26 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Turut Tercemar NDMA, Ranitidin Tablet Juga Ditarik

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Setelah menarik beberapa produk obat ranitidin cair baik sirup dan injeksi, kini Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) RI juga menarik jenis tablet yang dikeluarkan sejumlah perusahaan farmasi.

Penarikan obat yang digunakan untuk gejala penyakit tukak lambung dan usus tersebut, karena turut tercemar N-Nitrosodimethylamine (NDMA) dengan risiko penyakit kanker.

Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Balai Besar BPOM di Medan, Fajar, membenarkan sejumlah produk obat ranitidin tablet ditarik. “Ya benar, yang tablet ada ditarik juga. Tapi, yang dikeluarkan beberapa perusahaan,” ujarnya ketika dikonfirmasi, Kamis (17/10).

Menurut Fajar, penarikan obat tersebut sesuai hasil pengujian yang dilakukan BPOM RI. Untuk lebih detailnya, kata Fajar, dia menyarankan melihat klarifikasi terkait penarikan beberapa ranitidin tablet di website BPOM RI. “Ada di situ (website BPOM RI) klarifikasinya dari hasil pengujian yang dilakukan, tertera juga daftar obat ranitidin tablet yang ditarik dan perusahaannya,” sebut dia.

Fajar menyatakan, BPOM RI terus melakukan uji laboratorium terhadap produk ranitidin yang dikeluarkan perusahaan lainnya. Jika ditemukan cemaran NDMA, maka langsung disurati ke industrinya supaya dihentikan produksi dan ditarik produknya. “BPOM terus melakukan uji laboratorium dan hingga kini masih dilakukan. Jadi, nantinya akan ada rilis terbaru lagi apabila ada temuan cemaran NDMA lainnya,” jelasnya.

Diutarakan dia, dalam instruksi penarikan ini, BPOM memberikan waktu penarikan sampai 80 hari pasca instruksi penarikan awal dikeluarkan. Dalam waktu tersebut, maka industri beserta distributornya harus melakukan penarikan sampai tuntas. “Setelah itu, mereka kan akan melaporkannya ke kita. Di situ, nanti baru kita verifikasi hasilnya di lapangan,” kata Fajar.

Ia menegaskan, kalau jangka waktunya sudah lewat namun ternyata masih ada ditemukan yang menjual atau ranitidin masih beredar, maka tentunya akan ada sanksi. Akan tetapi, dijelaskan bentuk sanksinya karena sejauh ini masih belum ada instruksi lanjutan dari BPOM RI. “Tapi yang pasti, kawan-kawan apoteker dan dokter sudah diinformasikan supaya memberikan obat pengganti sesuai diagnosanya,” tandasnya.

Sementara, berdasarkan klarifikasi BPOM RI dari situs resminya tentang perkembangan lebih lanjut penarikan produk ranitidin yang terkontaminasi NDMA, disebutkan ada 10 poin. Klarifikasi tersebut dikeluarkan tertanggal 11 Oktober 2019.

Beberapa diantaranya, BPOM telah memberikan persetujuan terhadap ranitidin, obat yang digunakan untuk pengobatan gejala penyakit tukak lambung dan tukak usus, melalui kajian evaluasi keamanan, khasiat, dan mutu. Ranitidin tersedia dalam bentuk sediaan tablet, sirup, dan injeksi.

Pada 13 September 2019, US Food and Drug Administration (US FDA) dan European Medicine Agency (EMA) mengeluarkan peringatan tentang adanya temuan cemaran NDMA dalam jumlah yang relatif kecil pada sampel produk yang mengandung bahan aktif ranitidin.

Studi global memutuskan nilai ambang batas cemaran NDMA yang diperbolehkan adalah 96 ng/hari (acceptable daily intake), bersifat karsinogenik jika dikonsumsi di atas ambang batas secara terus menerus dalam jangka waktu yang lama. Hal ini dijadikan dasar oleh Badan POM dalam mengawal keamanan obat yang beredar di Indonesia.

