32 C
Medan
Wednesday, June 26, 2024

Proyek LRT dan BRT Terganjal Pembiayaan, Dibantu Pusat pun Pemko Tak Mampu

no picture

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Dorongan DPRD Sumut agar Pemko Medan segera merealisasikan pembangunan Light Rapid Transit (LRT) dan Bus Rapid Transit disikapi Pemko Medan. Menurut Wali Kota Medan Dzulmi Eldin, besarnya anggaran yang harus dikeluarkan untuk membangun kedua moda transportasi masal itu, menjadi kendala utama. Pasalnya, APBD Kota Medan tak mampu menampung anggarannya meski dibantu pemerintah pusat.

Eldin mengakui, proyek infrastruktur ini masih dalam pembahasan. Ada pembiayaan sarana dan prasarana yang harus diurus Pemko Medan ke pemerintah pusat. “APBD kita masih tidak mampu menanggung beban biaya pembangunan proyek infrastrutktur tersebut. Persoalannya tinggal itu saja, pembiayaan yang membangun sarana dan prasarana,” kata Eldin.

Menurut dia, dalam proyek ini sebenarnya yang menjadi sasaran utama bukan provit atau keuntungan. Sebab, hampir sama sekali tidak ada keuntungannya. “LRT dan BRT dibangun tujuannya untuk mengurangi kemacetan di Kota Medan. Jadi, tidak ada untungnya itu. Karena, nantinya akan disubsidi dari pemerintah pusat mengenai ongkos moda transportasi tersebut, ongkosnya cuma Rp10.000,” sebutnya.

Eldin berharap, kalau sudah disubsidi dari pemerintah pusat, Pemko Medan harusnya tidak dibebani lagi biaya pembangunan dan perawatan. Namun yang terjadi, pemko tetap dibebankan sementara APBD Kota Medan tidak sanggup.

Sekda Kota Medan Wiriya Alrahman mengatakan, bantuan dari pemerintah pusat yang diberikan dalam proyek ini hanya Rp10 triliun. Namun menurutnya, meski mendapat bantuan tersebut, Pemko Medan tetap tidak sanggup membangun proyek angkutan massal ini.

Sebab, kemampuan fiskal Kota Medan tidak cukup untuk mencicil kewajiban yang harus dibayar dalam skema Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU). “Makanya, kita meminta kepada pemerintah pusat jangan hanya Rp10 triliun bantuan yang diberikan tetapi ditambah,” kata Wiriya belum lama ini.

Dikatakannya, Pemko Medan sedang mengajukan kembali penambahan bantuan anggaran untuk proyek tersebut. Penambahannya paling tidak Rp2,5 triliun lagi. “Sudah kita ajukan dan sedang dalam proses. Kita berharap dan mudah-mudahan disetujui,” ucapnya.

Wiriya menegaskan, Pemko Medan tidak mau menggadaikan APBD untuk proyek tersebut. Sebab, pembiayaan rolling stock atau sarana dan prasarana kereta api dan pendukungnya terlalu tinggi. Kedua proyek ini secara keseluruhan hampir menghabiskan anggaran sekitar Rp13 triliun. “Pembiayaan (rolling stock) pokoknya harus pemerintah pusat yang membiayai. Kalau Pemko Medan tidak mampu,” tuturnya.

Ia mengaku, kalau kendala anggaran sudah diputuskan dan teratasi maka selanjutnya masuk ke tahap transaksi. “Proses pengkajian proyek ini sudah hampir final, hanya tinggal struktur pembiayaannya saja. Kalau sudah menemukan solusi, tentu akan segera ditenderkan,” tukas dia.

Lebih lanjut Wiriya mengatakan, arus lalu lintas di kota ini kian padat. Hal itu disebabkan pesatnya pertumbuhan laju kendaraan setiap tahunnya, namun tidak dibarengi dengan pertumbuhan infrastruktur jalan. Oleh karenanya, jika keadaan ini terus dibiarkan maka pada tahun 2024 diprediksi Kota Medan akan mengalami gridlock.

“Proyek ini rencananya akan dibangun pada tahun 2020 mendatang. Jika sampai tahun 2024 transportasi yang ada di Kota Medan tidak segera ditangani maka Kota Medan akan mengalami gridlock. Artinya, lalu lintas akan berhenti. Tidak ada yang bisa jalan, karena jumlah luas jalan sama dengan luas kendaraan bahkan mungkin melebihi,” ungkapnya.

Dia menambahkan, dengan adanya infrastruktur ini diharapkan dapat mengubah minat masyarakat Kota Medan yang tadinya mengendarai kendaraan pribadi beralih ke transportasi umum yang sudah disediakan oleh pemerintah. Dengan begitu, tentunya mendorong pertumbuhan pendapatan kota ini.

“Pembangunan LRT dan BRT bukan hanya persoalan mengatasi kemacetan, tetapi juga bisa mendorong pertumbuhan ekonomi di Medan. Konektivitas yang dibangun melalui ketersediaan infrastruktur transportasi, akan memudahkan masyarakat melakukan aktivitas sehingga dapat tumbuh semakin pesat,” tandasnya.

