaimana menetapkan status tersangka kepada seseorang yang sudah tak ada,” ucapnya.

Begitupun, pengamat hukum dari UMSU, Nursairani Simatupang, mengatakan seorang tersangka yang meninggal dunia akan digugurkan seluruh tuntutan atas dirinya. Akan tetapi, menurut Nursairani, perlakuan itu tidak berlaku bagi tersangka koruptor.

“Jika pelaku kriminal biasa meninggal dunia ya, status hukum  dirinya langsung gugur. Tapi ini tak berlaku bagi koruptor. Polisi wajib melanjutkan kasusnya meskipun Anshari (pelaku yang ditetapkan polisi sebagai tersangka) itu meninggal dunia. Seluruh harta yang diwariskan kepada keluarganya harus dicurigai polisi sebagai hasil korupsi,’’ ujarnya.

Kewajiban penyidik saat ini adalah memeriksa sejauh mana keterlibatannya dalam kasus korupsi itu untuk mengembalikan kerugian negara yang telanjur dinikmati keluarga yang ditinggalkan Anshari. “Dalam konteks ini tugas penyidik bukan untuk menghukum atau mengejar pidananya, melainkan berusaha mengembalikan uang negara yang dikorupsi almarhum saat itu,” ujarnya.

Nursairani meminta penyidik berlaku persuasif agar pihak keluarga Anshari yang ditengarai menikmati hasil korupsi itu bersikap  kooperatif dengan mengembalikannya kepada negara.”Keluarga almarhum harus kooperatif dengan cara mengembalikan uang yang dikorupsi kepada negara,” ucapnya.
Dikatakan pula, penyidik bisa melayangkan gugatan perdata kepada ahli waris yang meninggal dunia saat digelarnya penyidikan perkara korupsi.

Penyidik disarankan segera menyerahkan berkas perkara hasil penyidikan kepada jaksa untuk dimasukkan gugatan perdata kepada ahli warisnya. ‘’Langkah ini dimungkinkan karena diatur di Pasal 33, Pasal 38 B ayat 2 dan 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 jo UU Nomor 20 Tahun 2001. Gugatan perdata terhadap ahli waris itu disampaikan bila sudah ada putusan berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde).

Nursairani menjelaskan ketentuan Pasal 34 dan Pasal 38B ayat 2 dan 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 jo UU Nomor 20 Tahun 2001 menyebutkan, terdakwa yang meninggal dunia saat pemeriksaan di sidang pengadilan, sedangkan secara nyata ada kerugian keuangan negara, penuntut umum segera menyerahkan salinan berkas berita acara sidang tersebut kepada jaksa pengacara negara atau diserahkan kepada instansi yang merasa dirugikan untuk dilayangkan gugatan perdata terhadap ahli warisnya.

‘’Pada prinsipnya efek jera tindak pidana korupsi dengan model  hukum keperdataan seperti ini umumnya diberlakukan di Italia, Irlandia, dan AS. Boleh saja dilakukan penyitaan atas harta pelaku kriminal yang meninggal dunia,’’ katanya.

Sebagaimana diketahui, kasus korupsi yang diduga dilakukan Anshari dkk masih dalam tahap penyidikan perkara di Poldasu saat Anshari meninggal dunia. Sesuai ketentuan KUHP penetapan status Anshari sebagai tersangka membutuhkan sejumlah bukti otentik dan mustahil dilimpahkan ke pengadilan karena Berita Acara Pemeriksaan (BAP) harus diteken sendiri oleh Anshari.

Aminuddin Masuk Sel

Sementara itu, tersangka dugaan korupsi biro umum Pemprovsu, Aminuddin, sudah ditahan di sel Polda Sumut. Menurut Direktur Tahti Polda Sumut AKBP Waitimin Panjaitan, tersangka diserahkan usai menjalani pemeriksaan. “Aminuddin diserahkan Sabtu (16/6) sekitar pukul 10.00 WIB dan langsung kami tahan dalam sel,” kata Panjaitan.

