26 C
Medan
Wednesday, June 26, 2024

Turbin Dipaksa ‘Minum’ Solar

SEBAGIAN besar pembangkit listrik di Sumatera Utara sudah berusia tua. Inilah yang membuat persoalan listrik di daerah ini semakin pelik. Pemadaman listrik bergilir masih akan terjadi.

Berdasarkan catatan wartawan koran ini saat mengunjungi Sektor Pembangkitan Belawan, dua tahun silam, sedikitnya lima unit mesin pembangkit sudah berusia di atas 20 tahun. Masing-masing 2 unit PLTU buatan Swiss type ABB beroperasi komersial Juli dan September 1989.

Bahkan, dua mesin PLTU 1 dan PLTU 2, tipe ABB buatan Jerman, mulai dioperasikan PLNn
tahun 1984 atau seusia dengan diresmikannya wilayah itu menjadi PLTGU Empat
mesin itu berkapasitas terpasang 260 Mega Watt (masing-masing unit 65 MW).

Deputi Manager Hukum dan Humas PT PLN (Persero) Pembangkitan Sumbagut, Marojahan Batubara, mengatakan, keempat mesin PLTU itu rata-rata mampu memproduksi 50-60 persen dari kapasitas terpasang. Artinya, empat pembangkit berbahan bakar solar itu maksimal mampu memproduksi 156 MW.

“Seharusnya empat mesin PLTU itu sudah masuk jadwal pemeliharaan. Tetapi, karena kondisi pasokan daya masih pas-pasan, kami tetap operasikan untuk menghindari pemadam,” kata Marojahan. Apakah tidak jebol nanti mesinnya itu? “Tidak. Tapi dayanya tidak bisa dipaksa, makanya hanya produksi 50-60 persen dari kapasitasnya. Kalau dipaksa beroperasi penuh, itu malah membuat rusak,” katanya.

Ketika giliran empat mesin tipe ABB itu diperiksa, kata Ojak (sapaan akrab Marojahan), akan diupayakan mengupgrade kemampuan produksinya. Ia mengatakan, empat mesin itu masih laik operasi dan tidak terlalu boros karena ‘memakan’ solar (MFO). Empat pembangkit itu akan dipelihara maintenance setelah GT 22 selesai general check up. “GT 22 sudah operasi hampir 120 ribu jam setelah major overhaul terakhir,” katanya.

Sedangkan empat mesin PLTGU dan dua mesin Steam Turbin (ST), juga sudah berusia 15 tahun ke atas. Enam mesin bermerek Siemens KWU itu awalnya diproyeksikan berbahan bakar gas. Tetapi karena tidak ada pasokan gas mencukupi kepada PLN, mesin itu terpaksa ‘memakan’ solar atau high speed diesel (HSD). Karena pergantian bahan bakar itulah, mesin PLTGU di Belawan lebih mudah rusak dan boros BBM. Selain itu, persoalan onderdil juga membuat mesin-mesin itu tidak cukup kuat beroperasi maksimal.

Ojak mengatakan, kebutuhan gas Sektor Pembangkitan Belawan normalnya 80 ribu mmbtu (milion metrix british thermal unit). Yang tersedia sekarang hanya 20 ribu mmbtu atau terkadang hanya 12 ribu mmbtu. Kini, empat PLTGU dan dua mesin ST itu hanya mampu memproduksi daya 680 MW dari 817,6 MW kapasitas terpasang.

Tadi malam pukul 24.00 WIB, mesin Gas Turbin (GT) 22 menjalani pemeriksaan selama 6 jam. Dari pemeriksaan isi perut mesin itu, akan diketahui apakah harus turun mesin (major overhaul) atau cukup pemeliharaan ringan. “Jika harus turun mesin, ada pemadaman bergilir. Tetapi kalau masih memenuhi syarat teknis beroperasi, pemadaman dapat diatasi,” katanya.

