31 C
Medan
Friday, June 28, 2024

Miris, Nasib Guru Swasta

Nasib guru swasta di Sumatera Utara cukup menyedihkan. Mulai dari gaji yang minim, status yang tidak jelas hingga pengabaian hak normatif. Adapun insentif yang diberikan pemerintah tidak diterima 100 persen.

FORUM CURHAT RAKYAT: Edy Suprayetno  Sekretaris Serikat Guru Indonesia Medan Fachriza Marta Tanjung  diskusi Forum Curhat Rakyat  GusMan Center, Jalan Kapten Pattimura Medan, Senin (18/2).//sumut pos
FORUM CURHAT RAKYAT: Edy Suprayetno dan Sekretaris Serikat Guru Indonesia Medan Fachriza Marta Tanjung dalam diskusi Forum Curhat Rakyat di GusMan Center, Jalan Kapten Pattimura Medan, Senin (18/2).//sumut pos

Demikian terungkap dalam diskusi Forum Curhat Rakyat di GusMan Center, Jalan Kapten Pattimura Medan, Senin (18/2). Tampil sebagai narasumber dalam diskusi yang dimoderatori Armin Nasution itu: Edy Suprayetno dan Sekretaris Serikat Guru Indonesia Medan Fachriza Marta Tanjung.

Edy Suprayetno menceritakan, karena gaji yang minim, ia terpaksa berpindah-pindah mengajar dari satu sekolah ke sekolah lainnya. “Saya pernah SD swasta, MTS Swasta dan terakhir di SMK,” kata Edy yang mulai mengajar sejak tahun 2007.

Di samping gaji minim, Edy mengaku banyak mendapat tekanan tekanan dari yayasan. “Pihak yayasan selalu mendapat uang dari siswa, sedangkan para guru selalu mendapat intimidasi,” ungkapnya. Edy kemudian menceritakan pengalaman temannya yang dipecat secara semena-mena oleh pihak yayasan karena mengajar di salahsatu sekolah.

Mengenai bantuan dari pemerintah kepada para guru swasta di Medan, diakui Edy, memang ada, meskipun jumlahnya tidak seberapa. “Yang kami terima 60 ribu rupiah per bulan. Pembayaran dilakukan selama enam bulan sekali. Tapi kami terima tidak penuh 300 ribu rupiah. Dipotong dengan dalih pemotongan PPH (pajak penghasilan hasil),” ungkapnya.

Sekretaris Serikat Guru Indonesia Medan, Fachriza Martha Tanjung, menjelaskan, UU No.74 tahun 2008 tentang Guru belum terlaksana dengan baik. Dalam UU itu disebutkan, guru swasta yang mengajar sudah 3 tahun lebih seharusnya diangkat menjadi guru.

Yayasan dan guru swasta, katanya, juga tidak pernah membuat kesepakatan kerja bersama. “Bagi guru negeri (PNS) ada cuti hamil dan cuti melahirkan. Namun guru swasta tidak ada. Jika guru swasta melahirkan alias tidak masuk selama melahirkan, tidak mendapatkan gaji. Lain halnya dengan guru negeri,” kata Fachriza.

Hasil survei yang dilakukan pihaknya tahun 2011, kata Fachriza, gaji guru swasta di Medan rata-rata Rp11.000 per jam. Jika mengajar 40 jam/bulan, maka yang diterima Rp400 ribu per bulan. “Hal ini sangat jauh berbeda dengan guru negeri, dimana kala itu mencapat 2,2 juta rupiah dengan rincian 56.000 rupiah per jam,” ungkapnya.

Disebutkannya, jumlah guru swasta dan guru negeri tahun 2011 tidaklah jauh berbeda. Untuk guru swasta jumlahnya 87 ribu, sedangkan guru negeri 86 ribu. (rel/adv)

Nasib guru swasta di Sumatera Utara cukup menyedihkan. Mulai dari gaji yang minim, status yang tidak jelas hingga pengabaian hak normatif. Adapun insentif yang diberikan pemerintah tidak diterima 100 persen.

FORUM CURHAT RAKYAT: Edy Suprayetno  Sekretaris Serikat Guru Indonesia Medan Fachriza Marta Tanjung  diskusi Forum Curhat Rakyat  GusMan Center, Jalan Kapten Pattimura Medan, Senin (18/2).//sumut pos
FORUM CURHAT RAKYAT: Edy Suprayetno dan Sekretaris Serikat Guru Indonesia Medan Fachriza Marta Tanjung dalam diskusi Forum Curhat Rakyat di GusMan Center, Jalan Kapten Pattimura Medan, Senin (18/2).//sumut pos

Demikian terungkap dalam diskusi Forum Curhat Rakyat di GusMan Center, Jalan Kapten Pattimura Medan, Senin (18/2). Tampil sebagai narasumber dalam diskusi yang dimoderatori Armin Nasution itu: Edy Suprayetno dan Sekretaris Serikat Guru Indonesia Medan Fachriza Marta Tanjung.

Edy Suprayetno menceritakan, karena gaji yang minim, ia terpaksa berpindah-pindah mengajar dari satu sekolah ke sekolah lainnya. “Saya pernah SD swasta, MTS Swasta dan terakhir di SMK,” kata Edy yang mulai mengajar sejak tahun 2007.

Di samping gaji minim, Edy mengaku banyak mendapat tekanan tekanan dari yayasan. “Pihak yayasan selalu mendapat uang dari siswa, sedangkan para guru selalu mendapat intimidasi,” ungkapnya. Edy kemudian menceritakan pengalaman temannya yang dipecat secara semena-mena oleh pihak yayasan karena mengajar di salahsatu sekolah.

Mengenai bantuan dari pemerintah kepada para guru swasta di Medan, diakui Edy, memang ada, meskipun jumlahnya tidak seberapa. “Yang kami terima 60 ribu rupiah per bulan. Pembayaran dilakukan selama enam bulan sekali. Tapi kami terima tidak penuh 300 ribu rupiah. Dipotong dengan dalih pemotongan PPH (pajak penghasilan hasil),” ungkapnya.

Sekretaris Serikat Guru Indonesia Medan, Fachriza Martha Tanjung, menjelaskan, UU No.74 tahun 2008 tentang Guru belum terlaksana dengan baik. Dalam UU itu disebutkan, guru swasta yang mengajar sudah 3 tahun lebih seharusnya diangkat menjadi guru.

Yayasan dan guru swasta, katanya, juga tidak pernah membuat kesepakatan kerja bersama. “Bagi guru negeri (PNS) ada cuti hamil dan cuti melahirkan. Namun guru swasta tidak ada. Jika guru swasta melahirkan alias tidak masuk selama melahirkan, tidak mendapatkan gaji. Lain halnya dengan guru negeri,” kata Fachriza.

Hasil survei yang dilakukan pihaknya tahun 2011, kata Fachriza, gaji guru swasta di Medan rata-rata Rp11.000 per jam. Jika mengajar 40 jam/bulan, maka yang diterima Rp400 ribu per bulan. “Hal ini sangat jauh berbeda dengan guru negeri, dimana kala itu mencapat 2,2 juta rupiah dengan rincian 56.000 rupiah per jam,” ungkapnya.

Disebutkannya, jumlah guru swasta dan guru negeri tahun 2011 tidaklah jauh berbeda. Untuk guru swasta jumlahnya 87 ribu, sedangkan guru negeri 86 ribu. (rel/adv)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/