Kemudian, pada 17 September 2019, BPOM menerbitkan informasi awal untuk Tenaga Profesional Kesehatan terkait Keamanan Produk yang Mengandung Bahan Aktif Ranitidin.

Selanjutnya, pada 4 Oktober 2019, BPOM menerbitkan penjelasan terkait jenis produk ranitidin yang terdeteksi mengandung cemaran NDMA di atas ambang batas berdasarkan hasil pengujian yang dilakukan Badan POM. Badan POM telah memerintahkan industri farmasi pemegang izin edar produk yang terdeteksi mengandung cemaran NDMA yang melebihi batas ambang untuk melakukan penghentian produksi dan distribusi serta melakukan penarikan kembali (recall) seluruh bets produk yang terdeteksi mengandung cemaran NDMA.

Berdasarkan kajian terhadap hasil pengujian yang telah dilakukan BPOM sampai dengan 9 Oktober 2019 terhadap adanya cemaran NDMA pada produk ranitidin, dalam rangka kehati-hatian untuk melindungi masyarakat BPOM memerintahkan seluruh industri farmasi pemegang izin edar produk ranitidin untuk menghentikan sementara produksi, distribusi dan peredarannya.

Sebagai bentuk tanggung jawab industri farmasi dalam menjamin mutu dan keamanan obat yang diproduksi dan diedarkan, beberapa industri farmasi telah melakukan pengujian secara mandiri terhadap cemaran NDMA dan menarik secara sukarela produk ranitidin dengan kandungan cemaran melebihi ambang batas yang diperbolehkan.

BPOM terus melakukan pengambilan dan pengujian sampel produk ranitidin. Pengujian dan kajian risiko akan dilanjutkan terhadap seluruh produk yang mengandung ranitidin untuk menjadikan dasar pengambilan keputusan selanjutnya. Masyarakat yang sedang menjalani pengobatan dengan ranitidin dapat menghubungi dokter atau apoteker untuk mendapatkan alternatif pengganti terapi. (ris)

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Setelah menarik beberapa produk obat ranitidin cair baik sirup dan injeksi, kini Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) RI juga menarik jenis tablet yang dikeluarkan sejumlah perusahaan farmasi.

Penarikan obat yang digunakan untuk gejala penyakit tukak lambung dan usus tersebut, karena turut tercemar N-Nitrosodimethylamine (NDMA) dengan risiko penyakit kanker.

Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Balai Besar BPOM di Medan, Fajar, membenarkan sejumlah produk obat ranitidin tablet ditarik. “Ya benar, yang tablet ada ditarik juga. Tapi, yang dikeluarkan beberapa perusahaan,” ujarnya ketika dikonfirmasi, Kamis (17/10).

Menurut Fajar, penarikan obat tersebut sesuai hasil pengujian yang dilakukan BPOM RI. Untuk lebih detailnya, kata Fajar, dia menyarankan melihat klarifikasi terkait penarikan beberapa ranitidin tablet di website BPOM RI. “Ada di situ (website BPOM RI) klarifikasinya dari hasil pengujian yang dilakukan, tertera juga daftar obat ranitidin tablet yang ditarik dan perusahaannya,” sebut dia.

Fajar menyatakan, BPOM RI terus melakukan uji laboratorium terhadap produk ranitidin yang dikeluarkan perusahaan lainnya. Jika ditemukan cemaran NDMA, maka langsung disurati ke industrinya supaya dihentikan produksi dan ditarik produknya. “BPOM terus melakukan uji laboratorium dan hingga kini masih dilakukan. Jadi, nantinya akan ada rilis terbaru lagi apabila ada temuan cemaran NDMA lainnya,” jelasnya.

Diutarakan dia, dalam instruksi penarikan ini, BPOM memberikan waktu penarikan sampai 80 hari pasca instruksi penarikan awal dikeluarkan. Dalam waktu tersebut, maka industri beserta distributornya harus melakukan penarikan sampai tuntas. “Setelah itu, mereka kan akan melaporkannya ke kita. Di situ, nanti baru kita verifikasi hasilnya di lapangan,” kata Fajar.

