26 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Dinkes Medan Sebut Penyakit TB Meningkat, Terutama di Medan Utara

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Dinas Kesehatan Kota Medan menyebutkan, bahwa angka penyakit Tuberkulosis (TB) di Kota Medan meningkat belakangan ini. Bahkan bisa disebutkan, penularan penyakit TB di Kota Medan termasuk salah satu yang terbesar di Indonesia.

Berdasarkan data Dinas Kesehatan Medan tahun 2022, saat ini sudah ada sekitar 10.100 kasus TB di Kota Medan. Di tahun 2023 saja, yakni dari Januari hingga Juli sudah ditemukan 4.000 kasus. Kemudian hingga bulan September bertambah 3.000 kasus, sehingga terdapat 7.400 kasus penderita TB.

“Dan ini sudah menjadi target yang harus ditemukan. Angka ini muncul berdasarkan data ilmiah baik dari angka penduduk, jumlah penularan dan angka-angka penyebaran yang ditemukan sebelumnya,” ucap Kadis Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinkes Medan, dr Pocut Fatimah Fitri, Rabu (20/9/2023).

Pocut mengatakan, untuk penyebaran TB di kota Medan ini, paling banyak terjadi di kawasan Medan Utara. Akan tetapi, bukan berarti daerah lain di kota Medan tidak banyak kasus TB yang ditemukan.

“Tetap banyak (kasus yang ditemukan selain di Medan Utara), hampir semua tempat berisiko. Tidak ada yang kebal dengan TB. Penderita TB bukan karena faktor ekonomi, karena penyebarannya lewat pernapasan. Orang kaya juga banyak yang terkena. Semua orang bernafas, jadi lewat pernapasan berisiko tertular. Tidak ada orang yang kebal dari TB,” ujarnya.

Pocut menjelaskan, bahwa saat ini para penderita TB di Kota Medan ditemukan hampir dari semua kalangan. Ia pun menyarankan, jika ada masyarakat yang mengalami gejala batuk sampai 2 minggu, segera berobat ke Puskesmas atau klinik untuk dapat dipastikan apakah batuk tersebut penyakit TB atau tidak.

“Mengingat, Medan ini endemis dengan kasus yang terjadi sekian banyak, semua orang berisiko. Jadi pastikan dulu dengan diagnosa yang saat ini dengan mesin Test Cepat Molukuler (TCM). Alat ini akan dapat membedakan apakah TB tersebut masih kategori sensitif terhadap pengobatan dini pertama atau TB resisten obat,” katanya.

Diterangkan Pocut. jika penderita TB sudah masuk kategori TB resisten, maka pengobatannya akan lebih banyak dan lebih lama dari TB yang tergolong sensitif obat. Diharapkan, penderita TB resisten obat harus dikawal pengobatannya dari keluarga agar pasoen dapat meminum obatnya sampai sembuh.

“Pasien TB berat harus meminum obat sampai sembuh dan tidak boleh berhenti, sebab kumannya termasuk bandel ya. Jadi kalau dia (kumannya) masih pingsan dan belum mati, harus dibersihkan sampai tuntas kumannya. Harus 6 bulan pengobatan rutin untuk meyakinkan kuman TB telah mati didalam tubuh penderita,” terangnya.

Pocut pun mengharapkan agar ketika ada di lingkungan keluarga yang batuk agar segera meminum obat. Sebab, salah satu gejala khas dari TB adalah batuk. Bersyukur untuk Kota Medan, angka kesembuhan penyakit TB di juga terbilang sangat tinggi.

“Dan ini terjadi karena ketika terkena TB, langsung kita tangani dan tanpa putus diberikan obat,” sebutnya.

Pocut mengatakan, Dinkes Medan juga tidak henti-hentinya melakukan sosialisasi kepada warga Kota Medan agar lebih mengenal gejala TB dengan menjemput bola dan menyadarkan warga yang terkena TB agar mau minum obat lagi.