Mesin GT 22 beroperasi komersial mulai 8 Desember 1994. Mesin GT 22, GT 21 dan ST 20 berada di blok II peta mesin dengan kapasitas 422,6 MW. Jika salah satu mesin GT terganggu, produksi daya dari ST 20 juga menurun, karena satu sistem. Demikian juga mesin GT 12 yang baru dipelihara pekan lalu, berada di blok I bersama GT 11 dan ST 10 dengan kapasitas terpasang 395 MW. Usia tiga mesin di blok I ini lebih tua dari mesin di blok II. Semuanya juga terpaksa makan solar.

Marojahan mengatakan, saat pemeliharaan GT 22, pemakaian listrik oleh pelanggan grafiknya berkurang karena hari Sabtu dan Minggu. Begitupun, produksi daya dari Labuhan Angin akan diupayakan maksimal agar bisa menutupi kekurangan. Tadi malam, PLTU Labuhan Angin masih menyuplai daya 50-60 MW.

Setelah mesin baru GTG Lot 3 berkapasitas 105 MW beroperasi, sedikit dapat menolong PLN. Mesin buatan GE, dari Amerika Serikat itu sudah mampu 100 MW. Berdasarkan data PT PLN Wilayah I Sumut, kebutuhan listrik di Sumut dan NAD, mencapai 1.410 MW.

Sedangkan seluruh mesin PT PLN wilayah Sumut di PLTU Sicanang-Belawan, bila difungsikan seluruhnya mampu pasok sebanyak 935 MW termasuk GTG Lot 3 yang baru beroperasi. Selain itu, sumber listrik juga didapatkan dari PT Inalum 45 MW, dari Riau 10 MW, sewa PLTD Krueng Bata 40 MW, PLTU Paya Pasir dan Glugur sebanyak 62 MW, PLTD sewa 83 MW, PLTP Sibayak 8 MW, PLTMH dan PLTA Sipan Sihapiran 68 MW, PLTA Lau Renun 82 MW dan PLTD Titi Kuning 8 MW serta PLTU Labuhan Angin 230 MW.

Namun, keseluruhannya ini tidak berfungsi dengan baik. Buktinya, ketika GT 12 Major Overhaul (MO), artinya ada kekurangan sebanyak 155 MW. GT 12 ini mengalami MO diakibatkan kondisi fill filter (pemanas residu, Red) tidak terperhatikan, kemudian mesin tidak pernah mati.

“Karena tidak ada cadangan makanya kami paksa terus hidup mesin ini, kalau tidak dipaksanakan maka listrik ini akan terus padam,” ujar seorang operator PLTGU ketika ditemui wartawan.
Menyahuti kondisi ini, Deputi PT PLN Wilayah I Sumbagut, Raidir Sigalingging menyampaikan, kondisi mesin memang sudah relatif tua dan dipaksakan. Tapi, kondisi seperti inilah yang harus dihadapi tanpa bisa dihindari.

Dia menyebutkan, kerusakan mesin ini tidak bisa dihindari. Untuk pemeliharaan saja, butuh 6 jam menunggu dingin setelah beroperasi. Setelah itu barulah diperbaiki. Untuk masa perbaikannya inilah yang belum bisa dipastikan selesainya. “Sekarang ini, mesin GT 12 inilah yang diharapkan bisa selesai diperbaiki, walaupun sudah harus MO atau turun mesin,” ujarnya.

Mesin GT 12 memang bisa diperbaiki, namun perbaikannya hanya pemanas residu-nya saja, sedangkan kondisi total mesinnya belum bisa dipastikan tiba-tiba mati atau tidak.

Jika kondisi mesin terus dipaksakan dampaknya GT 22 inilah yang semakin mempengaruhi pasokan listrik di Sumbagut. Sebagai informasi, rusaknya GT 12 ini berdampak besar terhadap satu unit mesin steam turbin. Bila satu mesin steam turbin bisa menghasilan 120 MW, kali ini hasilnya hanya 50 MW, akibat GT 12 rusak. Sehingga, pasokan listrik berkurang sekitar 200 MW. (tim)

SEBAGIAN besar pembangkit listrik di Sumatera Utara sudah berusia tua. Inilah yang membuat persoalan listrik di daerah ini semakin pelik. Pemadaman listrik bergilir masih akan terjadi.

