30 C
Medan
Monday, July 1, 2024

220 Tunanetra Belum Terdaftar BPJS

SUMUTPOS.CO- Sebanyak 220 tunanetra belum terdaftar di Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) dari 318 tunanetra yang ada di Kota Medan.

Hal ini dikatakan Ketua Persatuan Tunanetra Indonesia (Pertuni) Sumut.

“Dalam penyelenggarana Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) melalui BPJS Kesehatan, ada sekitar 220 tunanetra belum mendapat BPJS yang masuk dalam daftar Penerima Bantuan Iuran (PBI),” ujarnya pada Sumut Pos, Senin (17/3) di Kantor Pertuni di Jalan Sampul Medan.

Untuk itu, ia berharap kepada pemerintah agar seluruh penderita tunanetra yang ada di Medan segera mendapatkan jaminan kesehatan tersebut. “Pengalaman sebelumnya, saat para tunanetra melakukan pengurusan Jamkesda tidak mampu mengurus sendiri karena pengurusannya sangat lama. Bahkan pernah kejadian seorang tunanetra saat mengurus jamkesda pingsan karena kelamaan mengurusnya,” ungkapnya.

Menurutnya, bila penyandang cacat ini disuruh untuk masuk dalam jalur mandiri tentu sangat memberatkan. Karena selama ini, untuk kalangan tunanetra saja penghasilannya  belum tentu Rp35 ribu per harinya.

“Jadi, kalau peserta kelas tiga ini bayar Rp25 ribu per bulannya, ada anaknya 3 tambah suami dan istri sudah Rp125 rinu per bulan. Sedangkan penghasilannya belum tentu Rp35 ribu per hari jadi cukup berat,” terangnya.

Ketua Biro Pendidikan DPD Pertuni Sumut, Jenni Hariani mengatakan, rata-rata ibu-ibu penyandang cacat yang bergabung dalam Pertuni juga hanya 4 orang yang mendapatkan Program Kesejahteraan Harapan(PKH) dari Dinas Sosial. “Baru 4 orang dari 200 jumlah ibu-ibu Pertuni cabang Medan yang mendapatkan program bantuan pemerintah ini. PKH ini untuk bantuan berbentuk uang untuk pendidikan anak. Bahkan baru tahun 2013 lalu mereka mendapatkan bantuan ini,” katanya.

Menurut perempaun yang akrab disapa Yenni ini, program tersebut tidak disosialisasikan ke Pertuni. Padahal di Pertuni sendiri banyak yang membutuhkan.

Wakil Ketua DPRD Kota Medan Ikrimah Hamidy menanggapi, Pertuni masih belum mendapatkan perhatian. Sebab, di Medan sebelumnya banyak yang belum mendapatkan jamkesmas. Padahal secara ekonomi penyandang cacat ini sangat perlu sekali.

“Sebanyak 50 persen belum memiliki jaminan kesehatan tersebut, sangat kasihan sekali. Saya rasa itu karena pendataan yang kurang tepat dan kurang sasaran, dan ini sering terjadi. Saat ini mereka sedang kita perjuangkan dan harapkan ke pemerintah khususnya Pemko Medan,” ungkapnya.

Selain itu, lanjutnya, untuk anak-anak dari penyandang cacat ini juga minimnya bantuan dari pemerintah. Namun, pihaknya saat ini sudah menyampaikan nama anak-anak penyandang cacat.

Ia mengungkapkan, semua warga Pertuni sudah diajukan dan perjuangkan, dengan mengadvokasi perda stabilitas melalui pemprov Sumut terus menerus ke pihak DPRD dan gubernur Sumut.

“Kita harapkan perda ini cepat ditanggapi oleh DPRD dan gubernur Sumut,” harapnya. (nit/ila)

SUMUTPOS.CO- Sebanyak 220 tunanetra belum terdaftar di Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) dari 318 tunanetra yang ada di Kota Medan.

Hal ini dikatakan Ketua Persatuan Tunanetra Indonesia (Pertuni) Sumut.

“Dalam penyelenggarana Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) melalui BPJS Kesehatan, ada sekitar 220 tunanetra belum mendapat BPJS yang masuk dalam daftar Penerima Bantuan Iuran (PBI),” ujarnya pada Sumut Pos, Senin (17/3) di Kantor Pertuni di Jalan Sampul Medan.

Untuk itu, ia berharap kepada pemerintah agar seluruh penderita tunanetra yang ada di Medan segera mendapatkan jaminan kesehatan tersebut. “Pengalaman sebelumnya, saat para tunanetra melakukan pengurusan Jamkesda tidak mampu mengurus sendiri karena pengurusannya sangat lama. Bahkan pernah kejadian seorang tunanetra saat mengurus jamkesda pingsan karena kelamaan mengurusnya,” ungkapnya.

Menurutnya, bila penyandang cacat ini disuruh untuk masuk dalam jalur mandiri tentu sangat memberatkan. Karena selama ini, untuk kalangan tunanetra saja penghasilannya  belum tentu Rp35 ribu per harinya.

“Jadi, kalau peserta kelas tiga ini bayar Rp25 ribu per bulannya, ada anaknya 3 tambah suami dan istri sudah Rp125 rinu per bulan. Sedangkan penghasilannya belum tentu Rp35 ribu per hari jadi cukup berat,” terangnya.

Ketua Biro Pendidikan DPD Pertuni Sumut, Jenni Hariani mengatakan, rata-rata ibu-ibu penyandang cacat yang bergabung dalam Pertuni juga hanya 4 orang yang mendapatkan Program Kesejahteraan Harapan(PKH) dari Dinas Sosial. “Baru 4 orang dari 200 jumlah ibu-ibu Pertuni cabang Medan yang mendapatkan program bantuan pemerintah ini. PKH ini untuk bantuan berbentuk uang untuk pendidikan anak. Bahkan baru tahun 2013 lalu mereka mendapatkan bantuan ini,” katanya.

Menurut perempaun yang akrab disapa Yenni ini, program tersebut tidak disosialisasikan ke Pertuni. Padahal di Pertuni sendiri banyak yang membutuhkan.

Wakil Ketua DPRD Kota Medan Ikrimah Hamidy menanggapi, Pertuni masih belum mendapatkan perhatian. Sebab, di Medan sebelumnya banyak yang belum mendapatkan jamkesmas. Padahal secara ekonomi penyandang cacat ini sangat perlu sekali.

“Sebanyak 50 persen belum memiliki jaminan kesehatan tersebut, sangat kasihan sekali. Saya rasa itu karena pendataan yang kurang tepat dan kurang sasaran, dan ini sering terjadi. Saat ini mereka sedang kita perjuangkan dan harapkan ke pemerintah khususnya Pemko Medan,” ungkapnya.

Selain itu, lanjutnya, untuk anak-anak dari penyandang cacat ini juga minimnya bantuan dari pemerintah. Namun, pihaknya saat ini sudah menyampaikan nama anak-anak penyandang cacat.

Ia mengungkapkan, semua warga Pertuni sudah diajukan dan perjuangkan, dengan mengadvokasi perda stabilitas melalui pemprov Sumut terus menerus ke pihak DPRD dan gubernur Sumut.

“Kita harapkan perda ini cepat ditanggapi oleh DPRD dan gubernur Sumut,” harapnya. (nit/ila)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/