MEDAN,SUMUTPOS.CO- Gubernur Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho kembali dilaporkan ke Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejatisu). Tak hanya dirinya, Dr Diah Retno, Direktur Rumah Sakit Haji Medan juga turut dilaporkan.
Mereka diduga terlibat penggelapan kekayaan wakaf RS Haji Medan dan bantuan yang bersumber dari APBD Sumut dengan modus pembubaran Yayasan RS Haji Medann
Hamdani Harahap Pengacara Hukum CITRA KEADILAN yang mewakili 11 ormas Islam, mengatakan laporan tersebut untuk memperjuangkan pembatalan Pergub 78 tahun 2011 dan menolak rencana peraturan daerah (Ranperda) Sumut tentang RS Haji Medan yang telah mengubah status hukumnya dari harta wakaf menjadi Badan Layanan Umum (BLU) milik publik, dikarenakan RS Haji Medan adalah harta/wakaf umat Islam di Sumut.
“Kasus itu kami laporkan ke Pidsus Kejatisu pada 12 Desember 2013 kemarin. Karena pembubaran RS Haji Medan, berikut dengan pengalokasian dana yang bersumber dari APBD Sumut Tahun Anggaran 2012 dalam keadaan melawan hukum yang dapat dan telah merugikan keuangan negara,” ucap Hamdani.
Dijelaskan Hamdani, bahwa hal itu bertentangan dengan Pasal 18 ayat (2) dan ayat (3) AD Yayasan RS Haji Medan, yang mewajibkan bila yayasan dibubarkan, diwajibkan membentuk Tim Likuidasi guna dilakukan audit keuangannya dan bila ada harta benda yang tersisa setelah dikurangi utang-piutang, harta yang tersisa diserahkan kepada Badan Amal Sosial dalam keadaan melawan hukum al-Islam (BAITUL MAL). Fakta tersebut, inheren dengan pendapat LHP BPK RI Perwakilan SU yang mewajibkan dilikuidasi.
Menurut Hamdani, berdasarkan pengamatan mereka dan fakta riil RS Haji Medan sebelum Pergub No 78 Tahun 2011 diterbitkan, RS Haji Medan tetap berfungsi aktif melayani kesehatan masyarakat, dan tidak benar terjadi kevakuman. Seandainya terjadi kevakuman (quad noon) atau kurang memuaskan pelayanannya kepada masyarakat, keadaan itu sepatutnya menjadi tugas pemerintah untuk memberdayakan, mendorong, dan memfasilitasi supaya Rumah Sakit Haji efektif atau tak dapat dijadikan alasan pembenar untuk membubarkan RS Haji Medan.
“Bahwa pembubaran Yayasan RS Haji Medan dan penganggaran tersebut secara hukum bertentangan dengan beberapa peraturan perundang-undangan seperti Pasal 2 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah, Pasal 59 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nompr 13 Tahun 2006 sebagaimana telah diubah terakhir kali dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah Pasal 189 dan Pasal 192, Pasal 18 Akta Notaris AH, S.H Nomor 5 Tahun 1998 Tentang Pembubaran Yayasan, dan secara substansial dipergunakan untuk tujuan lain (tidak sesuai dengan peruntukannya),” bebernya.
Hamdani mengungkapkan berdasarkan LHP BPK SU atas Laporan Keuangan RS Haji Medan Tahun 2012 kerugian keuangan negara adalah sebesar Rp7.003.714.975 dan saldo RS Haji Medan pada bank Rp4.098.601.127 dan kerugian keuangan negara dari sektor penyalahgunaan pengadaan obat-obatan pada RS Haji Medan TA 2012, sebesar Rp1.699.884.964 dengan total keseluruhan Rp12.802.201.066.
Dalam laporan yang disampaikan ke Kejatisu itu, puluhan organisasi masyarakat (Ormas) Islam di antaranya Ketua Aliansi Ormas Islam Sumatera Utara Leo Imsar Adnan, KAHMI Sumut Sofyan Edihar Harahap, Ketua Forum Umat Islam Sumut Indra Suheri, Sekretaris Dewan Angkatan 66 Sumut Ahmad Husin Yusuf, Ketua Umum PERTI Sumut Hasan Basri Ritonga, Ketua ICMI Muda Sumut Rahmad Setia Budi, Ketua MMI Medan Khalid, HTI Sumut Abu Sauqi Umar Abdur Rahim, Liga Muslim Indonesia Sumut Heri Abdul Rahim, Ketua FKAM Sumut Haidan Panggabean, Ketua JBMI Sumut Indra Buana Tanjung, Ketua KIRAB Sumut Roni Syamsuri, Ketua FUBU Sumut, dan Hamdani Harahap selaku direktur Lembaga Advokasi Umat Islam – MUI Sumut.
Kasipenkum Kejatisu Chandra Purnama membenarkan adanya laporan tersebut dan menyatakan pihaknya akan menelaah terlebih dahulu kebenaran laporan tersebut. “Yah, kita kroscek dulu semua laporan itu, sebelum kita melakukan penyelidikan ataupun penyidikan,” tukasnya.
Di sisi lain, Kabiro Hukum Pemerintah Provinsi Sumatera Utara Abdul Jalil, ketika dikonfirmasi wartawan Senin (16/12) malam, mengaku pembubaran Yayasan RS Haji tidak ada masalah. “Pembubaran Yayasan RS Haji itu tidak masalah. Asalkan tidak menghilangkan tanah wakafnya. Pembubaran Yayasan RS Haji ini juga berdasarkan peraturan daerah (Perda) yang sudah disahkan oleh DPRD Sumut itu sendiri,” ucap Abdul Jalil.