Berdasarkan catatan wartawan koran ini saat mengunjungi Sektor Pembangkitan Belawan, dua tahun silam, sedikitnya lima unit mesin pembangkit sudah berusia di atas 20 tahun. Masing-masing 2 unit PLTU buatan Swiss type ABB beroperasi komersial Juli dan September 1989.

Bahkan, dua mesin PLTU 1 dan PLTU 2, tipe ABB buatan Jerman, mulai dioperasikan PLNn
tahun 1984 atau seusia dengan diresmikannya wilayah itu menjadi PLTGU Empat
mesin itu berkapasitas terpasang 260 Mega Watt (masing-masing unit 65 MW).

Deputi Manager Hukum dan Humas PT PLN (Persero) Pembangkitan Sumbagut, Marojahan Batubara, mengatakan, keempat mesin PLTU itu rata-rata mampu memproduksi 50-60 persen dari kapasitas terpasang. Artinya, empat pembangkit berbahan bakar solar itu maksimal mampu memproduksi 156 MW.

“Seharusnya empat mesin PLTU itu sudah masuk jadwal pemeliharaan. Tetapi, karena kondisi pasokan daya masih pas-pasan, kami tetap operasikan untuk menghindari pemadam,” kata Marojahan. Apakah tidak jebol nanti mesinnya itu? “Tidak. Tapi dayanya tidak bisa dipaksa, makanya hanya produksi 50-60 persen dari kapasitasnya. Kalau dipaksa beroperasi penuh, itu malah membuat rusak,” katanya.

Ketika giliran empat mesin tipe ABB itu diperiksa, kata Ojak (sapaan akrab Marojahan), akan diupayakan mengupgrade kemampuan produksinya. Ia mengatakan, empat mesin itu masih laik operasi dan tidak terlalu boros karena ‘memakan’ solar (MFO). Empat pembangkit itu akan dipelihara maintenance setelah GT 22 selesai general check up. “GT 22 sudah operasi hampir 120 ribu jam setelah major overhaul terakhir,” katanya.

Sedangkan empat mesin PLTGU dan dua mesin Steam Turbin (ST), juga sudah berusia 15 tahun ke atas. Enam mesin bermerek Siemens KWU itu awalnya diproyeksikan berbahan bakar gas. Tetapi karena tidak ada pasokan gas mencukupi kepada PLN, mesin itu terpaksa ‘memakan’ solar atau high speed diesel (HSD). Karena pergantian bahan bakar itulah, mesin PLTGU di Belawan lebih mudah rusak dan boros BBM. Selain itu, persoalan onderdil juga membuat mesin-mesin itu tidak cukup kuat beroperasi maksimal.

Ojak mengatakan, kebutuhan gas Sektor Pembangkitan Belawan normalnya 80 ribu mmbtu (milion metrix british thermal unit). Yang tersedia sekarang hanya 20 ribu mmbtu atau terkadang hanya 12 ribu mmbtu. Kini, empat PLTGU dan dua mesin ST itu hanya mampu memproduksi daya 680 MW dari 817,6 MW kapasitas terpasang.

Tadi malam pukul 24.00 WIB, mesin Gas Turbin (GT) 22 menjalani pemeriksaan selama 6 jam. Dari pemeriksaan isi perut mesin itu, akan diketahui apakah harus turun mesin (major overhaul) atau cukup pemeliharaan ringan. “Jika harus turun mesin, ada pemadaman bergilir. Tetapi kalau masih memenuhi syarat teknis beroperasi, pemadaman dapat diatasi,” katanya.

