MEDAN, SUMUTPOS.CO – Rektor terpilih Universitas Sumatera Utara (USU), Dr. Muryanto Amin, S.Sos, M.Si, dinyatakan terbukti bersalah melakukan self plagiarisme (memplagiat diri sendiri). Pernyataan itu tertuang dalam Surat Keputusan Rektor USU, seminggu sebelum jadwal pelantikan Muryanto sebagai Rektor USU di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) RI di Jakarta, Kamis (21/1) mendatang.
Dalam Surat keputusan Rektor USU nomor : 82/UN5.1.R/SK/KPM/2021 yang ditandatangani Rektor USU, Prof. Runtung Sitepu, Kamis 14 Januari 2021, disebutkan bahwa Muryanto terbukti melanggar norma etika akademik, etika keilmuan, dan moral sivitas akademik pada kasus plagiarisme dalam bentuk self plagiarisme.
SK tersebut dibenarkan oleh Wakil Rektor III USU, Prof. Mahyuddin K.M Nasution, kepada wartawan di Kampus USU di jalan Dr.Mansyur, Kota Medan, Sumatera Utara, Jumat (15/1). “Sebenarnya, opsi paling berat bukan itu. Komisi Etik kabarnya memberi opsi pemberhentian. Tapi Pak Rektor tidak mau, karena bagaimanapun ini orang kita juga,” ungkap Mahyuddin.
Mahyuddin menjelaskan, kasus self-plagiarisme berawal dari pemberitaan media massa. Kemudian, Rektor USU membentuk tim penelusuran. Hasil penelusuran diserahkan kepada tim etik USU, dan hasilnya diserahkan dan diputuskan oleh Rektor USU. “Keputusan Rektor USU bukan kali ini aja. Sebelumnya, keputusan serupa pernah dikeluarkan dalam kasus plagiat lain,” sebut Mahyuddin.
Dalam SK tersebut, Rektor USU memberi sanksi kepada Muryanto —masih menjabat sebagai Dekan FISIP USU, pertama: menyatakan Muryanto Aimin terbukti secara sah dan meyakinkan dengan sengaja dan berulang melakukan perbuatan plagiarisme dalam bentuk self-plagiarisme atau autoplagiasi (plagiasi diri sendiri).
“Kedua: menyatakan Muryanto Amin terbukti melanggar etika keilmuan dan moral sivitas akademik. Ketiga: menghukum Muryanto Amin, penundaan kenaikan pangkat dan golongan selama 1 tahun terhitung sejak tanggal keputusan ini dikeluarkan,” kata Rektor dalam petikan keputusan tersebut.
Keempat: Muryanto dihukum mengembalikan insentif yang telah diterimanya atas terbitnya artikel berjudul: “A New Patronage Networks of Pemuda Pancasila in Governor Election of North Sumatra, yang dipublikasikan pada jurnal Man in India”, yang terbit pada September 2017, ke Kas Universitas Sumatera Utara.
Kelima: Keputusan ini disampaikan kepada yang bersangkutan untuk dilaksanakan sebagaimana mestinya.
Terancam Batal Dilantik
Dinyatakan terbukti melanggar norma etika akademik, etika keilmuan dan moral sivitas akademik pada kasus plagiarisme, apakah Muryanto Amin terancam batal dilantik sebagai Rektor USU periode 2021-2026?
“Itu urusan MWA (Majelis Wali Amanat (MWA) USU dan Kemendikbud. Bukan bukan urusan USU. Menurut ketentuan PP nomor 16 Tahun 2014, yang berhak memutuskan rektor dilantik atau tidak adalah MWA. Bukan rektor sekarang atau yang lain,” jelas Mahyuddin.
Adapun SK Rektor USU tersebut sudah disampaikan kepada MWA USU dan Kemendikbud. “Itu (pelantikan) pertimbangan merekalah. Mereka yang memutuskan. Rektor hanya menyampaikan laporan saja,” kata Mahyuddin. Artinya, keputusan akhir pelantikan Muryanto sebagai Rektor USU ada di MWA dan Kemendikbud.
“Ada kemungkinan (tidak sependapat dengan surat keputusan Rektor). Tergantungan wawasan merekalah,” sebut Mahyuddin.
Sedangkan terkait pemberhentian Muryanto sebagai Dekan FISIP USU, keputusan ada pada Rektor USU, Prof. Runtung Sitepu. “Kemungkinan itu bisa saja. Kita tidak tahu apa yang terjadi,” tandas Mahyuddin.
Muryanto Siap Banding
Terkait SK rektor USU yang menyatakan dirinya terbukti bersalah melakukan self plagiarisme, Dr Muryanto Amin angkat bicara. Melalui juru bicaranya, Dr. Edy Ikhsan, ia mengatakan ada tiga hal yang perlu disikapi terkait SK Rektor USU. Pertama, Muryanto belum menerima SK tersebut secara resmi.
“Orang bilang, salinan SK sudah dipegang publik. Ini sesuatu yang mengecewakan dalam konteks distribusi sebuah surat, karena putusan itu belum final. Bisa misinformasi,” kata Edy dalam jumpa pers di Medan, Sabtu (16/1).