Ia menegaskan, kalau jangka waktunya sudah lewat namun ternyata masih ada ditemukan yang menjual atau ranitidin masih beredar, maka tentunya akan ada sanksi. Akan tetapi, dijelaskan bentuk sanksinya karena sejauh ini masih belum ada instruksi lanjutan dari BPOM RI. “Tapi yang pasti, kawan-kawan apoteker dan dokter sudah diinformasikan supaya memberikan obat pengganti sesuai diagnosanya,” tandasnya.

Sementara, berdasarkan klarifikasi BPOM RI dari situs resminya tentang perkembangan lebih lanjut penarikan produk ranitidin yang terkontaminasi NDMA, disebutkan ada 10 poin. Klarifikasi tersebut dikeluarkan tertanggal 11 Oktober 2019.

Beberapa diantaranya, BPOM telah memberikan persetujuan terhadap ranitidin, obat yang digunakan untuk pengobatan gejala penyakit tukak lambung dan tukak usus, melalui kajian evaluasi keamanan, khasiat, dan mutu. Ranitidin tersedia dalam bentuk sediaan tablet, sirup, dan injeksi.

Pada 13 September 2019, US Food and Drug Administration (US FDA) dan European Medicine Agency (EMA) mengeluarkan peringatan tentang adanya temuan cemaran NDMA dalam jumlah yang relatif kecil pada sampel produk yang mengandung bahan aktif ranitidin.

Studi global memutuskan nilai ambang batas cemaran NDMA yang diperbolehkan adalah 96 ng/hari (acceptable daily intake), bersifat karsinogenik jika dikonsumsi di atas ambang batas secara terus menerus dalam jangka waktu yang lama. Hal ini dijadikan dasar oleh Badan POM dalam mengawal keamanan obat yang beredar di Indonesia.

Kemudian, pada 17 September 2019, BPOM menerbitkan informasi awal untuk Tenaga Profesional Kesehatan terkait Keamanan Produk yang Mengandung Bahan Aktif Ranitidin.

Selanjutnya, pada 4 Oktober 2019, BPOM menerbitkan penjelasan terkait jenis produk ranitidin yang terdeteksi mengandung cemaran NDMA di atas ambang batas berdasarkan hasil pengujian yang dilakukan Badan POM. Badan POM telah memerintahkan industri farmasi pemegang izin edar produk yang terdeteksi mengandung cemaran NDMA yang melebihi batas ambang untuk melakukan penghentian produksi dan distribusi serta melakukan penarikan kembali (recall) seluruh bets produk yang terdeteksi mengandung cemaran NDMA.

Berdasarkan kajian terhadap hasil pengujian yang telah dilakukan BPOM sampai dengan 9 Oktober 2019 terhadap adanya cemaran NDMA pada produk ranitidin, dalam rangka kehati-hatian untuk melindungi masyarakat BPOM memerintahkan seluruh industri farmasi pemegang izin edar produk ranitidin untuk menghentikan sementara produksi, distribusi dan peredarannya.

Sebagai bentuk tanggung jawab industri farmasi dalam menjamin mutu dan keamanan obat yang diproduksi dan diedarkan, beberapa industri farmasi telah melakukan pengujian secara mandiri terhadap cemaran NDMA dan menarik secara sukarela produk ranitidin dengan kandungan cemaran melebihi ambang batas yang diperbolehkan.

BPOM terus melakukan pengambilan dan pengujian sampel produk ranitidin. Pengujian dan kajian risiko akan dilanjutkan terhadap seluruh produk yang mengandung ranitidin untuk menjadikan dasar pengambilan keputusan selanjutnya. Masyarakat yang sedang menjalani pengobatan dengan ranitidin dapat menghubungi dokter atau apoteker untuk mendapatkan alternatif pengganti terapi. (ris)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/