32 C
Medan
Saturday, June 29, 2024

UKM Masih Enggan Urus Sertifikat Halal

MEDAN – Sekitar 600 ribuan Usaha Kecil Menengah (UKM) di Sumatera Utara yang memproduksi makanan belum memiliki sertifikat halal. Padahal, menuju perdagangan bebas pada 2015 mendatang, salah satu syarat, UKM harus memiliki sertikat halal.

“Saat ini jumlah Usaha kecil Menengah kita ada sebanyak 1200 seluruh Sumut. Dan sebagian dari mereka tidak memiliki sertifikat dari MUI (Majelis Ulama Indonesia),” ujar Ketua UKM Centre, Deni Firsal Mirza, saat ditemui dalam acara Coffe Morning Dunia Usaha di Medan Club (18/7) kemarin. Dijelaskannya, 50 persen UKM yang pada umumnya belum memiliki sertifikat halal adalah yang UKM yang masih kecil, sedangkan untuk industri yang kelas menengah, pada umumnya sudah memiliki halal.

“Sosialisasi untuk industri kecil ini sangat kurang, perhatikan saja saat ada penyelenggaraan seminar setiap waktu, peserta dari UKM itu-itu saja, tidak ada penambahan,” lanjut Deni. Padahal, sertifikat ini sangat penting saat masuk ke pasar bebas. “Kita selalu gagal saat masuk ke pasar internasional. Karena tidak memiliki sertifikat halal,” lanjutnya.

Dikisahkannya, kementrian perdagangan beberapa kali mengajak UKM kecil di Sumut untuk mengikuti pameran di luar negeri. “Tetapi tidak bisa masuk, karena masalah halal,”tambahnya. Padahal, produk UKM jenis makanan dari luar negeri sangat mudah masuk ke Indonesia, terutama Sumut. Walaupun mereka hanya dilengkapi dengan sertifikat halal dari negeri masing -masing,” lanjutnya.

Dijelaskan Deni, ada beberapa hal kenapa UKM kecil tidak mau mengurus sertifikat halal dan hanya mementingkan sertifikat dari Dinkes (Dinas Kesehatan). “Ada 2 yang harus dipenuhi, pertama sertifikat halal, kemudian sertifikat dari Dinkes. Dan keduanya harus bayar,” tambahnya.
Dimisalkannya, minimal dana yang harus dibayar untuk sertifikat halal dari MUI berkisar Rp1,5 juta. “Dan berapa lagi untuk Dinkes. Makanya, UKM kecil sangat keberatan menyediakan sertifikat halal ini,” lanjutnya.

Sementara itu, Pengamat Ekonomi dari Nommensen, Parulian Simanjuntak, memandang aneh dengan aturan main yang ada di Indonesia. “Kalau memang produk kita tidak diterima di negara lain dengan alasan tidak memiliki sertifikat halal dari negara tersebut, lakukan juga kebijakan yang sama terhadap produk luar yang masuk ke Indonesia. Anehkan, produk lain dipermudah, tetapi produk sendiri dipersulit,” ujarnya.

Dirinya memandang, harus ada kajian ulang terkait hal ini, apalagi saat ini sudah banyak produk makanan luar yang tidak memiliki sertifikat halal baik dari MUI maupun dari negara masing-masing yang beredar di Medan. “Lihat saja bakery-bakery di mall itu, ada sertifikatnya?,” lanjutnya.

Dijelaskannya, selama ini kebijakan yang dibuat pemerintah tidak memihak pada UKM sehingga sulit untuk berkembang. “Walau saat ini pertumbuhan UKM meningkat, tetapi gairah mereka sangat kurang. Terbukti, pengetahuan mereka tentang peraturan UKM masih minim, bahkan mengurus sertifikat saja malas,” tambahnya. (ram)

MEDAN – Sekitar 600 ribuan Usaha Kecil Menengah (UKM) di Sumatera Utara yang memproduksi makanan belum memiliki sertifikat halal. Padahal, menuju perdagangan bebas pada 2015 mendatang, salah satu syarat, UKM harus memiliki sertikat halal.

“Saat ini jumlah Usaha kecil Menengah kita ada sebanyak 1200 seluruh Sumut. Dan sebagian dari mereka tidak memiliki sertifikat dari MUI (Majelis Ulama Indonesia),” ujar Ketua UKM Centre, Deni Firsal Mirza, saat ditemui dalam acara Coffe Morning Dunia Usaha di Medan Club (18/7) kemarin. Dijelaskannya, 50 persen UKM yang pada umumnya belum memiliki sertifikat halal adalah yang UKM yang masih kecil, sedangkan untuk industri yang kelas menengah, pada umumnya sudah memiliki halal.

“Sosialisasi untuk industri kecil ini sangat kurang, perhatikan saja saat ada penyelenggaraan seminar setiap waktu, peserta dari UKM itu-itu saja, tidak ada penambahan,” lanjut Deni. Padahal, sertifikat ini sangat penting saat masuk ke pasar bebas. “Kita selalu gagal saat masuk ke pasar internasional. Karena tidak memiliki sertifikat halal,” lanjutnya.

Dikisahkannya, kementrian perdagangan beberapa kali mengajak UKM kecil di Sumut untuk mengikuti pameran di luar negeri. “Tetapi tidak bisa masuk, karena masalah halal,”tambahnya. Padahal, produk UKM jenis makanan dari luar negeri sangat mudah masuk ke Indonesia, terutama Sumut. Walaupun mereka hanya dilengkapi dengan sertifikat halal dari negeri masing -masing,” lanjutnya.

Dijelaskan Deni, ada beberapa hal kenapa UKM kecil tidak mau mengurus sertifikat halal dan hanya mementingkan sertifikat dari Dinkes (Dinas Kesehatan). “Ada 2 yang harus dipenuhi, pertama sertifikat halal, kemudian sertifikat dari Dinkes. Dan keduanya harus bayar,” tambahnya.
Dimisalkannya, minimal dana yang harus dibayar untuk sertifikat halal dari MUI berkisar Rp1,5 juta. “Dan berapa lagi untuk Dinkes. Makanya, UKM kecil sangat keberatan menyediakan sertifikat halal ini,” lanjutnya.

Sementara itu, Pengamat Ekonomi dari Nommensen, Parulian Simanjuntak, memandang aneh dengan aturan main yang ada di Indonesia. “Kalau memang produk kita tidak diterima di negara lain dengan alasan tidak memiliki sertifikat halal dari negara tersebut, lakukan juga kebijakan yang sama terhadap produk luar yang masuk ke Indonesia. Anehkan, produk lain dipermudah, tetapi produk sendiri dipersulit,” ujarnya.

Dirinya memandang, harus ada kajian ulang terkait hal ini, apalagi saat ini sudah banyak produk makanan luar yang tidak memiliki sertifikat halal baik dari MUI maupun dari negara masing-masing yang beredar di Medan. “Lihat saja bakery-bakery di mall itu, ada sertifikatnya?,” lanjutnya.

Dijelaskannya, selama ini kebijakan yang dibuat pemerintah tidak memihak pada UKM sehingga sulit untuk berkembang. “Walau saat ini pertumbuhan UKM meningkat, tetapi gairah mereka sangat kurang. Terbukti, pengetahuan mereka tentang peraturan UKM masih minim, bahkan mengurus sertifikat saja malas,” tambahnya. (ram)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/