25 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Jalan Rusak, Inflasi Tinggi

MEDAN- Data Bank Indonesia memperlihatkan performa kinerja perekonomian Sumatera Utara pada triwulan ketiga 2011 terbilang baik. Pertumbuhan ekonomi 6,78 persen, masih berada di atas pertumbuhan nasional sebesar 6,5 persen.

Namun yang perlu mendapat perhatian adalah angka inflasi yang tinggi, 5,78 persen pada Oktober, melampaui inflasi nasional 4,43 persen pada periode yang sama.

Terkait tingginya inflasi, Pelaksana Tugas Gubernur (Plt) Gatot Pujo Nugroho punya alasan. Dalam Rapat Koordinasi Wilayah Tim Penanggulangan Investasi Daerah (TIPD) Sumatera Bagian Utara di Kantor BI Medan, Kamis (17/11), Gatot menyebut kondisi jalan menjadi salah satu penyebab tingginya inflasi.

“Salah satu pemicu inflasi yang tinggi di Sumatera Utara adalah kondisi infrastruktur jalan yang kurang mendukung,” ujar Gatot.

Saat ini, dari sekitar 2.700 km jalan nasional di Sumut, 700 km diantaranya berada dalam kondisi rusak sedang hingga rusak berat. Dana untuk perbaikan jalan nasional di Sumut pada tahun anggaran yang lalu, hanya mampu memperbaiki 180 km saja. “Sementara itu, kondisi jalan raya yang rusak terus bertambah,” ujar Gatot.

Deputi Gubernur Bank Indonesia, DR Hartadi A Sarwono mengatakan, inflasi tinggi harus menjadi perhatian daerah agar tidak memberi implikasi buruk terhadap stabilitas perekonomian daerah. “Inflasi yang tinggi menyebakan daya saing ekonomi dan daya beli masyarakat menurun,” kata Sarwono.

Menurutnya jika inflasi Sumut berada di atas rata-rata nasional maka akan menyebabkan ekspor produk asal Sumut akan sulit bersaing dengan daerah lain maupun negara lain. Dampak lain adalah, inflasi akan cenderung menyebabkan penduduk miskin bertambah karena daya beli yang semakin menurun.

Dari kota-kota di Indonesia yang diukur nilai inflasinya oleh BI, maka Kota Pematang Siantar dan Kota Lhoksumawe menduduki pringkat teratas angka inflasi. Pematang Siantar pada Oktober 2011 mencapai angka inflasi 8,47 persen disusul Lhoksumawe 8,44 persen, sementara angka inflasi nasional pada periode yang sama hanya 4,42 persen. Kota lain di Sumut juga cukup tinggi inflasinya antara lain Kota Medan 5,33 persen, Sibolga 7,27 persen dan Padang Sidempuan 6,88 persen.

Pemimpin BI Medan, Nasser Atorf mengatakan angka inflasi Sumut tinggi karena penyumbang utama kenaikan inflasi adalah kenaikan harga bahan makanan (volatile food). Diakuinya salah satu yang menenggarai persoalan tersebut adalah infrastruktur jalan yang tidak mendukung distribusi bahan pangan hasil pertanian.  “Melalui forum Rakorwil dan keberadaan TPID, kita mencoba menjalin kerjasama antar daerah dan menjembatani berbagai persoalan yang ada sehingga dapat dicarikan solusi yang optimal,” katanya.(ari/ram)

MEDAN- Data Bank Indonesia memperlihatkan performa kinerja perekonomian Sumatera Utara pada triwulan ketiga 2011 terbilang baik. Pertumbuhan ekonomi 6,78 persen, masih berada di atas pertumbuhan nasional sebesar 6,5 persen.

Namun yang perlu mendapat perhatian adalah angka inflasi yang tinggi, 5,78 persen pada Oktober, melampaui inflasi nasional 4,43 persen pada periode yang sama.

Terkait tingginya inflasi, Pelaksana Tugas Gubernur (Plt) Gatot Pujo Nugroho punya alasan. Dalam Rapat Koordinasi Wilayah Tim Penanggulangan Investasi Daerah (TIPD) Sumatera Bagian Utara di Kantor BI Medan, Kamis (17/11), Gatot menyebut kondisi jalan menjadi salah satu penyebab tingginya inflasi.

“Salah satu pemicu inflasi yang tinggi di Sumatera Utara adalah kondisi infrastruktur jalan yang kurang mendukung,” ujar Gatot.

Saat ini, dari sekitar 2.700 km jalan nasional di Sumut, 700 km diantaranya berada dalam kondisi rusak sedang hingga rusak berat. Dana untuk perbaikan jalan nasional di Sumut pada tahun anggaran yang lalu, hanya mampu memperbaiki 180 km saja. “Sementara itu, kondisi jalan raya yang rusak terus bertambah,” ujar Gatot.

Deputi Gubernur Bank Indonesia, DR Hartadi A Sarwono mengatakan, inflasi tinggi harus menjadi perhatian daerah agar tidak memberi implikasi buruk terhadap stabilitas perekonomian daerah. “Inflasi yang tinggi menyebakan daya saing ekonomi dan daya beli masyarakat menurun,” kata Sarwono.

Menurutnya jika inflasi Sumut berada di atas rata-rata nasional maka akan menyebabkan ekspor produk asal Sumut akan sulit bersaing dengan daerah lain maupun negara lain. Dampak lain adalah, inflasi akan cenderung menyebabkan penduduk miskin bertambah karena daya beli yang semakin menurun.

Dari kota-kota di Indonesia yang diukur nilai inflasinya oleh BI, maka Kota Pematang Siantar dan Kota Lhoksumawe menduduki pringkat teratas angka inflasi. Pematang Siantar pada Oktober 2011 mencapai angka inflasi 8,47 persen disusul Lhoksumawe 8,44 persen, sementara angka inflasi nasional pada periode yang sama hanya 4,42 persen. Kota lain di Sumut juga cukup tinggi inflasinya antara lain Kota Medan 5,33 persen, Sibolga 7,27 persen dan Padang Sidempuan 6,88 persen.

Pemimpin BI Medan, Nasser Atorf mengatakan angka inflasi Sumut tinggi karena penyumbang utama kenaikan inflasi adalah kenaikan harga bahan makanan (volatile food). Diakuinya salah satu yang menenggarai persoalan tersebut adalah infrastruktur jalan yang tidak mendukung distribusi bahan pangan hasil pertanian.  “Melalui forum Rakorwil dan keberadaan TPID, kita mencoba menjalin kerjasama antar daerah dan menjembatani berbagai persoalan yang ada sehingga dapat dicarikan solusi yang optimal,” katanya.(ari/ram)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/