Benahi Tata Ruang

Menyikapi kebutuhan yang urgens dalam mengatasi kemacetan di Kota Medan, Komisi D DPRD Kota Medan malah berpendapat lain. Sekretaris Komisi D DPRD Medan, Ilhamsyah mengatakan, untuk mengatasi persoalan kemacetan di Kota Medan seharusnya membenahi tata ruang kota. Misalnya, seperti membuat zonasi pusat-pusat keramaian, perkantoran dan lain sebagainya.

“Saya melihat wacana pembangunan kedua jalan tol tersebut belum menjadi hal yang urgensi. Bagaimana tidak macet? Semua menumpuk di inti kota. Mulai dari perkantoran, mal, pasar tradisional, hotel dan lainnya. Jadi, coba diatur tata ruangnya dengan membuat zonasi, sehingga arus lalu lintasnya tidak menumpuk karena sudah terbagi-bagi,” ungkap Ilhamsyah, kemarin (19/2).

Selain itu, lanjut dia, kemacetan di Medan akibat tidak tertibnya angkutan kota (angkot). Kendaraan umum tersebut kerap menjadi pemicu kemacetan. “Lihat saja di pusat-pusat keramaian, seringkali angkot mangkal hingga memakan ruas jalan. Akibatnya, pengendara yang ingin melintas terhambat sehingga terjadi kemacetan. Makanya, ini perlu juga ditertibkan budaya berlalu lintas,” tukasnya.

Tak jauh beda disampaikan Ketua Komisi D DPRD Medan, Abdul Rani. Menurutnya, pembangunan jalan tol untuk sepeda motor maupun lingkar luar belum efektif karena melihat ketersediaan lahan. Terlebih, menambah beban masyarakat. “Mau dibangun di mana coba jalan tolnya? Tahu sendirilah di Medan lahannya terbatas. Kemudian, biayanya dari mana karena bangun tol itu anggarannya tidak sedikit dan butuh pembebasan lahan,” ujarnya.

Dikatakan Rani, daripada dibangun jalan tol lebih baik membangun underpass atau fly over seperti yang sudah dilakukan di sejumlah ruas jalan di Kota Medan. Sebab, keberadaannya sangat efektif mengatasi kemacetan. “Bisa dilihat di Titi Kuning sekarang, sudah lancar kan karena dibangun underpass. Begitu juga di Amplas dan Simpang Pos yang dibangun fly over, sekarang tidak macet lagi. Jadi, di titik-titik yang macet seperti Simpang Juanda dan lainnya perlu dibangun underpass atau fly over. Selain lebih efektif, biaya yang dikeluarkan jauh lebih hemat,” ujarnya. (ris)

no picture

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Dorongan DPRD Sumut agar Pemko Medan segera merealisasikan pembangunan Light Rapid Transit (LRT) dan Bus Rapid Transit disikapi Pemko Medan. Menurut Wali Kota Medan Dzulmi Eldin, besarnya anggaran yang harus dikeluarkan untuk membangun kedua moda transportasi masal itu, menjadi kendala utama. Pasalnya, APBD Kota Medan tak mampu menampung anggarannya meski dibantu pemerintah pusat.

Eldin mengakui, proyek infrastruktur ini masih dalam pembahasan. Ada pembiayaan sarana dan prasarana yang harus diurus Pemko Medan ke pemerintah pusat. “APBD kita masih tidak mampu menanggung beban biaya pembangunan proyek infrastrutktur tersebut. Persoalannya tinggal itu saja, pembiayaan yang membangun sarana dan prasarana,” kata Eldin.

Menurut dia, dalam proyek ini sebenarnya yang menjadi sasaran utama bukan provit atau keuntungan. Sebab, hampir sama sekali tidak ada keuntungannya. “LRT dan BRT dibangun tujuannya untuk mengurangi kemacetan di Kota Medan. Jadi, tidak ada untungnya itu. Karena, nantinya akan disubsidi dari pemerintah pusat mengenai ongkos moda transportasi tersebut, ongkosnya cuma Rp10.000,” sebutnya.

Eldin berharap, kalau sudah disubsidi dari pemerintah pusat, Pemko Medan harusnya tidak dibebani lagi biaya pembangunan dan perawatan. Namun yang terjadi, pemko tetap dibebankan sementara APBD Kota Medan tidak sanggup.

Sekda Kota Medan Wiriya Alrahman mengatakan, bantuan dari pemerintah pusat yang diberikan dalam proyek ini hanya Rp10 triliun. Namun menurutnya, meski mendapat bantuan tersebut, Pemko Medan tetap tidak sanggup membangun proyek angkutan massal ini.

Sebab, kemampuan fiskal Kota Medan tidak cukup untuk mencicil kewajiban yang harus dibayar dalam skema Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU). “Makanya, kita meminta kepada pemerintah pusat jangan hanya Rp10 triliun bantuan yang diberikan tetapi ditambah,” kata Wiriya belum lama ini.

Dikatakannya, Pemko Medan sedang mengajukan kembali penambahan bantuan anggaran untuk proyek tersebut. Penambahannya paling tidak Rp2,5 triliun lagi. “Sudah kita ajukan dan sedang dalam proses. Kita berharap dan mudah-mudahan disetujui,” ucapnya.