Abdul Jalil, juga mengatakan, sebelum melakukan pembubaran yayasan RS Haji, pihak juga melibatkan ormas Islam, artinya pihak ormas Islam juga turut dipanggil dan dilibatkan, makanya pihak dewan menyetujui hal ini.
“Di seluruh Indonesia itu Rumah Sakit Haji ada berjumlah 4. Tiga di antaranya sudah diambil alih oleh pemerintah provinsi masing-masing. Saat sekarang ini hanya tinggal Provinsi Sumatera Utara saja yang belum. Makanya kita Pemerintah Provinsi Sumatera Utara akan mengambil alih RS Haji ini dengan membubarkan yayasan tersebut. Jadi, dalam hal ini tidak ada masalah. Karena kita melakukan sesuai dengan aturan dan keterntuan yang berlaku. Kita juga tegaskan untuk mengambil sikap dan keputusan ini, juga melibatkan ormas Islam,” ujar Abdul Jalil.
Ketua MUI Sumut Tak Setuju Peralihan RS Haji
Sementara itu Ketua Majelis Ulama Indonesia Sumatera Utara (MUI Sumut) H Abdullah Syah dari awal tetap tidak setuju mengenai peralihan Yayasan Rumah Sakit Haji menjadi salah satu aset Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Pemprovsu).
Menurutnya, tidak ada alasan yang dapat mendukung peralihan tersebut. Pendirian Rumah Sakit Haji bermula ketika terjadi tragedi Terowongan Mina, Arab Saudi, beberapa waktu yang lalu. Ketika itu Pemerintah Daerah, umat Islam, serta Pemerintah Arab Saudi melakukan kerja sama untuk pendirian rumah sakit yang berguna untuk melayani kebutuhan umat.
Semenjak dijadikan aset Pemprovsu, Yayasan Rumah Sakit Haji secara otomatis dibubarkan. Maka dari itu dia meminta agar Gubernur Sumut, Gatot Pujo Nugroho untuk mengembalikan aset milik umat itu seperti sebelumnya.
Ketika yayasan dibubarkan,MUI Sumut terus berupaya baik dengan melakukan pertemuan langsung dengan Gubernur mengenai alasan peralihan menjadi aset Pemerintah Provinsi Sumatera Utara. “Sampai kapan pun akan kita perjuangkan agar Yayasan Rumah Sakit Haji kembali menjadi milik umat,” jelasnya. (far/rud/dik/val)
Klaim Menangkan RS Haji Medan
KASUS RS Haji Medan sebetulnya sudah bergulir sejak lama. Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Pemprovsu ) mengklaim memenangkan gugatan Forum Umat Islam (FUI) Sumut atas pengelolaann
RS Haji Medan. Pengadilan Negeri (PN) Medan memutus Pemprovsu berhak mengelola Rumah Sakit Haji Medan sesuai keputusan 25 April lalu.
Pemprovsu berinisiatif untuk mengurus manajemen RS Haji Medan dari Yayasan RS Haji. Kebijakan ini diambil karena pegawai rumah sakit yang terletak di jalan RS Haji Medan ini sudah mengeluh dengan manajemen yayasan. Apalagi beberapa pegawai sudah tidak menerima haknya berupa gaji setiap bulannya.
Beberapa waktu lalu, kepada wartawan, Kepala Biro Hukum Pemprovsu, Abdul Jalil menyatakan, RS Haji Medan sedang dalam proses perubahan status menjadi SKPD atau sedang dalam pembuatan Peraturan Daerah (Perda). Landasan hukum penyelenggaraan operasional RS ini berdasarkan peraturan gubernur (Pergub) yang dikeluarkan pada 13 Desember 2011. Sebelum adanya Perda, Pergub masih diperbolehkan, dengan syarat disetujui oleh pimpinan DPRD Sumut.
Karena sudah menggunakan Pergub dalam operasionalnya, RS Haji mendapatkan dana tunjangan tahun 2013 dari Pemprov Sumut sebesar Rp31 miliar, sedangkan pada P-APBD 2012 mencapai Rp4 miliar.
Sebelumnya, Direktur RS Haji Medan dr Diah Retno, mengatakan, dana yang diterima oleh RS Haji ini dari Pemprov Sumut hanya untuk operasional terutama peralatan dan jasa. Karena rata-rata peralatan di RS ini sudah tua, sedangkan untuk biaya gaji pegawai diambil dari biaya pasien.
Pengambilalihan ini termasuk segala bagian dari RS. Misalnya, Akper (Akademi Perawat) RS Haji yang terletak di kompleks bangunan RS. Demikian pula status pegawai di RS ini, nantinya juga akan dipertimbangkan menjadi PNS. Karena saat ini, dari 543 pegawai yang ada hanya 13 persen yang status PNS, sementara sisanya dalam status kontrak.
Menilik sejarahnya, RS Haji pertama kali dicetuskan pula oleh Gubsu Raja Inal Siregar pada kegiatan Safari Ramadhan 1410H. Rencana pembangunan rumah sakit yang bernafaskan Islam ini segera mendapat persetujuan dan dukungan nyata dari pemerintah pusat, yakni penyaluran bantuan Garuda Indonesia, Yayasan Amal Bakti Muslim Pancasila, serta bantuan setiap Pemkab/Pemko di Sumut, instansi-instansi pemerintah, swasta, serta dukungan masyarakat melalui infaq para jemaah haji dan infaq PNS. RS ini diresmikan oleh Presiden Soeharto pada 4 Juni 1992. (bbs/val)