Kalau pepatah mengatakan ‘buah jatuh tidak jauh dari pohonnya’ barangkali berlaku bagi banyak orang. Tidak hanya dalam hal fisik, sifat dan sikap. Tetapi, juga jalan kehidupan serta karir termasuk sering dirasakan seseorang, sejalan dengan orangtuanya. Meskipun memang ada sebagian yang tidak seperti itu.
Inilah barangkali yang kemudian harus diterima seseorang setelah sebelumnya mencoba mencari jalan berbeda dengan orang tuanya, akhirnya memutuskan mengambil jalan sama dengan yang diambil sang ayah. Begitulah H Irsal Fikri menyampaikan sedikit tentang jalan hidupnya kepada Tim Sahur Sumut Pos saat berkunjung ke rumahnya di Jalan STM/Suka Teguh, Medan, Kamis (17/7).
Begitu sampai, terlihat rumah berwarna merah muda itu terang di bagian dalam. Hal ini menunjukkan caleg terpilih DPRD Medan periode 2014-2019 tersebut sudah bersiap menyambut. “Sebelumnya saya memang sudah sering berkumpul dengan kawan-kawan, berdiskusi dan berbagi cerita. Silaturrahim itu penting, karena selain kita panjang umur, juga murah rezeki,” kata politisi PPP tersebut.
Irsal mengaku banyak belajar dari sang ayah yang juga politisi senior di PPP, H. Hasrul Azwar yang kembali terpilih menjadi anggota DPR RI. Meskipun pada awalnya, Irsal lebih tertarik untuk berkarir di pemerintahan, tetapi kedekatannya dengan ‘rekan media’ serta orangtua, membuat pandangannya terhadap realitas hidup menjadi berubah.
Intinya, ia melihat jabatan berdasarkan amanah dari masyarakat, ternyata jauh lebih mulia dibandingkan jabatan yang biasa diberikan atasan di satu instansi atau perusahaan. “Sempat saya mau jadi pegawai negeri, tetapi akhirnya saya putuskan untuk membuka usaha kecil-kecilan,” sebut ayah dari Najwa Hayati dan Salsabila Nazhifa ini.
Dari situ, Irsal mulai bertemu dengan banyak orang, banyak pihak. Salah satu yang paling sering ia temui, adalah para wartawan yang menurutnya banyak tahu tentang informasi dan punya wawasan luas. Kedekatannya dengan awak media diakuinya bukan hal baru, tetapi sejak lama hal itu sudah dijalaninya. Sehingga, tak heran kalau banyak yang mengenal dirinya sebagai teman.
“Namanya bersahabat, bukan melihat manfaat atau karena hal yang lain. Tetapi bersahabat itu karena memang ingin berteman. Ya itu akan awet, walaupun saat sehat atau sakit,” ujarnya.
Tapi soal politik, diakuinya ada yang paling menonjol dari beberapa pesan yang diberikan ayahanda kepadanya. Petuah politik tentang bagaimana seorang anggota dewan untuk tidak menjadi pengkhianat. Lebih baik memberontak ketika itu tidak sesuai dengan aturan atau merugikan banyak orang. Pesan itulah yang akan ia pakai dalam menjalankan tugasnya sebagai wakil rakyat.
“Pesan ayahanda, memberontak itu wajar saja, tetapi jangan berkhianat. Saat ini saya dipercaya naik pangkat, dari rakyat menjadi wakil rakyat, kuncinya ya jangan mengkhianati rakyat,” kata suami dari Hj. Dian Harryanti ini.
Dirinya pun yakin akan bisa menjalankan tugas dengan baik dan bisa berbuat banyak untuk kepentingan masyarakat. Sekalipun di usia yang masih tergolong muda, 33 Tahun, alumni FISIP USU ini optimis dengan belajar banyak dari para politisi senior yang ada dilingkungan DPRD Medan.
“Mereka yang senior ini kan sudah paham, mana ‘pintu’ mana ‘tangga’. Jadi kita belajar dari para senior yang sudah pengalaman,” sebutnya.
Usai berbincang cukup panjang, panggilan sang istri dari ruang makan pun membuat kami beranjak dari ruang berbincang. Hidangan favorit gulai daun ubi, rendang, dan pakkat (makanan dari pucuk rotan khas Tapsel) plus sambalnya.
Usai santap makan, perbincangan mengalir lagi di ruang sebelumnya. Kali ini seputar pribadi keluarganya, bagaimana ia bisa membagi waktu dengan istri dan anak, dimana aktivitasnya yang cukup banyak menyita waktu, bahkan terkadang untuk bermalam mingguan dengan keluarga. Tetapi dirinya mengatakan kondisi tersebut sudah dipahami sang istri. Karena sejak berkenalan, dia sudah memberikan penjelasan bagaimana gaya hidupnya yang sedikit dinamis.
“Dari sejak awal menikah, istri saya sudah tahu bagaimana saya yang ‘lasak’ ini, tetapi lasak dalam arti positif ya. Termasuk malam Minggu, tidak pernah ada masalah. Kan bisa diganti dengan hari yang lain,” ketusnya.
Baginya momen malam Minggu yang sering dinantikan banyak orang untuk menjalin kemesraan bersama pasangan dan keluarga, tidak jadi patokan. Sebab, menurutnya momen itu tergantung bagaimana seseorang menciptakannya sendiri tanpa harus bergantung pada hari diakhir pekan saja. Inilah yang membuatnya tetap merasa bahagia memiliki istri yang mengerti bagaimana kondisi kesibukan sang suami.
Setelah mendengar sekelumit cerita Irsal, tim pun berpamitan dan berterima kasih atas sambutan hangat tuan rumah termasuk penganan lezat ala keluarganya yang mengugah selera. (*)