Wiriya menegaskan, Pemko Medan tidak mau menggadaikan APBD untuk proyek tersebut. Sebab, pembiayaan rolling stock atau sarana dan prasarana kereta api dan pendukungnya terlalu tinggi. Kedua proyek ini secara keseluruhan hampir menghabiskan anggaran sekitar Rp13 triliun. “Pembiayaan (rolling stock) pokoknya harus pemerintah pusat yang membiayai. Kalau Pemko Medan tidak mampu,” tuturnya.

Ia mengaku, kalau kendala anggaran sudah diputuskan dan teratasi maka selanjutnya masuk ke tahap transaksi. “Proses pengkajian proyek ini sudah hampir final, hanya tinggal struktur pembiayaannya saja. Kalau sudah menemukan solusi, tentu akan segera ditenderkan,” tukas dia.

Lebih lanjut Wiriya mengatakan, arus lalu lintas di kota ini kian padat. Hal itu disebabkan pesatnya pertumbuhan laju kendaraan setiap tahunnya, namun tidak dibarengi dengan pertumbuhan infrastruktur jalan. Oleh karenanya, jika keadaan ini terus dibiarkan maka pada tahun 2024 diprediksi Kota Medan akan mengalami gridlock.

“Proyek ini rencananya akan dibangun pada tahun 2020 mendatang. Jika sampai tahun 2024 transportasi yang ada di Kota Medan tidak segera ditangani maka Kota Medan akan mengalami gridlock. Artinya, lalu lintas akan berhenti. Tidak ada yang bisa jalan, karena jumlah luas jalan sama dengan luas kendaraan bahkan mungkin melebihi,” ungkapnya.

Dia menambahkan, dengan adanya infrastruktur ini diharapkan dapat mengubah minat masyarakat Kota Medan yang tadinya mengendarai kendaraan pribadi beralih ke transportasi umum yang sudah disediakan oleh pemerintah. Dengan begitu, tentunya mendorong pertumbuhan pendapatan kota ini.

“Pembangunan LRT dan BRT bukan hanya persoalan mengatasi kemacetan, tetapi juga bisa mendorong pertumbuhan ekonomi di Medan. Konektivitas yang dibangun melalui ketersediaan infrastruktur transportasi, akan memudahkan masyarakat melakukan aktivitas sehingga dapat tumbuh semakin pesat,” tandasnya.

Benahi Tata Ruang

Menyikapi kebutuhan yang urgens dalam mengatasi kemacetan di Kota Medan, Komisi D DPRD Kota Medan malah berpendapat lain. Sekretaris Komisi D DPRD Medan, Ilhamsyah mengatakan, untuk mengatasi persoalan kemacetan di Kota Medan seharusnya membenahi tata ruang kota. Misalnya, seperti membuat zonasi pusat-pusat keramaian, perkantoran dan lain sebagainya.

“Saya melihat wacana pembangunan kedua jalan tol tersebut belum menjadi hal yang urgensi. Bagaimana tidak macet? Semua menumpuk di inti kota. Mulai dari perkantoran, mal, pasar tradisional, hotel dan lainnya. Jadi, coba diatur tata ruangnya dengan membuat zonasi, sehingga arus lalu lintasnya tidak menumpuk karena sudah terbagi-bagi,” ungkap Ilhamsyah, kemarin (19/2).

Selain itu, lanjut dia, kemacetan di Medan akibat tidak tertibnya angkutan kota (angkot). Kendaraan umum tersebut kerap menjadi pemicu kemacetan. “Lihat saja di pusat-pusat keramaian, seringkali angkot mangkal hingga memakan ruas jalan. Akibatnya, pengendara yang ingin melintas terhambat sehingga terjadi kemacetan. Makanya, ini perlu juga ditertibkan budaya berlalu lintas,” tukasnya.

Tak jauh beda disampaikan Ketua Komisi D DPRD Medan, Abdul Rani. Menurutnya, pembangunan jalan tol untuk sepeda motor maupun lingkar luar belum efektif karena melihat ketersediaan lahan. Terlebih, menambah beban masyarakat. “Mau dibangun di mana coba jalan tolnya? Tahu sendirilah di Medan lahannya terbatas. Kemudian, biayanya dari mana karena bangun tol itu anggarannya tidak sedikit dan butuh pembebasan lahan,” ujarnya.

Dikatakan Rani, daripada dibangun jalan tol lebih baik membangun underpass atau fly over seperti yang sudah dilakukan di sejumlah ruas jalan di Kota Medan. Sebab, keberadaannya sangat efektif mengatasi kemacetan. “Bisa dilihat di Titi Kuning sekarang, sudah lancar kan karena dibangun underpass. Begitu juga di Amplas dan Simpang Pos yang dibangun fly over, sekarang tidak macet lagi. Jadi, di titik-titik yang macet seperti Simpang Juanda dan lainnya perlu dibangun underpass atau fly over. Selain lebih efektif, biaya yang dikeluarkan jauh lebih hemat,” ujarnya. (ris)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/