Kedua, SK Rektor itu, belum final dan mengikat. Karena ada satu tahapan lagi, yakni Kemendikbud RI untuk memeriksa perkara keseluruhan internal. “Ketiga, Muryanto sebagai objek dituduh melanggar etika plagiat, akan melakukan upaya banding administrasi di Kemendikbud. Itu tiga hal yang disampaikan kepada publik,” ungkap Edy yang juga dosen Fakultas Hukum USU ini.
Ia menyayangkan fakta bahwa publik lebih dulu mengetahui SK rektor USU melalui media sosial maupun konferensi pers yang digelar.”Niat baik rektor terpilih ini adalah tetap menahan diri dari semua serangan dan dari semua pencemaran yang dilakukan oleh orang-orang, yang memang masih berada di dalam lingkup Universitas Sumatera Utara,” sebut Edy Ikhsan.
Ia juga menyayangkan sikap pimpinan USU yang memilih menyampaikan isi SK kepada publik, ketimbang kepada Muryanto. Untuk itu, Edy mengimbau semua pihak menahan diri dan menunggu sikap resmi dari Kemendikbud. Agar tidak terjadi kesimpangsiuran informasi terkait permasalahan tersebut.
WR USU Ungkap Keganjilan SK
Terkait kasus yang dialami Muryanto, tiga Wakil Rektor (WR) USU memaparkan keganjilan isi SK Rektor USU nomor 82. Ketiga Wakil Rektor itu yakni Wakil Rektor I USU, Prof Dr Ir Rosmayati, Wakil Rektor II USU, Prof Dr dr Muhammad Fidel Ganis Siregar, dan Wakil Rektor V USU, Ir Luhut Sihombing, MP.
Dalam jumpa pers yang digelar oleh tim rektor terpilih USU, Dr Muryanto Amin, Sabtu, Prof Rosmayati menjelaskan, pembentukan tim untuk menelusuri kasus dugaan self plagiarisme Muryanto dinilai ada keganjilan. Salahsatu pertimbangan pembentukan tim karena pemberitaan media massa. Tim dibentuk beberapa hari setelah Muryanto terpilih sebagai Rektor USU periode 2021-2026, Desember 2020 lalu.
Rosmayati bahkan menyebutkan, laporan dugaan self plagiarisme bukan dari situs Lapor.go.id. Melainkan dari email seseorang yang dikirim ke email milik USU. “Lapor.go.id resmi dikelola kepresidenan, diteruskan ke Kementerian Pendidikan. Nah apa yang ditindaklanjuti Rektor sepertinya bukan sesuatu yang resmi. Karena aduan tentang Muryanto Amin hanya dari email, bukan dari Lapor.go.id,” jelas Rosmayati.
Keganjilan lainnya, tim penelusur tidak pernah memanggil Muryanto sebagai terlapor untuk dimintai klarifikasi atau keterangan atas tudingan self plagiarisme itu. Padahal ada alur klarifikasi namun tidak digunakan. “Seharusnya, ada pendampingan dari yang (dituduh) melakukan plagiat dan dibandingkan dengan berkas aslinya. Tapi ini ‘kan tidak dilakukan,” ungkapnya.
Tim Penelusuran juga tidak mengeluarkan rekomendasi apapun untuk diteruskan ke Dewan Guru Besar. Termasuk untuk melakukan klarifikasi terhadap Muryanto di hadapan dewan Guru Besar USU.
“Jadi kita melihat independensinya diragukan. Saat pengumuman hasilnya, kami bertiga diundang hanya untuk mendengarkan karena kami tidak dilibatkan dari awal. Makanya, kami menolak hasil tersebut. Kami sudah menyampaikan surat penolakan pada 13 Januari 2021. Tapi surat penolakan kami tidak pernah diberitahukan hingga muncul SK Rektor No 82,” tutur Rosmayati.
Alasan menolak, sebut Rosmayati, karena pada setiap tahapan penelusuran, mereka tidak dilibatkan. Sedangkan ketiganya adalah pimpinan tertinggi di USU. Bukan hanya Rektor Runtung saja.
“Kita juga tidak tahu menahu Rektor membentuk tim Komisi Etik. Kami bertiga (WR I, II, dan V) tidak pernah dilibatkan dalam pembentukan Komisi Etik ini. Kalau ini penting, harusnya kami dilibatkan. Sampai personal-personalnya kami tidak tahu siapa. Tim Penulusuran juga kami tidak tahu siapa,” jelasnya.
Keganjilan kasus ini juga disampaikan oleh Wakil Rektor II USU, Prof Dr dr Muhammad Fidel Ganis Siregar. Ia menjelaskan salahsatu keanehan, bahwa kasus yang dituduhkan ke Muryanto Amin sama sekali tidak pernah ada di website Lapor.go.id. Padahal website ini adalah salah satu instrumen untuk menyampaikan aduan yang dikelola langsung oleh kepresidenan
Dalam kasus aduan ini, akan diteruskan ke Kemendikbub dan diteruskan lagi ke USU. Kalau ini tidak direspon, maka grade-nya turun. Artinya yang ada di Lapor.go.id maka wajib dijawab.
