28 C
Medan
Tuesday, July 2, 2024

Meugang, Mandi Pangir, hingga Ziarah

Tradisi Menjelang Ramadan

MEDAN-Menjelang H-2 Bulan Suci Ramadan warga berduyun-duyun berbelanja daging untuk kebutuhan saat makan sahur dan buka puasa di hari pertama Ramadan. Meugang atau memborong daging tradisi yang berasal dari Aceh itu membuat harga daging melonjak begitu menjelang Ramadan.
Kepala Bidang Kesehatan Hewan, drh Dewi Nainggolan mengatakan, menjelang Bulan Suci Ramadan yang jatuh pada Sabtu (21/7) harga daging sapi mengalami kenaikan. Biasanya per kilogram di jual Rp75 ribu naik menjadi Rp85 ribu- Rp90 ribu per kilogram.

Sementara daging kambing tetap stabil pada harga Rp70 ribu per kilogram dan daging ayam ternyata turun dari Rp28 ribu per kilogram menjadi Rp26 ribu per kilogram.

“Tingkat konsumsi daging sapi pada masyarakat yang cukup tinggi pada bulan puasa, bisa turun jika harga daging sapi tetap tinggi seperti yang ditemukan di Pasar Sei Kambing,” kata Dewi usai turun ke Pasar Sei Sikambing, Kamis (17/7).

Dewi mengatakan, setelah satu Ramadan telah ditetapkan, pedagang daging musiman langsung bermunculan.
“Tadi sudah mulai ada. Paling ramai besok (Jumat) dan tiga hari menjelang hari raya,” kata Dewi.

Dikatakan Dewi, pedagang daging musiman ini menjadi fokus pengawasan karena lokasi berjualan yang dekat dengan jalan raya bisa mempengaruhi kualitas daging.

Masih dikatakan Dewi, Pengawasan sudah dilakukan pada H-3 Ramadan serta H-3 Lebaran mendatang. Untuk itu, kata Dewi, tim pengawas yang terdiri dari 28 orang turun ke pasar tradisional dan memeriksa kualitas daging dengan menggunakan alat pengukur derajat keasaman dan suhu.
Sementara pengecekan formalin dilakukan dengan pemeriksaan kasat mata saja dengan melihat warnanya. “Tadi masih normal. Besok (hari ini, Red) kita akan cek lagi,” katanya.

Berbagai ritual dan tradisi dalam bulan puasa pun dilaksanakan seperti halnya mandi pangir. Tradisi yang berasal dari Tapanuli Selatan ini bisa dilakukan di rumah maupun di sungai.

Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Medan, Prof dr HM Hatta mengatakan, umat Islam dianjurkan untuk menyucikan diri menyambut bulam Suci Ramadan.

“Untuk mandi pangir tidak ada masalah. Karena sebenarnya ini sudah menjadi tradisi dalam masyarakat kita. Mandi pangir tidak wajib, namun hukumnya sunat. Mandi pangir tujuan asalnya hanya untuk membersihkan diri menyambut Ramadan. Jadi, dalam Islam, menyambut bulan suci Ramadan memang dianjurkan untuk membersihkan diri,” ujarnya.

Menurutnya, tidak masalah jika masyarakat melakukan mandi pangir. Asalkan, hal tersebut bertujuan untuk menyucikan diri.
“Tapi kalau mandinya bercampur baur antara laki-laki dan perempuan yang bukan muhrim, baru tidak boleh. Jadi tergantung cara pandang kita juga. Karena hukumnya sunat dan bertujuan menyambut bulan Ramadan,” urainya.

Dalam menjalankan bulan suci Ramadan, umat Islam dianjurkan untuk berpuasa sepenuh hati dengan melaksanakan puasa atas iman dan ketakwaan. “Laksanakan bulan puasa dengan sepenuh hati. Karena disinilah kita menyucikan diri meminta pengampunan dari Allah SWT. Lakukan amalan-amalan yang baik serta menahan diri dari segala yang membatalkan puasa,” ujarnya.

Bagi yang non muslim, pihaknya mengimbau agar menghargai umat Islam yang sedang menjalankan ibadah puasa.

“Mari bersama-sama menjaga dan menghargai Umat Muslim yang melaksanakan ibadah puasa. Agar bulan Ramadan ini tidak terkotori,” ucapnya.
Umat Muslim juga melakukan ziarah kubur. Pemandangan ini mulai terlihat satu pekan menjelang masuknya bulan puasa. Seperti yang terlihat di Perkuburan Muslim Jalan Halat Medan, kemarin, beberapa warga melakukan ziarah kubur hingga sore hari.