Saat diboyong ke sel Poldasu, Aminuddin tidak banyak bicara saat disinggung keterlibatannya dalam dugaan korupsi di Biro Umum Setda Pemprovsu. “Uang di Biro Umum banyak yang digunakan untuk pembayaran anggaran rumah tangga Pemprovsu,” ujarnya singkat.

Direktur Reserse Kriminal Khusus Poldasu, Kombes Pol Sadono Budi Nugroho membantah kalau tersangka menyerahkan diri. “Tidak menyerahkan diri. Dia (Aminuddin, Red) diamankan oleh anggota saya, sekitar jam 18.30 WIB di Kabupaten Batubara,” ujar Sadono, kemarin.
Disinggung mengenai pengakuan tersangka menyangkal ditangkap, Sadono mengatakan itu hanya alasan tersangka. “Itu hanya alasan Aminuddin, seolah-olah kooperatif,” sebutnya.

Dari informasi, Aminuddin tiba di Mapolda Sabtu (16/6) dinihari dan langsung menjalani pemeriksaan sebelum dititipkan ke tahanan.

Sekadar informasi, Ditreskrimsus Poldasu  menetapkan mantan Bendahara Biro Umum Pemprov Sumut itu sebagai tersangka korupsi anggaran Biro Umum Pemerintah Provinsi Sumatera Utara tahun 2010 dan 2011 sebesar Rp13 miliar sejak polisi menangani perkara itu empat bulan lalu.
Kerugian negara diketahui dari audit ketekoran kas di Biro Umum Setda Pemprovsu sebesar Rp 15.862.062.067. Dari perhitungan ada selisih antara perhitungan penyidik kepolisian dengan audit Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) senilai Rp2.817.236.002.

Kerugian negara diantaranya digunakan untuk SPJ voorijders   (pengawalan) pada 1 Januari 2010 sebesar Rp150 juta, makan minum Rp2 miliar, listrik sebesar Rp1 miliar lebih, SPJ 1 Januari – 30 Juni pada belanja sehari-hari di rumah dinas sebasar Rp50 juta. Anggaran tersebut keseluruhannya menggunakan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) tahun 2010 namun dibayarkan pada  APBD tahun 2011.

Kasus tersebut juga mengarah kepada Asisiten IV Administrasi di Biro Umum Setda Pemprovsu, Asrin Naim, mantan Kabag Perbendaharaan, Harianto Butarbutar, Rahmatsyah yang saat itu menjabat Plt Sekertaris Daerah Pemprovsu, dan dua orang PNS Namen Sitepu dan Suweno.(jon/gus)

Aminudin Masuk Sel Polda

MEDAN- Proses penyidikan dugaan korupsi di Biro Umum Sekretariat Daerah (Setda) Pemprovsu mulai menimbulkan polemik. Hanya saja, sejumlah pendapat menyimpulkan Anshari S akan lepas dari tuntutan hukum.

Penetapan status tersangka atas mantan Kepala Biro Umum Setdaprovsu yang sudah meninggal dunia itu dinilai sebagai langkah hukum yang janggal dan berlebihan. Sebelumnya, almarhum Anshari S dan mantan Bendahara Biro Umum, Aminuddin, resmi dijadikan tersangkan
oleh penyidik Poldasu dalam kasus penyimpangan anggaran di Biro Umum Pemprovsu senilai Rp13 miliar.

“Pelaku tindak kriminal paling besar sekalipun atau pembunuh satu negara akan dihapuskan status tersangkanya jika meninggal dunia. Polisi yang menjadikan orang yang sudah meninggal dunia menjadi tersangka seharusnya tak usah jadi polisi lagi. Mundur saja dari kepolisian. Orang yang meninggal itu tak punya status apapun di dunia ini ,” ungkap Wakil Direktur LBH Medan, Muslim Muis, Sabtu (16/6).