“Kesadaran masyarakat untuk menjaga diri dan tidak menularkan ke orang lain juga sangat penting. Sosialisasi terkait hal ini terus kita lakukan. Segera berobat ke puskesmas, dokter-dokter di puskesmas akan memberikan pelayanan kesehatan terbaik, termasuk untuk TB ini,” pungkasnya.

Menanggapi hal ini, Sekretaris Komisi II DPRD Medan, Wong Chun Sen Tarigan, mengatakan bahwa penanganan penyakit TB yang mewabah saat ini perlu menjadi perhatian semua pihak.

“Sebab ini sangat berbahaya dan perlu perhatikan kita. Karena jika dibandingkan dengan kasus Stunting dimana tahun 2022 dari 550 kasus, saat ini tahun 2023 menurun menjadi 298 kasus. Tetapi, penularan justru TB masih banyak kita temukan,” ucap Wong Chun Sen.

Wong pun sangat berharap agar penderita TB dapat berkoordinasi dengan baik, yakni membantu pencegahan penularan TB kepada orang lain.

“Karena ini salah satu penyakit yang menular dan berbahaya. Kita berharap perlu kesadaran dari penderita TB untuk memakai masker, kalau mereka (penderita TB) tidak memakai masker dan ruang gerak mereka terlalu bebas, tentu bisa menularkan ke orang lain, bahkan keluarga kita,” harapnya.

Mengenai anggaran penanganan TBC, Wong menyebutkan bahwa anggaran di Pemko Medan terbilang masih kecil sehingga harus menjadi perhatian serius dari Dinas akesehatan Kota Medan agar dapat dinaikkan. Bila perlu, dibuatkan Perda Kota Medan tentang pencegahan dan penanganan TB.

“Kita nanti akan berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan Medan supaya segera diusulkan bagaimana cara penanganan TB di Kota Medan. Kita mau angka penularan TB ini cepat menurun dan Kota Medan terbebas dari penyakit TB,” pungkasnya.
(map/ram)

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Dinas Kesehatan Kota Medan menyebutkan, bahwa angka penyakit Tuberkulosis (TB) di Kota Medan meningkat belakangan ini. Bahkan bisa disebutkan, penularan penyakit TB di Kota Medan termasuk salah satu yang terbesar di Indonesia.

Berdasarkan data Dinas Kesehatan Medan tahun 2022, saat ini sudah ada sekitar 10.100 kasus TB di Kota Medan. Di tahun 2023 saja, yakni dari Januari hingga Juli sudah ditemukan 4.000 kasus. Kemudian hingga bulan September bertambah 3.000 kasus, sehingga terdapat 7.400 kasus penderita TB.

“Dan ini sudah menjadi target yang harus ditemukan. Angka ini muncul berdasarkan data ilmiah baik dari angka penduduk, jumlah penularan dan angka-angka penyebaran yang ditemukan sebelumnya,” ucap Kadis Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinkes Medan, dr Pocut Fatimah Fitri, Rabu (20/9/2023).

Pocut mengatakan, untuk penyebaran TB di kota Medan ini, paling banyak terjadi di kawasan Medan Utara. Akan tetapi, bukan berarti daerah lain di kota Medan tidak banyak kasus TB yang ditemukan.

“Tetap banyak (kasus yang ditemukan selain di Medan Utara), hampir semua tempat berisiko. Tidak ada yang kebal dengan TB. Penderita TB bukan karena faktor ekonomi, karena penyebarannya lewat pernapasan. Orang kaya juga banyak yang terkena. Semua orang bernafas, jadi lewat pernapasan berisiko tertular. Tidak ada orang yang kebal dari TB,” ujarnya.

Pocut menjelaskan, bahwa saat ini para penderita TB di Kota Medan ditemukan hampir dari semua kalangan. Ia pun menyarankan, jika ada masyarakat yang mengalami gejala batuk sampai 2 minggu, segera berobat ke Puskesmas atau klinik untuk dapat dipastikan apakah batuk tersebut penyakit TB atau tidak.