Para peziarah beralasan hal tersebut dilakukan sebagai syarat atau tradisi menjelang puasa. Dimana saat itu, mereka akan membersihkan kuburan keluarganya. “Karena hari biasa nggak sempat. Jadi kita manfaatkan jelang puasa ini ziarah kubur dan meminta ampunan kepada Tuhan,” ujar Ani.
Menurutnya, ziarah tersebut dilakukan tak lain hanya untuk mengunjungi kuburan salah seorang keluarganya. “Saya datang sama keluarga. Mau ziarah sekaligus bersih-bersih. Karena puasa itu harus disambut dengan hati yang bersih dan suci,” terang wanita berkerudung hitam itu.

Bukan itu saja, tampaknya warga sekitar memanfaatkan ziarah kubur sebagai rezeki yang melimpah. Seperti yang terlihat, warga memanfaatkan area depan perkuburan sebagai lahan parkir para peziarah.

“Jadi para peziarah memarkirkan kendaraan mereka. Untuk sepeda motor Rp1.000 dan mobil Rp2.000. Maklumlah, kita juga menjaga kendaraan mereka supaya aman saat ziarah kubur,” ungkap Anto, warga Jalan Halat Medan.

Namun, aktifitas ini tampaknya membuat pedagang musiman kebanjiran rezeki. Seperti halnya pedagang bunga. Mereka memanfaatkan para peziarah untuk meraup rezeki. “Puasa semakin dekat, jadi kita manfaatkan dengan jualan bunga. Para peziarah ramai, jadi nggak ada salahnya jelang puasa ini kita manfaatkan untuk berjualan,” ujar salah seorang pedagang bunga, Ani yang tinggal di Gg Tengah Jalan Halat Medan.

Menurutnya, bunga tersebut dijual dengan harga terjangkau dari Rp2.000-Rp3.000 per bungkusnya. “Ada juga yang kita jual pertangkai yaitu Rp5 ribu. Selain bunga, saya juga jual air siraman dengan perbotolnya hanya Rp2.000. Memang harganya sangat terjangkau. Karena yang jualan seperti saya juga banyak,” ujarnya.

Begitupun, saat puasa semakin dekat, penghasilan perhari para penjual bunga ternyata lumayan tinggi. “Per harinya bisa dapat Rp300 ribu sampai Rp600 ribu. Lumayanlah uangnya untuk beli baju baru. Setiap harinya saya jualan makanan di sekolah-sekolah. Jadi saya manfaatkan jualan seperti ini,” ucapnya. (far/mag18/fal)

Tradisi Menjelang Ramadan

MEDAN-Menjelang H-2 Bulan Suci Ramadan warga berduyun-duyun berbelanja daging untuk kebutuhan saat makan sahur dan buka puasa di hari pertama Ramadan. Meugang atau memborong daging tradisi yang berasal dari Aceh itu membuat harga daging melonjak begitu menjelang Ramadan.
Kepala Bidang Kesehatan Hewan, drh Dewi Nainggolan mengatakan, menjelang Bulan Suci Ramadan yang jatuh pada Sabtu (21/7) harga daging sapi mengalami kenaikan. Biasanya per kilogram di jual Rp75 ribu naik menjadi Rp85 ribu- Rp90 ribu per kilogram.

Sementara daging kambing tetap stabil pada harga Rp70 ribu per kilogram dan daging ayam ternyata turun dari Rp28 ribu per kilogram menjadi Rp26 ribu per kilogram.

“Tingkat konsumsi daging sapi pada masyarakat yang cukup tinggi pada bulan puasa, bisa turun jika harga daging sapi tetap tinggi seperti yang ditemukan di Pasar Sei Kambing,” kata Dewi usai turun ke Pasar Sei Sikambing, Kamis (17/7).

Dewi mengatakan, setelah satu Ramadan telah ditetapkan, pedagang daging musiman langsung bermunculan.
“Tadi sudah mulai ada. Paling ramai besok (Jumat) dan tiga hari menjelang hari raya,” kata Dewi.

Dikatakan Dewi, pedagang daging musiman ini menjadi fokus pengawasan karena lokasi berjualan yang dekat dengan jalan raya bisa mempengaruhi kualitas daging.

Masih dikatakan Dewi, Pengawasan sudah dilakukan pada H-3 Ramadan serta H-3 Lebaran mendatang. Untuk itu, kata Dewi, tim pengawas yang terdiri dari 28 orang turun ke pasar tradisional dan memeriksa kualitas daging dengan menggunakan alat pengukur derajat keasaman dan suhu.
Sementara pengecekan formalin dilakukan dengan pemeriksaan kasat mata saja dengan melihat warnanya. “Tadi masih normal. Besok (hari ini, Red) kita akan cek lagi,” katanya.

