MEDAN- Pro dan kontra keterlibatan pemerintah daerah dalam pengelolaan PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) terus bergulir. Upaya Pemerintahan Provinsi Sumut (Pemprovsu) memperjuangkan kepemilikan 60 persen didukung penuh Wakil Ketua DPRD Sumut, Chaidir Ritonga. Ditegaskannya, permohonan share saham yang diajukan Pelaksana Tugas (Plt) Gubsu Gatot Pujo Nugroho adalah penawaran yang relevan dan proporsional.
Soal kebutuhan dana Rp3 triliun untuk menebus 60 persen saham PT Inalum, Chaidir yakin pihak perbankan akan mau menalanginya. “Perbankan akan membaca proyek ini memiliki prospek cerah. Misalnya Bank Sumut, bisa jadi leader bank. Maka dari itu, saya pikir pernyataan John Tahbu yang menyatakan Sumut tak mampu kelola Inalum, itu tidak memiliki data,” tegasnya.
Dari pandangan Chaidir, ada beberapa hal yang membuat masyarakat berpendapat, Sumut tidak akan mampu mengelola Inalum. Penyebabnya dua hal, persekongkolan jahat pihak pengelola salah satunya dengan adanya kenaikan kurs mata uang. Kedua ada rekayasa sehingga selama 30 tahun Inalum tidak menangguk untung.
Menurutnya, Inalum adalah asset yang bisa digunakan untuk pengembalian investasi konsorsium Jepang. “Ini tergantung rekayasa keuangan pihak Indonesia,” katanya.
Terkait hal itu, pengamat ekonomi dari Universitas Sumatera Utara (USU) John Tahbu Ritonga menganggap pandangan Chaidir Ritonga sebagai sebuah kewajaran.
“Ya wajar, wakil rakyat bicaranya kan politik. Saya bicara rasional. Hitung-hitungan ekonominya kan jelas. Kalau ambil saham, ya bayar. Dari mana duitnya. Kalau tiga tahun lagi bayarnya, berapa setahun nabungnya. Kalau jual obligasi daerah, laporan keuangan kita masih Wajar Dengan Pengecualian (WDP), jadi belum bisa jual obligasi daerah. Kalau hibah dari pusat, apa pusat mau kasih uangnya. Lalu, berapa dividen yang akan diterima Pemda setahun. Itu lah contoh kali-kalinya,” terangnya.(ari)