MEDAN, SUMUTPOS.CO – Proyek pembangunan apartemen De Glass Residence di Jalan Gelas/Ayahanda, Sei Putih Tengah, Medan Petisah, dinilai melanggar Peraturan Daerah (Perda) Nomor 2 Tahun 2015 Tentang Rencana Daerah Tata Ruang (RDTR) Kota Medan Tahun 2015-2035. Sebab, proyek bangunan vertikal yang akan dibangun 26 lantai ini berada di kawasan pemukiman penduduk kepadatan tinggi.
Kuasa hukum warga yang keberatan, Fernando Sitompul mengatakan, berdasarkan Perda RDTR Kota Medan 2015-2035 Lampiran X tentang zonasi terdapat 18 poin. Khusus poin 9 terkait zona perumahan kepadatan tinggi atau R1 memiliki ketentuan yakni Koefisien Dasar Bangunan (KDB) 80 persen, Koefisien Lantai Bangunan (KLB) 3,2 dan Koefisien Dasar Hijau (KDH) 15 persen, dengan ketinggian bangunan maksimum 4 lantai/18 meter. “Apartemen De Glass berada di kawasan Kelurahan Sei Putih Tengah yang masuk dalam zona R1. Oleh sebab itu, sesuai Perda RDTR tersebut maka pembangunan apartemen tidak diperbolehkan dalam Zona R1 karena ketinggian bangunan yang akan dibangun mencapai 26 lantai atau lebih dari 4 lantai,” ujar Fernando, kemarin.
Karenanya, sambung Fernando, warga jelas menolak dan keberatan. Sebab, banyak dampak negatif yang nantinya ditimbulkan dari adanya pembangunan apartemen tersebut. Selain telah merusak dinding rumah, warga khawatir apartemen tersebut akan menguras persediaan air tanah, menimbulkan dampak sosial, dan membuat Jalan Gelas semakin macet.
“Pertama, masalah air. Kebutuhan air apartemen dan masyarakat bisa jadi rebutan. Kedua, adanya apartemen yang dekat dengan permukiman seperti itu bisa menimbulkan budaya hedonis. Selain itu juga menambah tingkat kemacetan di Jalan Gelas yang sebelum ada apartemen saja sudah macet. Lalu, pada saat pembangunan juga, kan, materialnya berbahaya kalau jatuh-jatuh, debu juga,” ungkapnya.
Menurut Fernando, berbagai upaya sudah dilakukan pihak pengembang agar bisa membangun apartemen itu, terutama untuk mendapat persetujuan warga. Bahkan, sempat terjadi konflik antarwarga yang menghuni di sekitar lokasi apartemen. Oleh karenanya, ia menduga konflik horizontal ini sengaja dibuat pengembang agar memecah persatuan warga. “Ada beberapa aspek alasan penolakan apartemen De Glass, di antaranya potensi dan pelanggaran dampak lingkungan sosial. Kemudian, aspek indikasi pelanggaran perizinan. Pelanggaran dampak sosial yaitu kenyamanan dan ketenangan warga terganggu, sedangkan perizinan terindikasi cacat hukum karena warga sampai sekarang menolak dan tidak ada meneken. Akan tetapi, faktanya izin telah keluar dan ini yang kami pertanyakan,” paparnya.
Sementara, Wakil Ketua Komisi D DPRD Medan, Salman Alfarisi mendesak Pemko Medan untuk benar-benar mengawasi proyek apartemen itu. Jika memang diprotes warga, maka kegiatan proyek harus dihentikan atau distanvaskan.“Pemko Me-dan melalui instansi terkait jangan tutup mata, harus tegas terhadap pengembang yang merugikan masyarakat,” tegasnya.
Jangan karena kepentingan bisnis, warga yang dikorbankan,” tegasnya.
Terkait adanya dugaan proyek ini melanggar Perda RDTR, Salman belum bisa memastikan. Ia terlebih dahulu akan mempelajarinya. “Kita pelajari dulu apa benar memang melanggar Perda RDTR. Namun, nantinya kita akan sampaikan dalam rapat internal Komisi D untuk diajukan RDP (rapat dengar pendapat),” pungkasnya. (ris/ila)