25 C
Medan
Saturday, June 29, 2024

Pencatatan Aset Amburadul, Pemko Minta Dibimbing BPK

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Mendapat tiga kali berturut-turut Opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Sumut terkait laporan keuangan, sepertinya menjadi ‘cambuk’ bagi Pemko Medan. Terutama, dalam hal pencatatan aset yang amburadul.

SEKRETARIS Daerah (Sekda) Kota Medan Wiriya Alrahman mengakui, pencatatan aset memang masih kendala utama. Untuk itu, saat ini sedang fokus membenahinya. “Temuan BPK kan sebelumnya tentang pencatatan aset yang belum benar, hanya soal bagaimana pencatatan saja bukan asetnya tidak kelihatan. Akan tetapi, sekarang kita sudah fokus dan dibimbing oleh BPK,” katanya baru-baru ini.

Wiriya mencontohkan, misalnya aset tanah di bawah jalan. Di Dinas Pekerjaan Umum Medan, jalannya sudah dihitung dan dicatat dalam aset. Namun, tanah di bawah jalan belum dihitung berapa nilainya. “Bagaimana cara menghitungnya, dilihat dari NJOP (Nilai Jual Objek Pajak). Sebelumnya sudah dibuat tapi tahun 1994. Ternyata, BPK minta kalau bisa pencatatan tanah tersebut berdasarkan tahun neraca awal yaitu 2004 atau 2006. Jadi, dari luas tanahnya dikalikan dengan NJOP tahun neraca awal tersebut,” sebutnya.

Dikatakan Wiriya, selain harus ditambah, pencatatan aset juga ada yang perlu dihapus. Contohnya, aset-aset yang tidak bisa dimanfaatkan lagi. Sebab, kalau dicatat dalam pembukuan, menurut BPK menjelekkan laporan keuangan sehingga perlu dihapus tetapi harus dihitung terlebih dahulu nilainya.

“Sebelumnya kami berbeda persepsi dengan BPK, bahwa yang boleh dihapus dalam pencatatan merupakan aset-aset yang berdasarkan harga perolehan awal maksimal Rp5 miliar. Jadi, dari pandangan BPK disarankan harganya Rp1 miliar maksimal,” aku dia.

Dengan dibimbingnya pencatatan aset ini oleh BPK, tambah Wiriya, optimis tahun depan meraih Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dalam laporan keuangan. “Mudah-mudahan terwujud pada 2019. Makanya, sebelum tahun anggaran berakhir sudah dimulai pencatatan aset,” tukasnya.

Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kota Medan, Irwan Ibrahim Ritonga mengungkapkan, selain pendataan aset ada faktor lainnya yang menyebabkan hanya meraih Opini WDP, yakni data validasi Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Hal ini mengenai perkiraan nilai suatu pajak dari bangunan yang ada di Medan.

Misalnya, karena belum tahu nilai bangunan tersebut berapa nilai PBB-nya, maka dibuat satu saja pajaknya. Namun ternyata, harus dikroscek kembali karena mungkin saja sudah berubah bentuk bangunannya. “Banyak data-data PBB yang diserahkan dari BPPRD ke Pemko Medan belum valid.

Artinya, ada data PBB yang diserahkan tidak sesuai dengan di lapangan, misalnya bangunan sudah berubah. Dimana ada bangunan yang sebelumnya dibuat PBB empat secara terpisah, tetapi ternyata hanya ada satu rumah atau sebaliknya. Makanya, penyesuaian di lapangan berapa objek PBB harus jelas atau detail,” paparnya.

Selanjutnya, sambung Irwan, penganggaran untuk belanja modal dari Dana Bagi Hasil (DBH) Pemprovsu juga menjadi faktor. Dengan kata lain, tidak sesuai dengan BPK Sumut. “Kita ada mengganggarkan sekitar Rp1 triliun lebih, yang terdiri dari DBH tahun berjalan ditambah piutang.

Namun ternyata, BPK menganggap kami terlalu tinggi penganggaran APBD yang diperoleh dari DBH tersebut. Misalnya, asumsi kami DBH tahun berjalan yang akan diterima sebesar Rp600 jutaan. Perkiraan ini melihat dari perolehan DBH tahun-tahun sebelumnya. Lalu, ditambah dengan piutang dari DBH yang belum dibayarkan sekira Rp300 jutaan. Akan tetapi, BPK tidak menerima pengajuan anggaran tersebut karena menganggap terlalu ambisius untuk dibelanjakan,” jabarnya.

Irwan menambahkan, untuk DBH tersebut baru disoroti tahun ini sedangkan sebelumnya tidak ada. Padahal, penganggaran dari DBH itu laporan yang disampaikan sama seperti tahun-tahun sebelumnya. “Makanya, kami bingung juga kenapa termasuk ke dalam salah satu faktor penilaian dan seperti apa standarisasinya,” kata dia.

Meski hanya meraih Opini WDP, lanjut Irwan, Pemko Medan tetap mendapatkan intensif. Akan tetapi, intensif yang akan diterima nilainya kecil. “Opini WTP pernah diraih Pemko Medan pada tahun 2014. Ketika itu, mendapat intensif sekitar Rp41 miliar. Penilaian utama adalah tepat waktu penyerahan laporan (aset dan pengelolaan keuangan). Kemudian, pengesahan APBD sebelum 31 Desember,” ucapnya.

Diketahui, Pemko Medan mendapat penilaian Opini WDP terakhir kali dari BPK atas hasil pemeriksaan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Tahun Anggaran 2017, Senin (6/8). Belum lengkapnya pendataan aset yang dilakukan menjadi salah satu penyebab. Namun, dua tahun belakangan yakni 2016 dan 2015 ternyata juga meraih opini yang sama dari lembaga tersebut. (ris)

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Mendapat tiga kali berturut-turut Opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Sumut terkait laporan keuangan, sepertinya menjadi ‘cambuk’ bagi Pemko Medan. Terutama, dalam hal pencatatan aset yang amburadul.