Berbagai ritual dan tradisi dalam bulan puasa pun dilaksanakan seperti halnya mandi pangir. Tradisi yang berasal dari Tapanuli Selatan ini bisa dilakukan di rumah maupun di sungai.

Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Medan, Prof dr HM Hatta mengatakan, umat Islam dianjurkan untuk menyucikan diri menyambut bulam Suci Ramadan.

“Untuk mandi pangir tidak ada masalah. Karena sebenarnya ini sudah menjadi tradisi dalam masyarakat kita. Mandi pangir tidak wajib, namun hukumnya sunat. Mandi pangir tujuan asalnya hanya untuk membersihkan diri menyambut Ramadan. Jadi, dalam Islam, menyambut bulan suci Ramadan memang dianjurkan untuk membersihkan diri,” ujarnya.

Menurutnya, tidak masalah jika masyarakat melakukan mandi pangir. Asalkan, hal tersebut bertujuan untuk menyucikan diri.
“Tapi kalau mandinya bercampur baur antara laki-laki dan perempuan yang bukan muhrim, baru tidak boleh. Jadi tergantung cara pandang kita juga. Karena hukumnya sunat dan bertujuan menyambut bulan Ramadan,” urainya.

Dalam menjalankan bulan suci Ramadan, umat Islam dianjurkan untuk berpuasa sepenuh hati dengan melaksanakan puasa atas iman dan ketakwaan. “Laksanakan bulan puasa dengan sepenuh hati. Karena disinilah kita menyucikan diri meminta pengampunan dari Allah SWT. Lakukan amalan-amalan yang baik serta menahan diri dari segala yang membatalkan puasa,” ujarnya.

Bagi yang non muslim, pihaknya mengimbau agar menghargai umat Islam yang sedang menjalankan ibadah puasa.

“Mari bersama-sama menjaga dan menghargai Umat Muslim yang melaksanakan ibadah puasa. Agar bulan Ramadan ini tidak terkotori,” ucapnya.
Umat Muslim juga melakukan ziarah kubur. Pemandangan ini mulai terlihat satu pekan menjelang masuknya bulan puasa. Seperti yang terlihat di Perkuburan Muslim Jalan Halat Medan, kemarin, beberapa warga melakukan ziarah kubur hingga sore hari.

Para peziarah beralasan hal tersebut dilakukan sebagai syarat atau tradisi menjelang puasa. Dimana saat itu, mereka akan membersihkan kuburan keluarganya. “Karena hari biasa nggak sempat. Jadi kita manfaatkan jelang puasa ini ziarah kubur dan meminta ampunan kepada Tuhan,” ujar Ani.
Menurutnya, ziarah tersebut dilakukan tak lain hanya untuk mengunjungi kuburan salah seorang keluarganya. “Saya datang sama keluarga. Mau ziarah sekaligus bersih-bersih. Karena puasa itu harus disambut dengan hati yang bersih dan suci,” terang wanita berkerudung hitam itu.

Bukan itu saja, tampaknya warga sekitar memanfaatkan ziarah kubur sebagai rezeki yang melimpah. Seperti yang terlihat, warga memanfaatkan area depan perkuburan sebagai lahan parkir para peziarah.

“Jadi para peziarah memarkirkan kendaraan mereka. Untuk sepeda motor Rp1.000 dan mobil Rp2.000. Maklumlah, kita juga menjaga kendaraan mereka supaya aman saat ziarah kubur,” ungkap Anto, warga Jalan Halat Medan.

Namun, aktifitas ini tampaknya membuat pedagang musiman kebanjiran rezeki. Seperti halnya pedagang bunga. Mereka memanfaatkan para peziarah untuk meraup rezeki. “Puasa semakin dekat, jadi kita manfaatkan dengan jualan bunga. Para peziarah ramai, jadi nggak ada salahnya jelang puasa ini kita manfaatkan untuk berjualan,” ujar salah seorang pedagang bunga, Ani yang tinggal di Gg Tengah Jalan Halat Medan.

Menurutnya, bunga tersebut dijual dengan harga terjangkau dari Rp2.000-Rp3.000 per bungkusnya. “Ada juga yang kita jual pertangkai yaitu Rp5 ribu. Selain bunga, saya juga jual air siraman dengan perbotolnya hanya Rp2.000. Memang harganya sangat terjangkau. Karena yang jualan seperti saya juga banyak,” ujarnya.

Begitupun, saat puasa semakin dekat, penghasilan perhari para penjual bunga ternyata lumayan tinggi. “Per harinya bisa dapat Rp300 ribu sampai Rp600 ribu. Lumayanlah uangnya untuk beli baju baru. Setiap harinya saya jualan makanan di sekolah-sekolah. Jadi saya manfaatkan jualan seperti ini,” ucapnya. (far/mag18/fal)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/