Mesin GT 22 beroperasi komersial mulai 8 Desember 1994. Mesin GT 22, GT 21 dan ST 20 berada di blok II peta mesin dengan kapasitas 422,6 MW. Jika salah satu mesin GT terganggu, produksi daya dari ST 20 juga menurun, karena satu sistem. Demikian juga mesin GT 12 yang baru dipelihara pekan lalu, berada di blok I bersama GT 11 dan ST 10 dengan kapasitas terpasang 395 MW. Usia tiga mesin di blok I ini lebih tua dari mesin di blok II. Semuanya juga terpaksa makan solar.

Marojahan mengatakan, saat pemeliharaan GT 22, pemakaian listrik oleh pelanggan grafiknya berkurang karena hari Sabtu dan Minggu. Begitupun, produksi daya dari Labuhan Angin akan diupayakan maksimal agar bisa menutupi kekurangan. Tadi malam, PLTU Labuhan Angin masih menyuplai daya 50-60 MW.

Setelah mesin baru GTG Lot 3 berkapasitas 105 MW beroperasi, sedikit dapat menolong PLN. Mesin buatan GE, dari Amerika Serikat itu sudah mampu 100 MW. Berdasarkan data PT PLN Wilayah I Sumut, kebutuhan listrik di Sumut dan NAD, mencapai 1.410 MW.

Sedangkan seluruh mesin PT PLN wilayah Sumut di PLTU Sicanang-Belawan, bila difungsikan seluruhnya mampu pasok sebanyak 935 MW termasuk GTG Lot 3 yang baru beroperasi. Selain itu, sumber listrik juga didapatkan dari PT Inalum 45 MW, dari Riau 10 MW, sewa PLTD Krueng Bata 40 MW, PLTU Paya Pasir dan Glugur sebanyak 62 MW, PLTD sewa 83 MW, PLTP Sibayak 8 MW, PLTMH dan PLTA Sipan Sihapiran 68 MW, PLTA Lau Renun 82 MW dan PLTD Titi Kuning 8 MW serta PLTU Labuhan Angin 230 MW.

Namun, keseluruhannya ini tidak berfungsi dengan baik. Buktinya, ketika GT 12 Major Overhaul (MO), artinya ada kekurangan sebanyak 155 MW. GT 12 ini mengalami MO diakibatkan kondisi fill filter (pemanas residu, Red) tidak terperhatikan, kemudian mesin tidak pernah mati.

“Karena tidak ada cadangan makanya kami paksa terus hidup mesin ini, kalau tidak dipaksanakan maka listrik ini akan terus padam,” ujar seorang operator PLTGU ketika ditemui wartawan.
Menyahuti kondisi ini, Deputi PT PLN Wilayah I Sumbagut, Raidir Sigalingging menyampaikan, kondisi mesin memang sudah relatif tua dan dipaksakan. Tapi, kondisi seperti inilah yang harus dihadapi tanpa bisa dihindari.

Dia menyebutkan, kerusakan mesin ini tidak bisa dihindari. Untuk pemeliharaan saja, butuh 6 jam menunggu dingin setelah beroperasi. Setelah itu barulah diperbaiki. Untuk masa perbaikannya inilah yang belum bisa dipastikan selesainya. “Sekarang ini, mesin GT 12 inilah yang diharapkan bisa selesai diperbaiki, walaupun sudah harus MO atau turun mesin,” ujarnya.

Mesin GT 12 memang bisa diperbaiki, namun perbaikannya hanya pemanas residu-nya saja, sedangkan kondisi total mesinnya belum bisa dipastikan tiba-tiba mati atau tidak.

Jika kondisi mesin terus dipaksakan dampaknya GT 22 inilah yang semakin mempengaruhi pasokan listrik di Sumbagut. Sebagai informasi, rusaknya GT 12 ini berdampak besar terhadap satu unit mesin steam turbin. Bila satu mesin steam turbin bisa menghasilan 120 MW, kali ini hasilnya hanya 50 MW, akibat GT 12 rusak. Sehingga, pasokan listrik berkurang sekitar 200 MW. (tim)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/