25 C
Medan
Saturday, November 23, 2024
spot_img

Mana Ayah, Ma…

Kasus Tanah Lahan eks HGU PTPN 2

Kemarin siang suasana di Mapolres Binjai sedikit berbeda. Ada haru. Seorang bocah berusia 2 tahun mencuri perhatian, dia tampak sedih bahkan hingga menangis. Dalam gendongan sang ibu, pandangannya pun terus mencari sesosok yang dia rindukan.

“Mana ayah, Ma, mana ayah,” lirih bocah yang bernama Zaki itu.

Sang ibu, Norma, tak menjawab. Warga Jalan Bangau, Kelurahan Mencirim, Kecamatan Binjai Timur itu mencoba tersenyum
Kehadirannya di Mapolres Binjai pun sekadar memuaskan kerinduan Zaki pada sang ayah. Padahal, Abdul Azis (40), ayah Zaki telah ditahan di Rumah Tahanan Kelas II A Binjai, Jalan Gatot Subroto, Kelurahan Bandar Senembah, Kecamatan Binjai Kota dan bukan di Mapolres lagi. “Aku gak tahu. Tiba-tiba saja polisi langsung membawannya tanpa banyak tanya. Bahkan, suamiku sempat mengaku kalau ia langsung disuruh menandatangain surat penangkapan,” kata Norma, dengan mata berkaca-kaca.

Lalu, Norma bercerita kepada Posmetro Medan (grup Sumut Pos), Senin (5/12) lalu, suaminya ditangkap pihak kepolisian saat berada di Kantor Lurah Mencirim. Penangkapan itu berdasarkan surat nomor Sp.Kap/ 465/ XII/ 2011/ Reskrim. Suaminya pun langsung dijebloskan ke dalam sel tahanan Polres Binjai.

Awalnya, sang suami ditujukan sebagai saksi dan dimintai keterangan mengenai penebangan tebu di lahan eks HGU PTPN 2. “Kami ini hanya orang kecil dan tak tahu hukum. Pak Kapoldasu, di mana letak keadilan. Bukankah, manusia sama di mata hukum,” tanya Norma.

Lucunya, Samosir selaku kepala Rayon PTPN 2 Sei Semayam, yang membuat laporan terhadap Abdul Azus dkk, tidak mengetahui apakah tanaman tebu dilahan eks HGU itu milik PTPN 2. “ Saya juga tidak tahu apakah dibenarkan menyewa lahan oleh pihak ketiga dibenarkan atau tidak. Tapi, kurasa sewa-menyewa lahan di PTPN 2 dibenarkan,” kata Samosir, sesaat setelah dimintai keterangan di Polres Binjai.

Tak pelak, sekelumit kisah di atas bak cermin sengketa tanah yang terus terjadi di Indonesia, khususnya Sumut. Karena itu, Komisi III DPR berharap tim terpadu kasus sengketa lahan yang dibentuk di Sumut, segera meredam potensi kasus yang berdasar pemetaan sangat panas. “Jika langkah peredaman tak dilakukan, bisa seperti di Mesuji,” ujar anggota Komisi III DPR asal Sumut, Martin Hutabarat kemarin. Martin juga hadir di acara Rapat Koordinasi masalah pertanahan di Aula Kamtibmas Polda Sumut, Senin (16/1) lalu.

Selanjutnya, saran politisi Partai Gerindra itu, Tim melakukan inventarisasi kasus-kasus pertanahan secara cermat, yang disusul dengan pemetaan.  Pasalnya, ada sengketa yang melibatkan warga versus perusahaan swasta, ada juga warga dengan PTPN. Konflik warga dengan swasta misalnya yang terjadi di Kawasan Industri Medan (KIM). “Untuk kasus-kasus tertentu yang dianggap panas, harus langsung ditangani agar tidak menjadi konflik terbuka,” sarannya.  (mag4/smg/sam)

Kasus Tanah Lahan eks HGU PTPN 2

Kemarin siang suasana di Mapolres Binjai sedikit berbeda. Ada haru. Seorang bocah berusia 2 tahun mencuri perhatian, dia tampak sedih bahkan hingga menangis. Dalam gendongan sang ibu, pandangannya pun terus mencari sesosok yang dia rindukan.

“Mana ayah, Ma, mana ayah,” lirih bocah yang bernama Zaki itu.

Sang ibu, Norma, tak menjawab. Warga Jalan Bangau, Kelurahan Mencirim, Kecamatan Binjai Timur itu mencoba tersenyum
Kehadirannya di Mapolres Binjai pun sekadar memuaskan kerinduan Zaki pada sang ayah. Padahal, Abdul Azis (40), ayah Zaki telah ditahan di Rumah Tahanan Kelas II A Binjai, Jalan Gatot Subroto, Kelurahan Bandar Senembah, Kecamatan Binjai Kota dan bukan di Mapolres lagi. “Aku gak tahu. Tiba-tiba saja polisi langsung membawannya tanpa banyak tanya. Bahkan, suamiku sempat mengaku kalau ia langsung disuruh menandatangain surat penangkapan,” kata Norma, dengan mata berkaca-kaca.

Lalu, Norma bercerita kepada Posmetro Medan (grup Sumut Pos), Senin (5/12) lalu, suaminya ditangkap pihak kepolisian saat berada di Kantor Lurah Mencirim. Penangkapan itu berdasarkan surat nomor Sp.Kap/ 465/ XII/ 2011/ Reskrim. Suaminya pun langsung dijebloskan ke dalam sel tahanan Polres Binjai.

Awalnya, sang suami ditujukan sebagai saksi dan dimintai keterangan mengenai penebangan tebu di lahan eks HGU PTPN 2. “Kami ini hanya orang kecil dan tak tahu hukum. Pak Kapoldasu, di mana letak keadilan. Bukankah, manusia sama di mata hukum,” tanya Norma.

Lucunya, Samosir selaku kepala Rayon PTPN 2 Sei Semayam, yang membuat laporan terhadap Abdul Azus dkk, tidak mengetahui apakah tanaman tebu dilahan eks HGU itu milik PTPN 2. “ Saya juga tidak tahu apakah dibenarkan menyewa lahan oleh pihak ketiga dibenarkan atau tidak. Tapi, kurasa sewa-menyewa lahan di PTPN 2 dibenarkan,” kata Samosir, sesaat setelah dimintai keterangan di Polres Binjai.

Tak pelak, sekelumit kisah di atas bak cermin sengketa tanah yang terus terjadi di Indonesia, khususnya Sumut. Karena itu, Komisi III DPR berharap tim terpadu kasus sengketa lahan yang dibentuk di Sumut, segera meredam potensi kasus yang berdasar pemetaan sangat panas. “Jika langkah peredaman tak dilakukan, bisa seperti di Mesuji,” ujar anggota Komisi III DPR asal Sumut, Martin Hutabarat kemarin. Martin juga hadir di acara Rapat Koordinasi masalah pertanahan di Aula Kamtibmas Polda Sumut, Senin (16/1) lalu.

Selanjutnya, saran politisi Partai Gerindra itu, Tim melakukan inventarisasi kasus-kasus pertanahan secara cermat, yang disusul dengan pemetaan.  Pasalnya, ada sengketa yang melibatkan warga versus perusahaan swasta, ada juga warga dengan PTPN. Konflik warga dengan swasta misalnya yang terjadi di Kawasan Industri Medan (KIM). “Untuk kasus-kasus tertentu yang dianggap panas, harus langsung ditangani agar tidak menjadi konflik terbuka,” sarannya.  (mag4/smg/sam)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/