Penetapan status tersangka terhadap seseorang, menurut Muslim, setidaknya memenuhi sejumlah unsur yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), diantaranya barang bukti,  keterangan saksi, keterangan ahli, dan lainnya.

Pendapat senada disampaikan Kepala Divisi Buruh LBH Medan, Surya Adinata. Dia menegaskan seseorang yang sudah meninggalkan dunia otomatis tak memiliki status apapun di dunia.

Kabid Humas Poldasu Kombes Raden Heru Prakoso membenarkan pelaku kriminal yang meninggal dunia tidak akan bisa dijadikan tersangka karena tidak memiliki status lagi di dunia. “Otomatis status hukumnya terhapus begitu pelaku meninggal. Orang meninggal ya, tak perlu dibahas,” ujarnya. Heru memastikan hingga kini penyidik Poldasu belum satu pun menahan pejabat yang ditengarai sebagai aktor utama dalam dugaan korupsi tersebut. Penyidik akan menetapkan status hukum yakni tersangka kepada pelaku yang masih hidup. “Jangan diungkit-ungkit lagi itu. Kita sama-sama paham bagaimana menetapkan status tersangka kepada seseorang yang sudah tak ada,” ucapnya.

Begitupun, pengamat hukum dari UMSU, Nursairani Simatupang, mengatakan seorang tersangka yang meninggal dunia akan digugurkan seluruh tuntutan atas dirinya. Akan tetapi, menurut Nursairani, perlakuan itu tidak berlaku bagi tersangka koruptor.

“Jika pelaku kriminal biasa meninggal dunia ya, status hukum  dirinya langsung gugur. Tapi ini tak berlaku bagi koruptor. Polisi wajib melanjutkan kasusnya meskipun Anshari (pelaku yang ditetapkan polisi sebagai tersangka) itu meninggal dunia. Seluruh harta yang diwariskan kepada keluarganya harus dicurigai polisi sebagai hasil korupsi,’’ ujarnya.

Kewajiban penyidik saat ini adalah memeriksa sejauh mana keterlibatannya dalam kasus korupsi itu untuk mengembalikan kerugian negara yang telanjur dinikmati keluarga yang ditinggalkan Anshari. “Dalam konteks ini tugas penyidik bukan untuk menghukum atau mengejar pidananya, melainkan berusaha mengembalikan uang negara yang dikorupsi almarhum saat itu,” ujarnya.

Nursairani meminta penyidik berlaku persuasif agar pihak keluarga Anshari yang ditengarai menikmati hasil korupsi itu bersikap  kooperatif dengan mengembalikannya kepada negara.”Keluarga almarhum harus kooperatif dengan cara mengembalikan uang yang dikorupsi kepada negara,” ucapnya.
Dikatakan pula, penyidik bisa melayangkan gugatan perdata kepada ahli waris yang meninggal dunia saat digelarnya penyidikan perkara korupsi.

Penyidik disarankan segera menyerahkan berkas perkara hasil penyidikan kepada jaksa untuk dimasukkan gugatan perdata kepada ahli warisnya. ‘’Langkah ini dimungkinkan karena diatur di Pasal 33, Pasal 38 B ayat 2 dan 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 jo UU Nomor 20 Tahun 2001. Gugatan perdata terhadap ahli waris itu disampaikan bila sudah ada putusan berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde).

Nursairani menjelaskan ketentuan Pasal 34 dan Pasal 38B ayat 2 dan 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 jo UU Nomor 20 Tahun 2001 menyebutkan, terdakwa yang meninggal dunia saat pemeriksaan di sidang pengadilan, sedangkan secara nyata ada kerugian keuangan negara, penuntut umum segera menyerahkan salinan berkas berita acara sidang tersebut kepada jaksa pengacara negara atau diserahkan kepada instansi yang merasa dirugikan untuk dilayangkan gugatan perdata terhadap ahli warisnya.