“Mengingat, Medan ini endemis dengan kasus yang terjadi sekian banyak, semua orang berisiko. Jadi pastikan dulu dengan diagnosa yang saat ini dengan mesin Test Cepat Molukuler (TCM). Alat ini akan dapat membedakan apakah TB tersebut masih kategori sensitif terhadap pengobatan dini pertama atau TB resisten obat,” katanya.

Diterangkan Pocut. jika penderita TB sudah masuk kategori TB resisten, maka pengobatannya akan lebih banyak dan lebih lama dari TB yang tergolong sensitif obat. Diharapkan, penderita TB resisten obat harus dikawal pengobatannya dari keluarga agar pasoen dapat meminum obatnya sampai sembuh.

“Pasien TB berat harus meminum obat sampai sembuh dan tidak boleh berhenti, sebab kumannya termasuk bandel ya. Jadi kalau dia (kumannya) masih pingsan dan belum mati, harus dibersihkan sampai tuntas kumannya. Harus 6 bulan pengobatan rutin untuk meyakinkan kuman TB telah mati didalam tubuh penderita,” terangnya.

Pocut pun mengharapkan agar ketika ada di lingkungan keluarga yang batuk agar segera meminum obat. Sebab, salah satu gejala khas dari TB adalah batuk. Bersyukur untuk Kota Medan, angka kesembuhan penyakit TB di juga terbilang sangat tinggi.

“Dan ini terjadi karena ketika terkena TB, langsung kita tangani dan tanpa putus diberikan obat,” sebutnya.

Pocut mengatakan, Dinkes Medan juga tidak henti-hentinya melakukan sosialisasi kepada warga Kota Medan agar lebih mengenal gejala TB dengan menjemput bola dan menyadarkan warga yang terkena TB agar mau minum obat lagi.

“Kesadaran masyarakat untuk menjaga diri dan tidak menularkan ke orang lain juga sangat penting. Sosialisasi terkait hal ini terus kita lakukan. Segera berobat ke puskesmas, dokter-dokter di puskesmas akan memberikan pelayanan kesehatan terbaik, termasuk untuk TB ini,” pungkasnya.

Menanggapi hal ini, Sekretaris Komisi II DPRD Medan, Wong Chun Sen Tarigan, mengatakan bahwa penanganan penyakit TB yang mewabah saat ini perlu menjadi perhatian semua pihak.

“Sebab ini sangat berbahaya dan perlu perhatikan kita. Karena jika dibandingkan dengan kasus Stunting dimana tahun 2022 dari 550 kasus, saat ini tahun 2023 menurun menjadi 298 kasus. Tetapi, penularan justru TB masih banyak kita temukan,” ucap Wong Chun Sen.

Wong pun sangat berharap agar penderita TB dapat berkoordinasi dengan baik, yakni membantu pencegahan penularan TB kepada orang lain.

“Karena ini salah satu penyakit yang menular dan berbahaya. Kita berharap perlu kesadaran dari penderita TB untuk memakai masker, kalau mereka (penderita TB) tidak memakai masker dan ruang gerak mereka terlalu bebas, tentu bisa menularkan ke orang lain, bahkan keluarga kita,” harapnya.

Mengenai anggaran penanganan TBC, Wong menyebutkan bahwa anggaran di Pemko Medan terbilang masih kecil sehingga harus menjadi perhatian serius dari Dinas akesehatan Kota Medan agar dapat dinaikkan. Bila perlu, dibuatkan Perda Kota Medan tentang pencegahan dan penanganan TB.

“Kita nanti akan berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan Medan supaya segera diusulkan bagaimana cara penanganan TB di Kota Medan. Kita mau angka penularan TB ini cepat menurun dan Kota Medan terbebas dari penyakit TB,” pungkasnya.
(map/ram)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/