Keinginan Presidium Masyarakat Medan Utara (PMMU) untuk membentuk kota baru, memisahkan diri dari Kota Medan kian hangat dibicarakan akhir-akhir ini.
Desain besar penataan daerah tahun 2010-2025 yang akan menjadi acuan pemekaran daerahn
yang dirilis Kemendagri juga menambah semangat pemekaran. Dalam desain disebutkan, Provinsi Sumut layak menambah dua kabupaten/kota hingga 2020 mendatang.
Terkait upaya pemekaran, Ketua PMMU Syaharuddin mengatakan, pihaknya sudah mendatangi Komisi II DPRD RI dan diterima Chairuman Harahap. Dalam dengar pendapat dengan DPR RI, disepakati melakukan kajian yuridis bekerja sama dengan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Sumatera Utara (USU). Bila penelitian menghasilkan rekomendasi kelayakan, PMMU akan menyerahkan draf usulan kepada Pemerintah Kota Medan untuk meminta surat keputusan pemberian rekomendasi pemekaran.
“Sebelumnya, draf usulan tersebut sudah kita berikan ke pemerintah pusat, daerah dan kota. Jadi kami masih menunggu keputusan tersebut,” ujarnya.
“Sosialisasi di masyarakat tentang pemekaran Medan Utara sudah berjalan. Kami berpedoman pada UU no 32 tahun 2004 dan PP No 78 tahun 2007 sudah sangat cukup mendukung untuk dilakukannya pemekaran,” tegas Syahruddin.
Dalam UU no 32/2004 pasal 9 disebutkan, syarat pemekaran meliputi syarat fisik pembentukan daerah meliputi sedikitnya 5 kabupaten/kota untuk pembentukan provinsi dan paling sedikit lima kecamatan untuk pembentukan kabupaten dan empat kecamatan untuk pembentukan kota. “Di Medan Utara sendiri saat ini memiliki 4 kecamatan di Medan Utara, seperti Medan Labuhan, Medan Deli, Medan Marelan dan Medan Belawan. Hal tersebut sudah sangat mendukung untuk dilakukan pemekaran,” jelasnya.
Syarat lain, kelengkapan administrasi berupa surat keputusan dari Pemerintah Kota induk, rekomendasi DRPD provinsi dan pemerintah provinsi. Sedangkan untuk persyaratan teknis dan fisik itu seperti luas wilayah, pendapatan asli daerah dan lainnya, itu masih dilakukan pengkajian oleh pihak Fisip USU dan hasilnya rencananya akan dibicarakan pada pertemuan 7 Mei mendatang.
Syahruddin mengakui, respon masyarakat Medan Utara sendiri terkait pemekaran, masih pro dan kontra. Namun hal itu tak lebih karena masyarakat belum dilibatkan secara keseluruhan. “Kenapa tidak melibatkan masyarakat secara menyeluruh, alasannya karena inikan masih sebuah tim pemrakarsa pemekaran. Kita masih mempunyai program dengan mendesak pemerintah kota Medan melakukan perbaikan infrastruktur. Kalau sudah rampung, akan dibentuk kepanitiaan yang melibatkan seluruh lapisan masyarakat,” paparnya.
Kabupaten/Kota Bisa Pindah Provinsi
Pemerintah menyiapkan sejumlah rumusan baru yang akan merombak aturan mengenai pemekaran daerah. Jika selama ini hanya dikenal istilah pemekaran dan penggabungan daerah, maka ke depan ada istilah ‘penyesuaian’ daerah.
Istilah terbaru ini memungkinkan sebuah kabupaten/kota untuk keluar secara administratif dari provinsi induk dan pindah ke provinsi lain yang berdekatan. “Sebuah daerah yang selama ini bergabung dengan provinsi, tapi jauh dari induknya itu, bisa bergabung ke provinsi lainnya,” ujar Gamawan Fauzi saat membuka seminar khusus membedah desain besar penataan daerah di Jakarta, kemarin (20/4).
Dia memberi contoh Kabupaten Natuna, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri), yang secara geografis lebih dekat dengan Provinsi Kalimantan Barat (Kalbar). “Kalau berpikir efektivitas, jika masyarakatnya setuju, pemerintah daerahnya setuju, sudahlah bergabung ke Kalbar saja karena dengan induk (ibukota Provinsi Kepri, Red), terlalu jauh,” ujarnya.
Tidak hanya untuk tingkat kabupaten/kota, untuk cakupan wilayah lebih kecil lagi juga dimungkinkan loncat ke provinsi tetangga. Gamawan memberi contoh status Pulau Berhala, yang hingga kini diperebutkan oleh Provinsi Jambi dengan Provinsi Kepri. Untuk memutuskan gabung ke Kepri atau Jambi, warga di Pulau Berhala berhak menentukan pilihannya sendiri. “Masyarakat mau gabung ke mana, supaya penyelenggaraan pemerintahan lebih efektif dan efisien,” kata Gamawan.
Aturan baru lainnya terkait pemekaran adalah, pemerintah pusat bisa menggulirkan ide pembentukan daerah otonom baru. Selama ini, aspirasi pemekaran hanya dibuka untuk masyarakat daerah. Gamawan menjelaskan, aturan baru ini antara lain untuk kepentingan pertahanan keamanan nasional. “Misal di daerah perbatasan. Demi keamanan negara, usulan pemekaran bisa dari pusat,” terangnya.
Hal baru lainnya, sebelum menjadi daerah otonom, suatu daerah harus menjadi daerah persiapan terlebih dahulu selama tiga tahun, yang dipimpin oleh seorang kepala daerah persiapan. Kepala daerah persiapan provinsi, kabupaten/kota diangkat dan diberhentikan oleh mendagri. Pembentukan daerah persiapan ini tidak langsung dipayungi UU, melainkan cukup dengan peraturan pemerintah (PP).
Satu lagi persyaratan yang tergolong anyar, daerah layak menjadi daerah otonom jika luas lahanya 60 persen lahan efektif. (mag-11/sam)