‘’Pada prinsipnya efek jera tindak pidana korupsi dengan model  hukum keperdataan seperti ini umumnya diberlakukan di Italia, Irlandia, dan AS. Boleh saja dilakukan penyitaan atas harta pelaku kriminal yang meninggal dunia,’’ katanya.

Sebagaimana diketahui, kasus korupsi yang diduga dilakukan Anshari dkk masih dalam tahap penyidikan perkara di Poldasu saat Anshari meninggal dunia. Sesuai ketentuan KUHP penetapan status Anshari sebagai tersangka membutuhkan sejumlah bukti otentik dan mustahil dilimpahkan ke pengadilan karena Berita Acara Pemeriksaan (BAP) harus diteken sendiri oleh Anshari.

Aminuddin Masuk Sel

Sementara itu, tersangka dugaan korupsi biro umum Pemprovsu, Aminuddin, sudah ditahan di sel Polda Sumut. Menurut Direktur Tahti Polda Sumut AKBP Waitimin Panjaitan, tersangka diserahkan usai menjalani pemeriksaan. “Aminuddin diserahkan Sabtu (16/6) sekitar pukul 10.00 WIB dan langsung kami tahan dalam sel,” kata Panjaitan.

Saat diboyong ke sel Poldasu, Aminuddin tidak banyak bicara saat disinggung keterlibatannya dalam dugaan korupsi di Biro Umum Setda Pemprovsu. “Uang di Biro Umum banyak yang digunakan untuk pembayaran anggaran rumah tangga Pemprovsu,” ujarnya singkat.

Direktur Reserse Kriminal Khusus Poldasu, Kombes Pol Sadono Budi Nugroho membantah kalau tersangka menyerahkan diri. “Tidak menyerahkan diri. Dia (Aminuddin, Red) diamankan oleh anggota saya, sekitar jam 18.30 WIB di Kabupaten Batubara,” ujar Sadono, kemarin.
Disinggung mengenai pengakuan tersangka menyangkal ditangkap, Sadono mengatakan itu hanya alasan tersangka. “Itu hanya alasan Aminuddin, seolah-olah kooperatif,” sebutnya.

Dari informasi, Aminuddin tiba di Mapolda Sabtu (16/6) dinihari dan langsung menjalani pemeriksaan sebelum dititipkan ke tahanan.

Sekadar informasi, Ditreskrimsus Poldasu  menetapkan mantan Bendahara Biro Umum Pemprov Sumut itu sebagai tersangka korupsi anggaran Biro Umum Pemerintah Provinsi Sumatera Utara tahun 2010 dan 2011 sebesar Rp13 miliar sejak polisi menangani perkara itu empat bulan lalu.
Kerugian negara diketahui dari audit ketekoran kas di Biro Umum Setda Pemprovsu sebesar Rp 15.862.062.067. Dari perhitungan ada selisih antara perhitungan penyidik kepolisian dengan audit Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) senilai Rp2.817.236.002.

Kerugian negara diantaranya digunakan untuk SPJ voorijders   (pengawalan) pada 1 Januari 2010 sebesar Rp150 juta, makan minum Rp2 miliar, listrik sebesar Rp1 miliar lebih, SPJ 1 Januari – 30 Juni pada belanja sehari-hari di rumah dinas sebasar Rp50 juta. Anggaran tersebut keseluruhannya menggunakan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) tahun 2010 namun dibayarkan pada  APBD tahun 2011.

Kasus tersebut juga mengarah kepada Asisiten IV Administrasi di Biro Umum Setda Pemprovsu, Asrin Naim, mantan Kabag Perbendaharaan, Harianto Butarbutar, Rahmatsyah yang saat itu menjabat Plt Sekertaris Daerah Pemprovsu, dan dua orang PNS Namen Sitepu dan Suweno.(jon/gus)

Previous article
Next article

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/