SEKRETARIS Daerah (Sekda) Kota Medan Wiriya Alrahman mengakui, pencatatan aset memang masih kendala utama. Untuk itu, saat ini sedang fokus membenahinya. “Temuan BPK kan sebelumnya tentang pencatatan aset yang belum benar, hanya soal bagaimana pencatatan saja bukan asetnya tidak kelihatan. Akan tetapi, sekarang kita sudah fokus dan dibimbing oleh BPK,” katanya baru-baru ini.

Wiriya mencontohkan, misalnya aset tanah di bawah jalan. Di Dinas Pekerjaan Umum Medan, jalannya sudah dihitung dan dicatat dalam aset. Namun, tanah di bawah jalan belum dihitung berapa nilainya. “Bagaimana cara menghitungnya, dilihat dari NJOP (Nilai Jual Objek Pajak). Sebelumnya sudah dibuat tapi tahun 1994. Ternyata, BPK minta kalau bisa pencatatan tanah tersebut berdasarkan tahun neraca awal yaitu 2004 atau 2006. Jadi, dari luas tanahnya dikalikan dengan NJOP tahun neraca awal tersebut,” sebutnya.

Dikatakan Wiriya, selain harus ditambah, pencatatan aset juga ada yang perlu dihapus. Contohnya, aset-aset yang tidak bisa dimanfaatkan lagi. Sebab, kalau dicatat dalam pembukuan, menurut BPK menjelekkan laporan keuangan sehingga perlu dihapus tetapi harus dihitung terlebih dahulu nilainya.

“Sebelumnya kami berbeda persepsi dengan BPK, bahwa yang boleh dihapus dalam pencatatan merupakan aset-aset yang berdasarkan harga perolehan awal maksimal Rp5 miliar. Jadi, dari pandangan BPK disarankan harganya Rp1 miliar maksimal,” aku dia.

Dengan dibimbingnya pencatatan aset ini oleh BPK, tambah Wiriya, optimis tahun depan meraih Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dalam laporan keuangan. “Mudah-mudahan terwujud pada 2019. Makanya, sebelum tahun anggaran berakhir sudah dimulai pencatatan aset,” tukasnya.

Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kota Medan, Irwan Ibrahim Ritonga mengungkapkan, selain pendataan aset ada faktor lainnya yang menyebabkan hanya meraih Opini WDP, yakni data validasi Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Hal ini mengenai perkiraan nilai suatu pajak dari bangunan yang ada di Medan.

Misalnya, karena belum tahu nilai bangunan tersebut berapa nilai PBB-nya, maka dibuat satu saja pajaknya. Namun ternyata, harus dikroscek kembali karena mungkin saja sudah berubah bentuk bangunannya. “Banyak data-data PBB yang diserahkan dari BPPRD ke Pemko Medan belum valid.

Artinya, ada data PBB yang diserahkan tidak sesuai dengan di lapangan, misalnya bangunan sudah berubah. Dimana ada bangunan yang sebelumnya dibuat PBB empat secara terpisah, tetapi ternyata hanya ada satu rumah atau sebaliknya. Makanya, penyesuaian di lapangan berapa objek PBB harus jelas atau detail,” paparnya.

Selanjutnya, sambung Irwan, penganggaran untuk belanja modal dari Dana Bagi Hasil (DBH) Pemprovsu juga menjadi faktor. Dengan kata lain, tidak sesuai dengan BPK Sumut. “Kita ada mengganggarkan sekitar Rp1 triliun lebih, yang terdiri dari DBH tahun berjalan ditambah piutang.

Namun ternyata, BPK menganggap kami terlalu tinggi penganggaran APBD yang diperoleh dari DBH tersebut. Misalnya, asumsi kami DBH tahun berjalan yang akan diterima sebesar Rp600 jutaan. Perkiraan ini melihat dari perolehan DBH tahun-tahun sebelumnya. Lalu, ditambah dengan piutang dari DBH yang belum dibayarkan sekira Rp300 jutaan. Akan tetapi, BPK tidak menerima pengajuan anggaran tersebut karena menganggap terlalu ambisius untuk dibelanjakan,” jabarnya.

Irwan menambahkan, untuk DBH tersebut baru disoroti tahun ini sedangkan sebelumnya tidak ada. Padahal, penganggaran dari DBH itu laporan yang disampaikan sama seperti tahun-tahun sebelumnya. “Makanya, kami bingung juga kenapa termasuk ke dalam salah satu faktor penilaian dan seperti apa standarisasinya,” kata dia.

Meski hanya meraih Opini WDP, lanjut Irwan, Pemko Medan tetap mendapatkan intensif. Akan tetapi, intensif yang akan diterima nilainya kecil. “Opini WTP pernah diraih Pemko Medan pada tahun 2014. Ketika itu, mendapat intensif sekitar Rp41 miliar. Penilaian utama adalah tepat waktu penyerahan laporan (aset dan pengelolaan keuangan). Kemudian, pengesahan APBD sebelum 31 Desember,” ucapnya.

Diketahui, Pemko Medan mendapat penilaian Opini WDP terakhir kali dari BPK atas hasil pemeriksaan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Tahun Anggaran 2017, Senin (6/8). Belum lengkapnya pendataan aset yang dilakukan menjadi salah satu penyebab. Namun, dua tahun belakangan yakni 2016 dan 2015 ternyata juga meraih opini yang sama dari lembaga tersebut. (ris)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/