“Sehubungan dengan kasus Muryanto Amin, selama beberapa bulan ini, tidak ada laporan atas nama Muryanto Amin. Agak bingung juga kita laporan dari mana tentang plagiarisme Muryanto Amin ini,”ungkapnya.
Tentang pembentukan Komisi Etik, seharusnya ada rapat pimpinan. Termasuk membentuk tim, minimal ada Wakil Rektor II. “Sepengetahuan saya, dalam pembentukan Komisi Etik, suratnya bukan berasal dari bagian SDM. Kalau kami tidak terlibat dalam pembentukan Komisi Etik, bagaimana kami tahu hasilnya? Prosesnya kami tak tahu. Namun dalam temu pers kemarin, ditulis SK berdasarkan rapat pimpinan, padahal kami hanya mendengarkan. Soal pembentukan tim, kami pun tak tahu kapan dibentuk,” tutur Fidel.
Wakil Rektor V USU, Ir Luhut Sihombing, MP menambahkan, sejak awal kasus ini bukan plagiat seperti yang ada dalam Permendiknas No.17 Tahun 2010. Karena bukan mencuri karya orang lain, tapi tulisan milik Muryanto Amin sendiri.
“Jadi masih debatable dan tidak substansif. Hasil rapat Dewan Guru Besar juga tidak kesimpulan bahwa ada kesalahan. Banyak pendekatan penanggulangan yang bisa dibuat. Bisa represif, kuratif, bisa juga persuasif,” sebut Luhut.
Dalam kasus ini aau penelusuran, Luhut menjelaskan perlu ada rapat pimpinan agar keputusannya kolektif kolegial, sesuai dengan amanat Peraturan Menristekdikti Nomor 54 Tahun 2016.
“Tanggal 13 Januari 2021 kita diundang untuk mendengarkan hasil rekomendasi Komisi Etik. Dari hasil itu, Rektor USU Prof Runtung mengatakan akan menganalisis dan melihat kembali untuk membuat suatu keputusan. Itu sebenarnya harapan saya. Tapi ternyata tanggal 14 Januari 2021 keputusannya sudah dibuat. Dampak tindakan refresif ini akhirnya telah merugikan institusi USU sendiri,” ujar Luhut.
Kental Unsur Politis
Kuasa Hukum Rektor USU Terpilih, Muryanto Amin, Hasrul Benny Harahap, menjelaskan kliennya tidak terbukti melakukan plagiarisme dan self plagiarism. Karena itu, ia akan melayangkan banding administrasi ke Kemendikbud bila salinan SK resmi diterima oleh Muryanto.
“Plagiarisme artinya menjiplak karya orang lain. Self-plagiarism menjiplak karya sendiri itu tidak ditemukan. Tim Penelusuran dibentuk setelah Muryanto Amin terpilih. Apalagi ada pengakuan WR I, II, dan V, mereka tidak dilibatkan,”kata Hasrul.
Hasrul menjelaskan, SK yang dikeluarkan Rektor Runtung Sitepu dinilai sangat ganjil dan ada indikasi upaya-upaya membatalkan Muryanto untuk dilantik sebagai Rektor USU nantinya.
“Kagetnya kami kemarin telah keluar SK Rektor USU memutuskan Rektor USU terpilih dikenakan sanksi, dan klien kami tidak pernah menerima SK tersebut. Menurut saya, SK itu tidak bisa di-publish karena belum inkracht atau berkuatan hukum tetap. Kita menduga ini ada unsur politis. Kok buru-buru? Hari ini kita berkumpul di sini karena ini sudah keterlaluan. Kok SK-nya sudah dipublish,” jelas Hasrul.
Hasrul menduga, proses penjatuhan sanksi pelanggaran berat terhadap Muryanto adalah tindakan politis, karena dilakukan secara tergesa-gesa setelah Muryanto secara resmi terpilih sebagai Rektor USU.
“Dilihat dari sisi hukum dan administrasi, jelas klien kami tidak bersalah sehingga kami menduga penjatuhan sanksi ini adalah tindakan untuk mengalihkan atau menutupi tindakan-tindakan plagiat lainnya, yang diduga untuk memasung klien kami sebagai pimpinan baru USU,”ungkap Hasrul.
Atas dasar itu, Hasrul menegaskan pihaknya berkomitmen akan tetap melanjutkan proses pelanggaran nama baik secara akademis seperti plagiarisme atau tindak pidana lain yang diduga merusak dunia pendidikan umumnya, dan USU khususnya, baik secara pribadi maupun rektor USU.
“Konferensi pers ini adalah deklarasi pernyataan komitmen klien kami untuk tetap menegakkan kebenaran dan keadilan serta membuka praktek-praktek kecurangan yang merugikan universitas, agar dunia pendidikan kita khususnya USU menjadi lebih baik,” pungkasnya.(gus)